Mohon tunggu...
Rafi Hamdallah
Rafi Hamdallah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Cuma buat tugas kuliah aja :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Tasawuf dengan Syariah

19 November 2023   12:31 Diperbarui: 19 November 2023   12:39 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji hanya milik Allah SWT, salawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam ilmu tasawuf terdapat trilogi penting: iman, islam, dan ihsan. Iman berarti meyakini bahwa adanya Dzat yang layak disembah yaitu Allah SWT. Maka sebagai muslim sudah sepantasnyalah meyakini keesaan dan keagungan-Nya. Iman ini diimplementasikan dalam ilmu tauhid yang pelaksanaannya dalam bentuk akidah. Sedangkan Islam berarti penyerahan diri dan kepatuhan seorang hamba (orang-orang yang beriman) dalam beribadah sekaligus melaksanakan syariat yang telah diberlakukan bagi seluruh muslim. Islam ini diimplementasikan dalam ilmu fikih yang pelaksanaannya dalam bentuk syariat. Kemudian, iman dan islam tidak akan kokoh tanpa landasan ihsan, yaitu melaksanakan segala ibadah dengan menghadirkan Allah SWT seolah-olah Dia melihatnya. Ihsan inilah yang implementasinya dalam ilmu tasawuf yang pelaksanaannya dalam bentuk akhlak.

Bicara soal ketiga trilogi dalam tasawuf terdapat hubungan yang saling berkaitan. Iman (yang berlandaskan tauhid) disempurnakan dengan adanya islam (yang berlandaskan syariat). Begitu pula islam (yang pelaksanaan syariatnya) semakin kuat dengan adanya ihsan (yang berlandaskan akhlak). Sebab tanpa ihsan, seorang muslim hanya mengamalkan ajaran Islam tanpa memaknai dan menghayati dengan sungguh-sungguh terhadap apa yang diamalkannya. Begitu pula sebaliknya, tanpa islam memang seorang muslim akan berusaha dekat dengan Tuhannya tetapi cacat karena tidak memiliki ilmu atau tuntunan yang relevan. Pemahaman seperti inilah yang perlu dibahas dengan tajuk Integrasi Tasawuf dengan Syariah.

"Iman goyah tanpa islam, islam cacat tanpa ihsan"

1. PENJELASAN INTEGRASI TASAWUF DENGAN SYARIAT

Tasawuf (تصوف) berakar dari kata صوف (dibaca: suwf) berarti bulu domba. Menurut ulama sufi, tasawuf diumpamakan sebagai bulu domba karena seorang sufi akan senantiasa menyucikan jiwa mereka dengan menunjukkan kesederhanaan dan zuhud (meninggalkan segala kenikmatan duniawi). Dalam konteks keislaman, tasawuf diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan muslim untuk menyucikan/membersihkan jiwanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, yakni Allah SWT. Usaha ini memiliki banyak cara, salah satunya melalui ibadah yang diatur berdasarkan syariat yang ditetapkan hukumnya dalam ajaran Islam. Sedangkan Syariat (الشريعة) berakar dari kata شارع (dibaca: syaari') berarti jalan. Syariat dimaksudkan sebagai jalan bagi seorang mukmin dalam menggapai ma'rifatullah dengan cara beribadah dan lainnya. Syariat juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diturunkan oleh Allah SWT meliputi akidah dan hukum-hukum. 

Antara syariat dan tasawuf sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Meskipun belum ada istilah tasawuf, mereka senantiasa bersikap zuhud (meninggalkan kenikmatan duniawi) dan menyerahkan apapun yang mereka miliki dalam rangka menegakkan ajaran Islam sekaligus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan dalam urusan syariat, mereka mengamalkan hukum-hukum Islam sesuai apa yang diwahyukan kepada Nabi SAW.  Keterlibatan beliau juga dalam kegiatan muamalah (sosial, politik, dan ekonomi) tidak terpisah dengan nilai-nilai spiritual, bahkan bertujuan untuk mengintegrasikannya pada kesadaran rabani, yakni kesadaran bahwa semua aktivitas, gerak, dan langkah manusia pada hakikatnya dari, ke, dan untuk Allah.

Dalam kitab Al-Ta'rifat karya Ali bin Muhammad al-Jurjani dan kitab Al-Mustafa min 'Ilm al-Usul karya Imam al-Ghazali, mereka berpendapat bahwa syariat identik dengan al-din (agama) dan tidak identik dengan fikih. Sementara itu fikih -seperti didefinisikan oleh Imam Syafi'i- adalah ilmu tentang hukum syariat yang bersifat amaliah dan diperoleh melalui ijtihad. Meskipun berbeda definisi, kedua sama-sama diterapkan dalam ajaran islam berdasarkan triloginya (iman, islam, dan ihsan). Berdasarkan trilogi ajaran Islam tersebut,  konsep keterpaduan syariat dengan tasawuf sebagai berikut:

  • Esensi kerohanian (ihsan),  terletak pada kesadaran bahwa  manusia setiap saat berada dalam pengawasan Allah SWT dan para malaikat. Kesadaran itu memiliki dua kekuatan, yaitu al-quwwat al-zawqiyyah (kepekaan emosi) dan al-quwwat al-ruhiyyah (kepekaan spiritual).
  • Ihsan dan tasawuf saling berintegrasi, yaitu dipahami bahwa ihsan adalah tasawuf dan tasawuf adalah ihsan. Ihsan meliputi tasawuf qurani dan sunni (sumber), akhlaki (tujuan), amali (metode), dan salafi (model) yang tidak bercampur dengan syatahat dan bidah.

2. KRONOLOGI PENGINTEGRASIAN TASAWUF DENGAN SYARIAT

Dalam perkembangan ilmu tasawuf dengan syariat, keduanya pernah mengalami pemisahan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dari kelompok sufi (pengamal tasawuf) dan kelompok fukaha (pengamal syariat). Kelompok sufi memahami keagamaan secara esoteris (batiniah) yang melibatkan penjiwaan dan kesadaran pribadi dalam menuju kebahagiaan. Kelompok fukaha memahami keagamaan secara eksoteris (lahiriah) yang menekankan pada kebenaran yang mutlak. Kelompok sufi menolak pemahaman kelompok fukaha yang dianggap menghabiskan hidup mereka dengan mempelajari ilmu yang dibuat oleh manusia tetapi mengklaim pemahaman mereka (sufi) yang memperhatikan hakikat ketuhanan, perjuangan rohani, dan mendapatkan ilmu langsung dari Allah SWT.

Adanya pemisahan tasawuf dan syariat membuat sejumlah ulama berupaya untuk memadukan kembali keduanya. Dimulai oleh Imam Malik bin Anas yang berpendapat bahwa,

من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق (Siapa yang mengamalkan tasawuf tanpa dilandasi pemahaman fikih, maka sungguh ia telah menyimpang.)

Berdasarkan pendapat tersebut, Imam Malik bin Anas melahirkan dua langkah dalam pemaduan tersebut. Pertama, menekankan pentingnya mempelajari fikih sebelum mempelajari tasawuf agar tidak menjadi zindik (kelompok penyimpangan agama). Kedua, keyakinan bahwa pengetahuan yang sejati (al-Hikmah) adalah nur yang ditiupkan Allah ke dalam kalbu. Maksudnya adalah  al-Hikmah adalah menaati Allah, mengikuti bimbingan Allah, memahami agama Allah, dan memiliki pengetahuan tentang agama Allah. Perpaduan tasawuf dengan syariat kemudian diteruskan oleh beberapa ulama sampai puncaknya oleh Abu Hamid al-Ghazali. Beliau memadukan keduanya dengan konsep tasawuf suni, yaitu pengamalan tasawuf berdasarkan bimbingan Al-Qur'an dan sunah. 

Berdasarkan hal tersebut, pemaduan tasawuf dan syariat (moralitas dan hukum) merupakan prinsip yang penting bagi muslim berdasarkan Al-Qur'an dan sunah. Dengan pemaduan ini akan melahirkan pribadi yang menyeimbangkan kebutuhan kebendaan dan kebutuhan spiritual, kehidupan individu, dan kehidupan sosial, serta kehidupan yang berorientasi pada duniawi dan ukhrawi.

3. PERPADUAN FIKIH DENGAN TASAWUF

Fikih adalah ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum Islam, termasuk tata cara beribadah, seperti salat, zakat, puasa, haji, dll. Tasawuf, di sisi lain adalah dimensi mistis dan spiritual dalam Islam yang berfokus pada pengembangan hubungan batin dengan Allah. Perpaduan fikih dan tasawuf meliputi beberapa hal sebagai berikut:

  • Dalam konteks salat, fikih berkaitan dengan aturan dan tata cara pelaksanaan salat, seperti tata cara berdiri, rukuk, sujud, dan lainnya. Fikih memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana melaksanakan salat dengan benar sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan tasawuf membawa dimensi rohani ke dalam salat. Ini mencakup aspek seperti khusyuk (konsentrasi penuh dalam ibadah), tafakkur (kontemplasi), dan hubungan pribadi dengan Allah. Artinya seorang muslim yang melaksanakan salat belum sempurna rasanya apabila belum menghadirkan Allah SWT di dalam salatnya.
  • Dalam konteks zakat, fikih menyediakan kerangka kerja hukum dan aturan yang jelas terkait dengan zakat, seperti persentase yang harus dikeluarkan, jenis-jenis harta yang dikenai zakat, serta penerima dan cara distribusi zakat. Sedangkan tasawuf dalam konteks zakat dapat membantu seseorang mengembangkan sikap batin yang tepat terhadap harta dan pemberian. Tasawuf juga menekankan pentingnya kesadaran akan keberkahan dalam memberi dan pentingnya merasa bersyukur atas karunia yang diberikan Allah. 
  • Dalam konteks puasa, fikih memberikan panduan yang sangat jelas tentang tata cara berpuasa, seperti waktu berbuka puasa dan imsak, apa yang membatalkan puasa, dan bagaimana melaksanakan puasa wajib. Sedangkan tasawuf membantu individu untuk memahami dimensi spiritual puasa. Ini mencakup pengembangan sifat-sifat seperti sabar, tawakal (menyerahkan urusan kepada Allah SWT), syukur, dan meningkatkan hubungan spiritual dengan Allah.
  • Dalam konteks haji, fikih memberikan panduan yang sangat rinci tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji, seperti urutan ritual, waktu pelaksanaan, dan tata cara berpakaian. Sedangkan tasawuf membantu individu memahami dimensi spiritual dari haji. Ini mencakup pengembangan sifat-sifat seperti tawakal (mengandalkan diri pada Allah), rendah hati, kesabaran, dan penghayatan mendalam terhadap makna-makna ibadah haji.

______________________________________

Terima kasih kepada =

Allah SWT

Dosen pembimbing Akhlak Tasawuf UIN Jakarta: Dr. Hamidullah Mahmud, Lc. M.A.

Seluruh pembaca artikel ini.

______________________________________

Referensi =

Ismail, Asep Usman. 2023. Kuliah Akhlak Tasawuf, cet. 1, h. 219-250. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun