Mohon tunggu...
DTMC Articles
DTMC Articles Mohon Tunggu... Mahasiswa - Our Vision, We Will Rise Up

Tempat kreator Decagon Twins Media menulis opini, artikel, dll. Pernah menulis opini di Kompasiana dengan akun Rafif2020. Sebelumnya artikel ini diberi nama Rafif Hamdillah Official. Tulisan sebelumnya yang pernah dibuat : https://www.kompasiana.com/rafif20206799/621ac9103179497f34707635/ada-apa-sebenarnya-di-media-sosial-kita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemerosotan Bangsa Indonesia: Mau Sampai Kapan?

4 Oktober 2023   15:26 Diperbarui: 4 Oktober 2023   15:26 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

5.Skeptisis terhadap demokrasi dan dinamika zaman

Belakangan demokrasi di Indonesia terombang-ambing oleh ketidakjelasan dan ketidakloyalan pemerintah maupun rakyatnya. Kita perlu berkaca, sudah seberapa banyak persepsi publik yang dirusak sehingga menimbulkan kesan skeptisis (keragu-raguan). Sudah banyak kebijakan pemerintah yang memicu persoalan bagi rakyat (dibahas pada artikel selanjutnya) tidak terlepas dari adanya komunikasi yang menimbulkan multitafsir. Teranyar, pembangunan infrastruktur dan investasi yang terus bergeliat dipahami oleh sebagian rakyat sebagai keambiguan. Sebagai contoh, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sudah resmi dicanangkan sejak 2022 lalu ternyata menimbulkan kontradiktif. Sebagian pihak menyebut pembangunan IKN tidak begitu krusial dan hanya menguras APBN negara, merusak hutan lindung dan eksploitasi sumber daya alam, menambah beban utang negara, hanya mementingkan ego pemerintah dan investor, mengabaikan masyarakat adat, dan lainnya. Padahal sudah berkali-kali disampaikan bahwa IKN termasuk program prioritas pemerintah yang berkonsep smart green city, zero carbon emission, ramah pejalan kaki, dan terpenting memadukan unsur kebhinekaan.

Skeptisis dan pesimis yang menjadi benak bagi sebagian rakyat juga berkaca pada inovasi-inovasi yang dikembangkan. Misalkan, berita pengecatan ulang pesawat kepresidenan RI yang mengeluarkan dana Rp2,1M pada 2021 diprotes beberapa tokoh publik. Alasannya saat itu negara tengah dalam krisis pandemi. Hal ini menimbulkan perspektif bahwa pengecatan tersebut tidak ada gunanya dan lebih baik diberikan untuk kebutuhan rakyat miskin. Memang betul, tetapi apa bedanya kalau dibandingkan dengan pembelian pesawat kepresidenan seharga Rp820 miliar pada masa SBY padahal kala itu ekonomi Indonesia relatif stabil?

Perspektif yang teranyar adalah pembangunan kereta cepat WHOOSH (Waktu Hemat Operasi Optimal Sistem Hebat) yang diresmikan 2 Oktober 2023 lalu. Kereta tersebut dibangun untuk menghubungkan Jakarta-Bandung, alih-alih diteruskan ke Surabaya. Mungkin sebagian masyarakat memandang tidak begitu memerlukan transportasi tersebut, apalagi dikenakan kompesasi kepada pihak KCIC. Bahkan dinilai akan mematikan peran transportasi lainnya seperti KA Argo Parahyangan. Hal ini jelas keliru sebab dengan adanya kereta cepat bukankah itu akan mempercepat mobilisasi publik dan mendorong transformasi kereta cepat di Indonesia.

Satu hal yang penulis sorot berkaitan dengan adanya sentimen anti-Tionghoa. Sentimen ini sudah ada sejak kericuhan diskriminasi pada tahun 1997-1998, bersamaan dengan krisis ekonomi. Orang Tionghoa dipandang sebagai kaum yang sengaja memonopoli ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia. Apalagi di zaman sekarang, pangsa perekonomian Indonesia sudah dimiliki Cina dalam berbagai sektor. Masyarakat yang bersentimen ini kemudian memandang sebagai ancaman yang dianggap membinasakan eksistensi mereka.

Penulis berasumsi bahwa kebanyakan dari kita masih nyaman dengan zona nyaman (hidup apa adanya) dan abai dengan dinamika zaman. Masih longgar rasanya setiap pagi terlepas dari hiruk-pikuk luar dengan bersantai, ngopi, dan tiduran. Padahal di luar sana mulai membutuhkan tangan-tangan kita untuk giat dan mau berinovasi. Terpikirkah bahwasanya untuk mencapai kesejahteraan rakyat salah satunya dengan bersaing secara global dan menginovasikan sesuatu yang mendatangkan income besar untuk negara? Kalau sekiranya masih menerapkan pola tradisional dan tidak mau berkembang, kesejahteraan rakyat akan tetap berjalan di tempat sampai kapanpun.

Konservatisme dalam hal pelestarian budaya dan nilai moral bagus

Namun tidak pada pemikiran

Manakah kemapanan yang perlu dipertahankan?

*****

Kelima faktor tersebut seharusnya menjadi perhatian serius, bagi pemerintah maupun rakyat. Di saat seperti inilah menjadi saat yang tepat untuk mentransformasikan negara kita. Negara ini tidak hanya membutuhkan perubahan (semua dimulai dari nol), melainkan perbaikan dan peningkatan dengan memberdayakan semua potensi negara yang sudah ada. Dengan demikian, visi Indonesia 2045 bisa dipastikan tercapai  dan Indonesia akan menjadi negara maju sesuai dengan dambaan kita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun