Pernahkah anda melihat mayat yang telah dikuburkan berjalan diatas tanah? Mungkin anda pernah melihat hal tersebut didalam film yang berjudul Residen Evil. Namun, di kehidupan nyata hal tersebut benar adanya.Â
Mungkin bagi orang awam hal tersebut adalah satu hal yang mustahil, namun bagi masyarakat tana toraja membangkitkan mayat dari kubur adalah satu hal yang wajib dilakukan. Mayat tersebut dibangkitkan bukan untuk menyerang penduduk kota, melainkan mayat berjalan menjadi salah satu keunikan budaya di Tana Toraja.
Tana Toraja yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan memang terkenal sebagai salah satu tempat yang menarik perhatian pengunjung. Pasalnya di Tana Toraja banyak tempat yang unik dan bagus untuk dikunjungi. Â Namun, dibalik tempatnya yang menarik Kota Tana Toraja atau Tator memiliki banyak cerita mistis yang tak banyak masyarakat awam tahu.Â
Mayoritas penduduk Tana Toraja memeluk agama katolik dan protestan. Masyarakat Tana Toraja sangat ketat dengan adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang mereka.Â
Tana toraja memiliki ritual dan kebudayaan yang unik untuk para mayat yang mungkin tak lazim bagi sebagian orang. Salah satunya yaitu ritual Ma'nene atau mayat berjalan.
Ritual Ma'nene merupakan sebuah ritual yang dilakukan para masyarakat sebagai bentuk penghormatan mereka yang masih hidup terhadap mereka para leluhur ataupun mereka yang sudah meninggal. Ritual ini dilakukan dengan cara membangkitkan atau mengeluarkan para mayat yang sudah meninggal ratusan tahun dari tempat kuburannya untuk dibersihkan. Ritual ini biasa dilakukan 3 tahun sekali atau setelah masa panen berlangsung, sekitar bulan Agustus akhir.
Ritual ini hanya boleh dilakukan setelah musim panen, karena masyarakat adat Toraja percaya jika ritual Ma'nene tidak dilakukan sebelum masa panen, maka sawah-sawah dan ladang mereka akan mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang. Â Prosesi ritual ini diikuti oleh seluruh anggota keluarga yang terlibat. Â Ritual ini dilakukan khusus oleh masyarakat Baruppu, dipedalaman Toraja Utara
Sejarah awal adanya tradisi Ma'nene ini berawal dari pemburu binatang yang bernama Pong rumasek, yang datang ke hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong menemukan sebuah jasad manusia yang telah meninggal dunia dengan kondisi cukup memprihatinkan. Kemudian, ia membawa jasad tersebut dan dikenakan pakaian yang layak untuk dikuburkan ditempat aman.
 Sejak itu, Pong mulai mendapatkan berkah yakni tanaman pertanian miliknya panen lebih cepat dari waktu seharusnya. Dengan adanya peristiwa itu, Pong beranggapan bahwa jasad orang yang telah meninggal sekalipun harus tetap dirawat dan dihormati, meskipun jasad tersebut sudah tidak terbentuk lagi. Sehingga, Pong mewariskan amanahnya kepada penduduk Baruppu dan penduduk tetap menjaga tradisi tersebut hingga kini.
Menurut teman saya yang merupakan salah satu penduduk Tana Toraja yang merantau keluar kota bernama Sarah (20) ia mengatakan pada wawancara yang dilakukan pada tanggal 28/12 bahwa tradisi tersebut sudah dilakukan turun temurun sejak dulu untuk mengenang dan menghormati para leluhur yang telah meninggal.Â
Ritual ini dimulai dengan para anggota yang datang ke Patane yang berlokasi di Lembang Paton, Kecamatan Sariale, Toraja Utara untuk mengambil jasad dari anggota keluarga mereka yang telah meninggal. Sebelum dibuka dan diangkat, para tetua membacakan doa dalam Bahasa toraja kuno. Patane merupakan sebuah kuburan keluarga yang bentuknya menyerupai rumah.
Jasad yang telah dikeluarkan tersebut kemudian dibersihkan dari atas kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kuas atau kain bersih. Setelah mayatnya dibersihkan, kemudian pakaian mayat tersebut diganti dengan pakaian yang baru. Selama prosesi tersebut para kaum lelaki membentuk lingkaran menyanyikan lagu dan tarian yang melambangkan kesedihan.Â
Hal ini berguna untuk memberi semangat kepada para keluarga yang ditinggalkan. Setelah semua keluarga melakukan ritual, kemudian mayat yang telah dibersihkan dituntun untuk berjalan mengelilingi kota sehingga ritual ini dikenal dengan mayat berjalan. Biasanya setelah para mayat tersebut sudah dibersihkan dan berpakaian rapi para anggota keluarga yang lain mengabadikan momen tersebut dengan mengambil foto bersama mayat.Â
"kalau mayatnya udah rapi, sudah dibersihin, biasanya kita (anggota keluarga) foto bareng mayat, diajak ngomong. kayak mayatnya hidup kembali gitu, terus diajak keliling kampung" Ujar Sarah(20) penduduk tator yang merantau keluar kota (28/12)
Biasanya, para pengunjung yang datang dibulan yang sama dengan ritual berlangsung sesekali menyaksikan mayat berjalan tersebut. Seperti yang dialami oleh Rizka (20). Rizka pernah berkunjung ke Tana Toraja bertepatan dengan ritual Ma'nene tersebut dilaksanakan.
 " Ritualnya serem banget ya, mayatnya dipakaikan baju rapi, kemudian diajak jalan ramai-ramai sama keluarganya keliling kampung. Serem tapi unik. Pertamanya kaget dan takut karna baru pertama lihat mayat jalan" ujar Rizka salah satu pengunjung tana toraja (28/12)
Setelah para mayat diajak berkeliling, kemudian para mayat dibungkus dan dimasukkan kembali ke patane atau kuburannya semula. Setelah semua ritual dilakukan, kemudian sebagai penutup dengan berkumpulnya para anggota keluarga dirumah adat Tongkonan untuk beribadah Bersama.
Kebanyakan pengunjung tana toraja terkejut melihat tradisi tersebut. Bagaimana tidak, mayat yang tinggal tulang belulang karena telah meninggal ratusan tahun berjalan-jalan mengelilingi kota. Tentu seram bukan?
Tradisi Ma'nene ini erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Sehingga tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah. Ritual Ma'nene lebih dari sekedar membersihkan jasad dan memakaikan baju baru. Namun, tradisi itu dipercaya memiliki makna yang lebih yakni mencerminkan betapa pentingnya hubungan antar anggota keluarga bagi masyarakat Toraja.
Walaupun Tana toraja dikenal dengan kota mayat berjalan, tetapi tana toraja selalu ramai pengunjung. Setiap pengunjung yang datang bertepatan dengan adat dilaksanakan, para pengunjung menghormati dan menyaksikan adat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H