Perjalanan Kuliah Kerja Nyata Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama (KKN KNMB) 2022 tidaklah lepas dari stigma patriaki di masyarakat. Nyatanya hal ini telah mengakar juga di beberapa kalangan akademisi.Â
Namun yang akan saya tuliskan disini ialah tentang perempuan yang saya saksikan dengan kedua mata saya atas dedikasi luar biasa dalam pelaksanaan KKN Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama ini.
Pertama, Ketua panitia Kuliah Kerja Nyata Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama. Ibu Nining Puji Lestari M.Pd. Beliau adalah perempuan yang dipercaya untuk mengkoordinir kegiatan Kuliah Kerja Nyata Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama (KKN KNMB) yang melibatkan puluhan Perguruan tinggi di Indonesia. Budaya patriaki seakan tidak ada di Papua. Beliau pun sukses menjadi pemimpin yang tangguh dalam mempersiapkan kegiatan besar ini.
Kedua, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) saya di kampus, Dr. Hj. Hafidah, S.Ag., M.Ag. beliau sosok perempuan tangguh nan anggun bagi saya. Pengalaman beliau terjun di lapangan tidak diragukan lagi. Bahkan saya malu sendiri jika saya mengeluhkan kondisi lapangan saya saat pengabdian. Beliau dengan sabar memberi pembekalan kepada saya dan teman saya sebagai delegasi di KKN KNMB dari Kampus UIN Raden Mas Said Surakarta.Â
Beliau juga mendampingi kami saat pemberangkatan dan pembekalan selama tiga hari di Papua. Di tengah kesibukan beliau mengajar sebagai dosen, beliau masih rutin memantau kami via WhatsApp. kelebihana perempuan dibandingkan dengan laki-laki pada umumnya adalah tentang ketelatenan.
Ketiga, DPL kami di lokasi KKN, Arie Rissing Natalia, S. Th., M.Pd. K. Beliau merupakan salah satu dosen di Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Sentani. Beliau adalah dosen seorang ibu dari dua putrinya yang masih kecil. Putrinya yang kedua baru berusia 1 tahun. Rumah beliau berjarak kurang lebih 30 Km dari posko kami.Â
Beliau sering sekali mengunjungi kami, dan tidak jarang pula membawa putri-putrinya. Apalagi saat kami dicoba dengan Malaria, beliau setiap hari ke posko, dan mengantar bolak-balik kami ke puskesmas.Â
Ibu Arie juga, setiap pagi memonitor kami melalui WhatsApp grup, tentang kondisi terkini kami. Saat kami ada kesulitan tidak segan-segan beliau langsung meluncur ke posko kami. Bagi saya dan kawan-kawan KKN saya di Kampung Maribu, ibu Arie sudah seperti ibu kandung kami sendiri.
Keempat, Koordinator lapangan (korlap) kami di Kampung Maribu. Ibu Alfrida Lena selaku kaur umum di Kampung Maribu. Korlap mempunyai tugas untuk mendampingi kami selama pelaksanaan KKN kami di lapangan.Â
Ibu Alfrida dengan tangkas mengikuti alur program kerja kami dan memberi arahan yang kami butuhkan. Ibu Alfrida juga yang banyak membantu proses pendekatan kami ke masyarakat, sehingga kami bisa berbaur tanpa canggung.
Kelima, sosok kaum Hawa yang terakhir adalah saya dan kawan delegasi dari kampus saya. Kami berdua berjenis kelamin perempuan. Kami berdua pernah diragukan akan ketangguhan kami di lokasi KKN yang notabenenya jauh dari Jawa, tidak sedikit yang mengatakan dengan terang-terangan bahkan dari kalangan dosen.Â
Kami berdua dipilih melalui beberapa tahapan seleksi yang diadakan oleh pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) kampus kami. Terkadang saya geli untuk memahaminya, yang menyeleksi kami semua dari kaum Adam, lalu mereka memilih kami, bukankah dengan mereka meragukan kami, mereka juga meragukan kemampuan para penyeleksi kami?.
Perjalanan saya dari Jawa ke Papua, membuat saya bertambah yakin bahwa jenis kelamin tidak akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang ataupun kesempatan seseorang untuk belajar lebih banyak. Budaya patriaki memang belum hilang dari bumi ini, namun setidaknya kita para kaum hawa terus berupaya mematahkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H