Sebagai perbandingan tentang pengelolaan zakat di luar negeri, Amerika Serikat memiliki 1,97 lembaga nonprofit yang dikategorisasikan menjadi 3 menurut kategori 501(c)(3): lembaga keagamaan, lembaga amal publik, dan yayasan. Lembaga amal publik berhasil mengumpulkan dana amal sebanyak $499,33 miliar atau Rp7.751 T. Maka, potensi tersebut perlu menjadi acuan bagi pengelolaan zakat di Indonesia, salah satunya melalui lembaga donatur yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia seperti: Climateworks Foundation, Bill & Melinda Gates Foundation, Ford Foundation, dan The David & Lucile Packard Foundation. Sebagai gambaran, sebanyak 4,4 juta muslim di AS telah mendonasikan $4,3 miliar dalam setahun (terbanyak pada momen Ramadan). Hal ini menjadi pencapaian yang luar biasa dan bisa ditiru bagi donatur di Indonesia.
Baznas menjadi salah satu badan yang termasuk ke dalam ekosistem lembaga nonprofit di samping kebijakan, akademik, donatur, dan praktisi. Ekosistem ini berperan dalam terbentuknya fundraiser profesional dengan melaksanakan program-program seperti seminar dan konferensi, pelatihan, sertifikasi, dan pendidikan formal. Para fundraiser ini nantinya dapat bekerja dalam sektor non-commercial platform, comercial platform, innovative platform, maupun AI platform.
Berdasarkan data-data yang dirinci mengenai potensi zakat di Indonesia, kita berkesimpulan bahwa zakat menjadi aksi yang berpotensi besar terhadap upaya beramal dan kemanusiaan. Hal ini perlu diorganisasikan secara teratur dan berkelanjutan sehingga dapat mencapai target-target dalam rangka mengurangi kemiskinan serta berkontribusi bagi perekonomian syariah di Indonesia. Materi ini sangat detail dalam hal presentasi dan disertai dengan data-data yang aktual serta mengomperisasikan terhadap perkembangan zakat di luar negeri.
B. Manajemen ZISWAF
Manajemen ZISWAF menjadi salah satu sektor yang perlu diperhatikan di dalam konteks Manajemen Dakwah. Kita perlu memahami dulu esensi dari MD itu sendiri. Secara terminologi, MD berperan dalam mencapai tujuan dakwah yang efektif melalui aktivitas organisasi yang profesional. Maka MD perlu berkontribusi nyata terhadap masyarakat (terutama mad'u) yang membutuhkan pemahaman akan dakwah. Saat ini sudah ada 3 konsentrasi di dalam program studi Manajemen Dakwah: manajemen keuangan dan lembaga syariah (MLKS), manajemen haji dan umrah (MHU), dan manajemen ZISWAF.
Sebetulnya program studi Manajemen Dakwah dibentuk pada tahun 1990-an dengan diinisiasikan oleh 5 dosen yang secara kebetulan menyusun skripsi dengan tema yang berbeda. Ada yanng menyusun skripsi tentang manajemen majelis taklim, manajemen masjid, manajemen haji dan umrah, manajemen keuangan syariah, dan manajemen ZISWAF. Tetapi dari sekian tema, hanya 3 yang terkualifikasi menjadi konsentrasi yaitu MHU, MLKS, dan MZISWAF. Manajemen majelis taklim dan manajemen masjid dinilai tidak begitu besar prospeknya karena lingkup yang terbatas. Dalam perkembangannya, MHU dan MLKS cenderung lebih banyak peminat daripada manajemen Ziswaf, bahkan setiap tahun bisa dipastikan hanya puluhan mahasiswa yang mengambil konsentrasi tersebut. Sebagai bentuk kekhawatiran, sempat muncul wacana adanya pemerataan kelas konsentrasi atau ZISWAF menjadi program studi sendiri dengan harapan banyak peminatnya.
Salah satu aspek dalam manajemen dakwah adalah Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Secara teori, keempatnya memiliki persamaan, yaitu: sama-sama dilandasi dengan niat yang ikhlas, adanya tujuan sosial yang konkret, dan mendapatkan pahala. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut:
- Dari segi hukum, zakat bersifat wajib sedangkan yang lainnya bersifat sunah.
- Dari segi penerima, zakat hanya berlaku bagi 8 mustahik yang beragama Islam, sedangkan yang lainnya bebas (termasuk kepada nonmuslim).
- Dari segi sifat harta, baik zakat, infak, dan sedekah bersifat habis pakai, sedangkan wakaf bersifat abadi (dapat diwariskan turun-temurun.
Pengelolaan ZISWAF dilakukan oleh amilin yang juga berperan dakwah melalui distribusi dana untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Bagaimana dengan pengelolaan SDM amil? Kita memahami bahwa amil termasuk profesi yang termasuk kelompok mustahik karena mengurus zakat secara transaksional. Setiap amil dibentuk SDM nya melalui rekrutmen, pembinaan, dan kualifikasi output SDM mereka. Pembentukan SDM ini perlu dilakukan dengan mengutamakan profesionalitas serta menyesuaikan dengan visi Baznas. Sebetulnya peran amil tidak dapat diremehkan karena faktanya amil menjadi salah satu profesi dengan gaji yang menjanjikan bahkan di atas UMR rata-rata orang Indonesia (kisaran 4-20 juta berdasarkan tingkatan). Hanya saja tidak banyak yang berkeinginan untuk menjadi amilin.
Pendekatan Manajemen Dakwah melalui Baznas dan LAZ menciptakan program zakat dengan dakwah Islam, memberikan pembinaan spiritual kepada mustahik, dan mempromosikan nilai-nilai kemandirian dan keadilan sosial. Maka perlu adanya instrumen yang digunakan untuk berdakwah, termasuk dengan adanya digitalisasi.
Berdasarkan data-data tersebut, perlu adanya perhatian khusus terhadap aspek ZISWAF yang berpotensi besar tetapi dalam realitasnya masih belum terimplementasi dengan baik. Kita perlu menggeser paradigma yang cenderung menyepelekan peran ZISWAF karena identik dengan bantuan terhadap masyarakat miskin tetapi amilinnya sedikit. Sudah seharusnya ZISWAF ditingkatkan peranannya agar rukun Islam ke-3 dapat terlaksana bagi seluruh umat Islam.
Wallahu a'lam bish-shawaab.