Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Debat Pilpres dan Gagalnya Politik "Imagologi"

19 Januari 2019   04:34 Diperbarui: 19 Januari 2019   10:30 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Joko Widodo dan Maruf Amin (kiri) beserta pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (kanan) memberikan penjelasan saat debat pilpres pertama di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019). Tema debat pilpres pertama yaitu mengangkat isu Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Jika Prabowo disoroti karena penegakan hukum Chief of Law Enforcement Officer yang mirip pemikiran orde baru, sementara Jokowi lebih nyaman membahas persoalan seputar ekonomi dan pembangunan. Tidak ada pemikiran segar dalam penegakan hukum HAM.

Bahkan, sekelas Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Bela Ulung Hapsara, mengeritik kedua pasangan belum mengelaborasi lebih jauh persoalan HAM, terutama dalam konteks tolerasi, diskriminasi dan kekerasan berbasis ekstremisme. Tidak ada komitmen keduanya untuk mengatasi hal tersebut.

Bahkan, tidak meyinggung soal praktik diskriminasi terhadap kelompok yang memiliki orientasi seksual berbeda atau LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Mestinya, persoalan ini harus diangkat dipermukaan. Bukan tanpa sebab, persoalan tersebut tengah melanda moral bangsa Indonesia. Jika tidak ada pemikiran soal itu, gagal sudah keduanya meraih citra di masyarakat.

Beralih pada kasus HAM berat di masa lalu, Direktur Riset Setara Institute, Halili menilai  tidak ada gagasan kongkrit bagaimana menyelesaikan kasusnya, entah harus lewat jalur yudisial atau non-yudisial. Meskipun ada kesepakatan tidak menyinggung soal HAM masa lalu, masyarakat dan pejuang HAM butuh sebatas pemikiran baru saja.

Setiap segmen harusnya dimanfaatkan kedua kandidat untuk lebih banyak menyinggung soal penegakan hukum HAM. Untuk meraih citra di masyarakat, setiap segmen terbuka kesempatan untuk berbicara lebih banyak.

 Misalnya, selama kepemimpinan Jokowi, sudah sejauhmana penegakan hukum HAM, terutama terhadap kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Bukan untuk menyinggung keterlibatan oknum atau yang diduga terlibat meski tidak terbukti, akan tetapi memberikan pemikiran baru dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. 

Namun, hal itu tidak nampak dan cenderung bertele-tele. Tidak ada bedanya dengan Prabowo, meskipun belum pernah merasakan kursi pimpinan negara, pastinya memiliki taktik tersendiri  untuk berbicara penegakan hukum. 

Prabowo sangat diuntungkan untuk berbicara soal itu, karena dilatar belakangi militer dan saksi sejarah HAM berat masa lalu. Jokowi, hanya hadir saat proses penuntasan pelanggaran HAM. Sebelum Jokowi, sudah ada Presiden sebelumnya yang berupaya menegakkan hukum HAM. Jokowi hanya melanjutkan, atau memberikan penyegaran dengan pemikiran dan kebijakan hukum yang baru.

Kedua kandidat sama-sama tidak memanfaatkan politik imagologi. Padahal, dalam moment seperti itu, sangat tepat untuk meraih citra. Kalau Jokowi diuntungkan pernah memimpin Indonesia, harusnya Prabowo lebih progresif mengeluarkan ide dan gagasan. Sehingga, ada kebangkitan semangat untuk menuntaskan kasus HAM. Apalagi untuk urusan politik pencitraan, dibelakang Prabowo ada Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tokoh pencitraan di Indonesia. Mestinya paham itu.

Dalam uraian visi misi kedua kadidat, jelas menunjukkan penegakam hukum HAM. Tidak ada kalimat pesimis baik masyakat maupun pejuang HAM di Indonesia. Catatan penting kedua kandidat harus dipahami bahwa citra itu sangat penting dalam urusan HAM. Karena, persoalan kemanusiaan hari ini diselimuti msalah HAM, mulai dari penegakan hingga pemenuhan. 

Merujuk pada pengertian Milan Kundera, baik Jokowi dan Prabowo dikelilingi media sebagai sarana meraih citra. Terlepas siapa yang banyak menguasai media, di era kebebasan pers sekarang ini, seluruh kehidupan manusia bergantung pada media. Prilaku politik hingga pemikiran politik memiliki andil utama mempengaruhi seluruh kehidupan masyarakat. Bukan tidak mungkin, debat Pilpres punya poin besar untuk mengalihkan pandangan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun