"Ella, Le jek asakolah ghi tegghi, Klebun le bedeh, Camat le bedeh" ("Sudah, jangan sekolah tinggi-tinggi, Kepala Desa dan Camat sudah ada". Jika Anda mendengar pepatah ini, berarti Anda tengah berada di lingkungan Orang Madura. Sebagaimana pemikiran patriarki di daerah lain, perempuan Madura seharusnya melakukan pekerjaan domestic. Bahwasanya perempuan nantinya akan berada di 3 (tiga) tempat. Yakni dhepor atau dapur alias memasak, kasor atau kasur yang artinya memberikan anak, dan sumur atau kamar mandi dan tempat mencuci.
Prinsip patriarki didasari oleh pandangan peternalis yg memberikan asumsi bahwa dalam sistem sosial, keberadaan kaum laki-laki lah yang dapat menentukan terwujudnya struktur fungsionalisme dalam keluarga. konsep paternalis merupakan simbol bahwa laki-laki adalah pemimpin berdasarkan hubungan kekeluargaan dalam sebuah dinamika kehidupan sosial yang utuh. (Goode, 2007;18).
Patriarki adalah sistem sosial dimana laki-laki sebagai sosok otoritas utama di dalam sebuah organisasi sosial. dimana posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. (Pinem, 2009:42). Revitasi (2019) mengungkapkan beberapa alasan mengapa budaya patriarki masih ada di Indonesia, yakni:
Praktik pembagian kerja patriarkis yang sudah berlangsung sejak manusia belum mengenal tulisan dan masih berburu dan meramu. Pada masa ini pembagian kerja dapat dikatakan sangat tajam. Laki-laki keluar rumah untuk mencari bahan makanan, bercocok tanam, bahkan berburu. Sedangkan perempuan melakukan pekerjaan domestic seperti memasak dan mengurus rumah;
Orang tua yang secara tidak langsung meneruskan warisan ini. Perempuan mungkin tidak asing dengan kalimat "cewek harus bisa bersih-bersih". Tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut, hanya saja dapat berarti bahwa membersihkan rumah adalah tugas perempuan;
Iklim kapitalisme. Pada banyak iklan produk di media massa seperti televisi dan koran disajikan sosok perempuan yang menarik. Semisal iklan parfum, sabun, dll demi menggaet laki-laki yang diinginkan. Iklan yang menggiring pemikiran bahwasanya perempuan adalah makhluk yang hanya memikirkan cinta;
Mengatasnamakan adat dan agama. Hal ini tidaklah salah namun beberapa pihak menyalahgunakan adat dan agama tersebut;
Secara sadar ataupun tidak, patriarkisme masih dijunjung masyarakat. Hal ini didasari dengan cara masyarakat mengkotak-kotakkan peran dan cap tertentu. Seperti "laki-laki tidak boleh nangis",
Berdasarkan kelima alasan yang dikemukakan Revitasi, alasan keempat yakni atas nama adat dan agama yang menjadi alasan terkuat mengapa patriarki mengakar di Pulau Madura.
      Masyarakat Madura yang dikenal dengan ke-religiusannya melalui ketaatan dan penghormatannya terhadap para kyai, ulama, serta para sesepuh. terdapat paradoks yang mengatakan apabila mengkaitkan kehidupan sosial masyarakat Madura yang sangat patriarki tersebut dengan keterikatannya ajaran Agama Islam. Di satu sisi Islam mengajarkan mengenai bagaimana cara menghargai serta menghormati terhadap kaum perempuan, tetapi di sisi lain terdapat kultur budaya patriarki yang menempatkan kaum laki-laki lebih dominan dan cenderung menguasai kaum perempuan yang ternyata masih terasa kental di lapisan masyarakat Madura.
Pada beberapa kasus perihal bagaimana kuatnya kultur patriarki yang beredar di kalangan masyarakat Madura ini kadang sampai pada taraf yang berlebihan sehingga kurang memberikan apresiasi sosial yang memadai. Dimana kaum perempuan Madura selalu diposisikan dalam ruang-ruang sempit, yang kadang sering kali terabaikan dari wacana sosial. Eksistensi perempuan seakan tenggelam dalam keperkasaan kaum laki-laki baik dalam lingkup terbatas maupun dalam lingkup publik.