Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Katanya

15 Oktober 2017   04:28 Diperbarui: 15 Oktober 2017   04:52 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orasi mahasiswa. Sumber: habadaily.com

"Kondisi sidang paripurna DPR RI kian memanas. Para anggota dewan yang pro dan kontra saling berebut intrupsi. Hingga beberapa dari mereka berebut ingin berbicara di atas podium hingga terjadi kontak fisik dan saling dorong. Sontak kondisi tersebut membuat gaduh ruang sidang,"

Televisi masih eksis memberitakan situasi perpolitikan di senayan. Aksi para legislator seakan-akan menganggap demokrasi adalah sebuah kompetisi, padahal upaya menghancurkan etika moral negerinya sendiri. Ditempat berbeda, masalah krusial negeri ini menjadi wacana dimasyarakat. Akibatnya, tidak sedikit dari masyarakat yang berkomentar pemerintah ini telah gagal mensejahterakan rakyatnya.

Lebih parahnya, justru mahasiswa sebagai pilar utama gerakan pembaharu mulai apatis dengan apa yang terjadi di negerinya.

Hasan sudah sekian lama berusaha keras mengajak mahasiswa untuk bisa mengerti bahwa di negeri yang kaya raya ini 60 % kekayaannya dikuasai pihak asing, angka pengangguran dimana-mana, lonjakan pendaftar PNS tidak jauh beda dengan tingginya angka kemiskinan. Belum lagi masalah PT Freeport yang tidak kunjung selesai. Baru-baru ini, kebijakan pemerintah memperpanjang waktu negosiasi divestasi saham hingga tahun depan. Luar biasa !

Hasan tidak habis fikir, mengapa orang-orang secerdas itu seperti bermusuhan, adu jotos tidak menentu. Apa yang ingin diperebutkan? Apakah mereka benar-benar memperebutkan kebenaran? Ataukah mereka sebenarnya bersengketa memperebutkan pengaruh?

Sebagai mahasiswa, Hasan tahu diri, bukan orang secerdas mereka. Namun, dengan melihat kekisruhan mereka, yang dipersoalkan sebenarnya bukanlah sesuatu yang terlalu amat berbeda, melainkan masing-masing seperti ingin benar sendiri. Bisa jadi membenarkan koalisinya. Bukankah sebenarnya masing-masing dari mereka sudah terbawa arus perasaan yang lebih patut disebut "takut kehilangan kekuatan"? itulah kata yang memusingkan dan menyusahkan. "Apa yang patut dipertahakan jika wakil rakyat saja sudah bermusuhan." Celoteh Hasan saat menonton berita di salah satu siaran ternama di kamar kosnya.  

Rasa jengkel bercampur gelisah menaungi banyak orang, termasuk lelaki itu. Bangsa ini semakin hari semakin kacau, orang-orang cerdas sibuk memperebutkan pengaruh, senayan tak ubahnya seperti ring tinju. Pemberitaan tentang lonjakan angka kemiskinan terdengar seperti biasa. Sekalinya menengok kebawah, mereka tampil sebagai penyambung lidah rakyat lengkap dengan mobil mewah, sepatu mengkilat dan baju berkerak.

Pukul 08.00, Hasan segera bersiap-siap, memasukkan buku-buku kedalam tas, dan memakai sepatu.   Ia bergegas keluar  kamar menuju teras kosnya.

"Brumm,,,Brummm,," Dia menghidupkan motornya.

Tanpa menunda-nunda waktu, Hasan melesat menunggangi kuda besinya menuju kampus. Kota Palu memang tidak terlihat macet seperti di Jakarta.

Hasan merupakan salah sau mahasiswa FISIP Untad yang aktif dibeberapa organisasi kampus dan luar kampus. Jelas, soal politik bukan hal baru baginya. Bagi Hasan, urusan politik jadi sarapan sehari-hari. Bahkan buku-buku yang tertumpuk dalam lemari, semuanya berbau politik, ada juga pergerakan. Tapi, apalah semua itu jika mahasiswa tidak mampu hadir lebih dari isi tumpukan buku-buku itu.

Hari itu, lagi-lagi suasana kampus tampak tidak ada yang berdeda. Di kanting-kantin, mereka sibuk membicarakan bagaimana tim kesayangannya gagal meraih kemenangan, ada pula yang menggosipkan artis yang sudah lelah bercerai, sedangkan yang ada di bawah pohon sibuk menghibur pengguna jalan dengan nyanyian yang membuat gendang telinga rasa-rasanya mau pecah. Ckckc Agen perubahan!Keluhnya sambil geleng-geleng kepala menuju BTF5.

"Hasaaaan!!!"  Teriak dari kejauhan, seperti ada yang memanggil namanya.

"Saya ikut" Ternyata Putri memanggilnya. Dengan nada ngos-ngosan, ia mengikuti langkah Hasan menuju BT5. Padahal mereka berbeda kelas, Putri di BTF11.

"Ada apa Put?" tanya Hasan.

"Politik kita semakin aneh ya. Mengurus negeri ini harus adu fisik begitu. Begitu kah model politik itu" tidak salah lagi. Putri pasti menyimak berita tadi pagi. Jelas, berita itu headline di beberapa media.

"Saya tidak tahu Put. Jangan-jangan mereka sudah kehabisan akal, makanya pakai kekerasan supaya dapat pengaruh" tanggap Hasan dengan santai.

"Apa kita harus demo lagi di DPRD Provinsi?"

"Buat apa? ada yang mau ikut? Kalau pun ada, cuma kita-kita saja."

"Maksudmu, kita berdua?" tanggap Putri sedikit seloroh. 

"Hahahahahaaaaaa,,,,, bisa saja kamu Put," 

"Hehehehe,, ahhh Hasan."

"Begini, maksud saya, kita-kita yang biasa aksi. Paling-paling hanya 20 orang atau 30 orang saja. Padahal, jumlah mahasiswa di sini sekitar ribuan orang."

"Iya juga sih." Jawab Putri sambil menggaruk-garuk jilbabnya.

Apatisme saat ini bukan lagi hal baru. Meskipun demikian, satu hal yang patut disyukuri masih ada generasi beberapa yang masih mau menghidupkan gerakan mahasiswa ditengah derasnya arus apatisme itu.  Belum lagi masalah kampus jadi kendala. Dosen-dosen tidak lagi simpatik dengan gerakan satu ini. Mendingan aktif kuliah, masih kelas dan raih nilai A. Kalau begini modelnya, ganti saja sebutan kuliah menjadi sekolah, lalu kata Maha diperkecil jadi mahaSiswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun