Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
Semangat pagi.
Artikel kali ini mereview materi dari seminar yang bertajuk "Manajemen Dakwah dan Peluang Profesi Zakat di Indonesia". Seminar ini dilaksanakan di teater 2 FDIKOM UIN Jakarta dengan moderator bpk. Dr. Ahmadih Rojalih, Lc. LL. M (dosen UIN Jakarta) dan dua narasumber bpk. Rizaludin Kurniawan, M. Si (pimpinan Baznas RI) dan bpk. Dr. H. Muhamad Zen, MA (pembina Lazis MD UIN Jakarta).
A. PELUANG PROFESI ZAKAT DI INDONESIA
Bicara soal zakat, sebagian besar orang (terutama umat Islam) akan mengidentikkan sebagai amalan rukun Islam ke-3. Bisa juga mengidentikkan sebagai bantuan untuk orang yang membutuhkan (mustahik) dalam rangka menyucikan jiwa dan harta. Tetapi, hal yang perlu dipahami bahwasanya zakat tidak hanya sekadar amalan melainkan sudah terorganisasi dan terencana, utamanya di Indonesia. Maka, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI memposisikan peranannya sebagai badan yang mengurusi zakat tersebut.Â
Di Indonesia (menurut data dari Baznas), potensi zakat di Indonesia akan mencapai Rp327 T per-2023Â (hampir menyamai anggaran bantuan sosial dari pemerintah RI sebesar Rp431,5 T per-2022). Namun faktanya, jumlah zakat yang terkumpul pada 2023 lalu baru mencapai Rp33 T (kisaran 10%). Padahal, apabila dana zakat bisa dikelola dengan baik (menurut bpk. Rizaludin Kurniawan) akan bisa menganggarkan bantuan sosial tanpa memerlukan dana dari APBN maupun utang luar negeri. Memang, saat ini bantuan sosial masih mengandalkan bantuan utang dari lembaga-lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF) atau World Bank.
Maka, Baznas berupaya untuk melaksanakan program-program prioritas yang berkelanjutan seperti: Rumah Sehat Baznas, Baznas Micro-finance, Penguatan Baznas Tanggap Bencana, Santri-preneur, Program Beasiswa, Z-Chicken, Z-Mart, Rumah Layak Huni. Program-program tersebut bisa dinilai sebagai langkah yang produktif dan kekinian karena mengikuti perkembangan pasar. Selain itu, Baznas juga membangun Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) sebagai bagian dari filantropi Islam selain Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL) dan Wakaf. Filantropi tersebut dapat menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia bisa menjadi negara paling dermawan di dunia dalam 4 tahun terakhir. Rekor tersebut dicapai dari 3 penilaian: memberikan bantuan kepada orang yang tidak dikenal, donasi uang untuk beramal, dan menjadi sukarelawan dalam organisasi. Jika direfleksi, orang Indonesia pantas meraih rekor tersebut karena suka menyalurkan bantuan (termasuk ke rakyat Gaza, Palestina), menyisihkan sebagian uang (minimal saat salat Jumat), dan sudah ada organisasi seperti Baznas, LAZ, dll.
Kinerja Baznas juga mengupayakan penggeseran paradigma mengenai pengelolaan zakat dari welfare based (berbasis kesejahteraan) ke development based (berbasis pengembangan). Artinya, pengelolaan ini tidak lagi berfokus kepada aksi atas dasar kemanusiaan saja melainkan aksi yang mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai hasil konkret, Baznas telah meraih lisensi dari Top Brand Indonesia dalam kategori Badan Zakat dan Amal pada tahun 2024.Â
Narasumber juga membahas tentang ekosistem ekonomi syariah Indonesia (framework of thinking)Â yang memengaruhi ekosistem pengelolaan zakat di Indonesia. Baznas memposisikan dirinya sebagai salah satu unit operasi internal, baik sebagai pengelola zakat non formal (individu, yayasan, atau masjid) maupun pengelola zakat formal (Baznas atau LAZ). Operasi ini dapat berinteraksi secara langsung melalui penghimpunan dana (dari sumber zakat) maupun penyaluran (ke subjek atau program). Dalam sesi ini, narasumber membuat simulasi penyaluran zakat yang melibatkan penonton. Beliau membuktikan transaksi zakat secara digital melalui mitra-mitra resmi secara langsung. Alhasil terdapat 5 orang sampel yang berhasil dan diberi reward. Namun, sebagai catatan pada saat demonstransi notifikasi pesan dari lembaga sebaiknya narasumber tidak membacakan data yang bersifat privasi seperti nomor rekening, tautan e-mail, nomor telepon, NIK, dsb. Meski demikian, kita perlu mengapresiasi upaya transparansi yang dibuktikan langsung dari Baznas.
Baznas juga mempresentasikan skema ekosistem zakat dalam mendorong peningkatan literasi zakat. Selain itu juga terdapat 3 prospek amil di masa depan: agen perbaikan (agent of repair), agen perubahan  (agent of change), dan agen pengembangan (agent of development). Baznas juga memaparkan peran strategis amil sebagai profesi: mengamalkan pesan dalam Al-Qur'an dan Sunah, kerja dakwah untuk Amar Ma'ruf Nahi Munkar, menyadarkan masyarakat yang kelebihan harta akan kesucian hartanya dengan berzakat, serta mengubah mustahik menjadi muzaki. Peran-peran seperti inilah yang perlu dilakukan secara relevan sesuai dengan prospek zakat yang sesungguhnya: beramal sekaligus menekan kemiskinan. Sebetulnya pengelolaan zakat sangat besar potensinya dikarenakan adanya SDM yang memadai seperti: program studi relevan-utama (saat ini terdapat lebih 30 program studi dari berbagai universitas), penyediaan mahasiswa prodi zakat wakaf (Mazawa), potensi SDM pengelolaan zakat, link and match, serta akselerasi literasi zakat. Sebagai bukti yang konkret, saat ini sudah ada 703 Baznas dan LAZ yang tersebar di seluruh Indonesia, di mana setiap daerah punya kantor cabangnya sesuai birokrasi. Selain itu, juga dirangkum profesi pengelola zakat di Indonesia yang ternyata sebanyak 547.091 orang merupakan lulusan dari 3 bidang utama dan 35 program studi di sejumlah universitas.Â
Sebagai perbandingan tentang pengelolaan zakat di luar negeri, Amerika Serikat memiliki 1,97 lembaga nonprofit yang dikategorisasikan menjadi 3 menurut kategori 501(c)(3): lembaga keagamaan, lembaga amal publik, dan yayasan. Lembaga amal publik berhasil mengumpulkan dana amal sebanyak $499,33 miliar atau Rp7.751 T. Maka, potensi tersebut perlu menjadi acuan bagi pengelolaan zakat di Indonesia, salah satunya melalui lembaga donatur yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia seperti: Climateworks Foundation, Bill & Melinda Gates Foundation, Ford Foundation, dan The David & Lucile Packard Foundation. Sebagai gambaran, sebanyak 4,4 juta muslim di AS telah mendonasikan $4,3 miliar dalam setahun (terbanyak pada momen Ramadan). Hal ini menjadi pencapaian yang luar biasa dan bisa ditiru bagi donatur di Indonesia.
Baznas menjadi salah satu badan yang termasuk ke dalam ekosistem lembaga nonprofit di samping kebijakan, akademik, donatur, dan praktisi. Ekosistem ini berperan dalam terbentuknya fundraiser profesional dengan melaksanakan program-program seperti seminar dan konferensi, pelatihan, sertifikasi, dan pendidikan formal. Para fundraiser ini nantinya dapat bekerja dalam sektor non-commercial platform, comercial platform, innovative platform, maupun AI platform.
Berdasarkan data-data yang dirinci mengenai potensi zakat di Indonesia, kita berkesimpulan bahwa zakat menjadi aksi yang berpotensi besar terhadap upaya beramal dan kemanusiaan. Hal ini perlu diorganisasikan secara teratur dan berkelanjutan sehingga dapat mencapai target-target dalam rangka mengurangi kemiskinan serta berkontribusi bagi perekonomian syariah di Indonesia. Materi ini sangat detail dalam hal presentasi dan disertai dengan data-data yang aktual serta mengomperisasikan terhadap perkembangan zakat di luar negeri.
B. Manajemen ZISWAF
Manajemen ZISWAF menjadi salah satu sektor yang perlu diperhatikan di dalam konteks Manajemen Dakwah. Kita perlu memahami dulu esensi dari MD itu sendiri. Secara terminologi, MD berperan dalam mencapai tujuan dakwah yang efektif melalui aktivitas organisasi yang profesional. Maka MD perlu berkontribusi nyata terhadap masyarakat (terutama mad'u) yang membutuhkan pemahaman akan dakwah. Saat ini sudah ada 3 konsentrasi di dalam program studi Manajemen Dakwah: manajemen keuangan dan lembaga syariah (MLKS), manajemen haji dan umrah (MHU), dan manajemen ZISWAF.
Sebetulnya program studi Manajemen Dakwah dibentuk pada tahun 1990-an dengan diinisiasikan oleh 5 dosen yang secara kebetulan menyusun skripsi dengan tema yang berbeda. Ada yanng menyusun skripsi tentang manajemen majelis taklim, manajemen masjid, manajemen haji dan umrah, manajemen keuangan syariah, dan manajemen ZISWAF. Tetapi dari sekian tema, hanya 3 yang terkualifikasi menjadi konsentrasi yaitu MHU, MLKS, dan MZISWAF. Manajemen majelis taklim dan manajemen masjid dinilai tidak begitu besar prospeknya karena lingkup yang terbatas. Dalam perkembangannya, MHU dan MLKS cenderung lebih banyak peminat daripada manajemen Ziswaf, bahkan setiap tahun bisa dipastikan hanya puluhan mahasiswa yang mengambil konsentrasi tersebut. Sebagai bentuk kekhawatiran, sempat muncul wacana adanya pemerataan kelas konsentrasi atau ZISWAF menjadi program studi sendiri dengan harapan banyak peminatnya.
Salah satu aspek dalam manajemen dakwah adalah Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Secara teori, keempatnya memiliki persamaan, yaitu: sama-sama dilandasi dengan niat yang ikhlas, adanya tujuan sosial yang konkret, dan mendapatkan pahala. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut:
- Dari segi hukum, zakat bersifat wajib sedangkan yang lainnya bersifat sunah.
- Dari segi penerima, zakat hanya berlaku bagi 8 mustahik yang beragama Islam, sedangkan yang lainnya bebas (termasuk kepada nonmuslim).
- Dari segi sifat harta, baik zakat, infak, dan sedekah bersifat habis pakai, sedangkan wakaf bersifat abadi (dapat diwariskan turun-temurun.
Pengelolaan ZISWAF dilakukan oleh amilin yang juga berperan dakwah melalui distribusi dana untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Bagaimana dengan pengelolaan SDM amil? Kita memahami bahwa amil termasuk profesi yang termasuk kelompok mustahik karena mengurus zakat secara transaksional. Setiap amil dibentuk SDM nya melalui rekrutmen, pembinaan, dan kualifikasi output SDM mereka. Pembentukan SDM ini perlu dilakukan dengan mengutamakan profesionalitas serta menyesuaikan dengan visi Baznas. Sebetulnya peran amil tidak dapat diremehkan karena faktanya amil menjadi salah satu profesi dengan gaji yang menjanjikan bahkan di atas UMR rata-rata orang Indonesia (kisaran 4-20 juta berdasarkan tingkatan). Hanya saja tidak banyak yang berkeinginan untuk menjadi amilin.
Pendekatan Manajemen Dakwah melalui Baznas dan LAZ menciptakan program zakat dengan dakwah Islam, memberikan pembinaan spiritual kepada mustahik, dan mempromosikan nilai-nilai kemandirian dan keadilan sosial. Maka perlu adanya instrumen yang digunakan untuk berdakwah, termasuk dengan adanya digitalisasi.
Berdasarkan data-data tersebut, perlu adanya perhatian khusus terhadap aspek ZISWAF yang berpotensi besar tetapi dalam realitasnya masih belum terimplementasi dengan baik. Kita perlu menggeser paradigma yang cenderung menyepelekan peran ZISWAF karena identik dengan bantuan terhadap masyarakat miskin tetapi amilinnya sedikit. Sudah seharusnya ZISWAF ditingkatkan peranannya agar rukun Islam ke-3 dapat terlaksana bagi seluruh umat Islam.
Wallahu a'lam bish-shawaab.
Tangerang Selatan, 17 September 2024.
Penulis: Rafi Hamdallah (NIM. 11230530000012, Prodi Manajemen Dakwah, FDIKOM, UIN Jakarta).
Dosen pengampu: bpk. Drs. Study Rizal LK, M. Ag. (dosen prodi Manajemen Dakwah, FDIKOM, UIN Jakarta).
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H