Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa | Writer in Progress | Copy Writer | Like Reading a Book

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebaikan di Tengah Hujan

23 Desember 2024   18:52 Diperbarui: 23 Desember 2024   18:52 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu sore yang hujan deras, seorang pria bernama Roni sedang berjalan pulang dari kantornya. Hari itu dia lembur dan akhirnya keluar lebih malam dari biasanya. Hujan yang mulai turun sejak siang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Roni mempercepat langkahnya, berharap bisa segera sampai di rumah sebelum basah kuyup. Jaket hujan yang dipakainya tidak banyak membantu dari derasnya air yang jatuh dari langit.

Saat sedang menyusuri trotoar, Roni melihat seorang ibu tua yang berdiri di pinggir jalan. Payung kecil yang ia bawa hampir tidak melindunginya dari hujan, dan tampak jelas ia kebingungan. Roni merasakan dorongan dalam hatinya untuk membantu. Dia tahu, ini bukan saatnya berpikir panjang; kebaikan tidak boleh ditunda.

Roni mendekati ibu tua itu dengan senyuman. "Selamat sore, Bu. Mari, kita berteduh dulu di tempat yang lebih aman," ujarnya sambil membukakan payungnya yang lebih besar. Mereka berjalan bersama menuju sebuah warung kecil di sudut jalan. Warung itu memiliki atap yang cukup untuk melindungi mereka dari hujan.

"Terima kasih, Nak. Saya sangat terbantu," kata ibu tua itu sambil sedikit gemetar. "Saya sedang menunggu angkutan umum, tapi hujan tak kunjung reda."

Roni merasa iba. Dia tahu bahwa dalam kondisi seperti ini, menunggu angkutan umum bisa jadi sangat melelahkan, terutama bagi orang yang sudah lanjut usia. "Jangan khawatir, Bu. Saya akan mengantar Ibu pulang," kata Roni dengan penuh keyakinan.

Meski awalnya menolak karena tidak ingin merepotkan, Ibu Wati akhirnya menerima tawaran tersebut setelah melihat kesungguhan di mata Roni. "Terima kasih banyak, Nak. Kamu sangat baik," ujarnya.

Dalam perjalanan menuju rumah Ibu Wati, mereka berbicara tentang banyak hal. Ibu Wati bercerita tentang masa mudanya, tentang bagaimana ia membesarkan anak-anaknya, dan tentang suaminya yang telah tiada. Roni mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa tersentuh oleh kisah hidup ibu tua itu. Ada rasa hangat dan keterhubungan yang berkembang di antara mereka.

Sesampainya di rumah Ibu Wati, Roni disambut dengan kehangatan yang luar biasa. "Masuklah dulu, Nak. Minumlah teh hangat untuk menghangatkan badanmu," undang Ibu Wati. Roni merasa segan, tapi ibu tua itu bersikeras. Akhirnya, Roni pun masuk dan duduk di ruang tamu sederhana namun nyaman. Sambil menikmati teh hangat, mereka melanjutkan obrolan mereka.

Ibu Wati bercerita tentang hari-hari yang ia lewati sendirian sejak anak-anaknya pindah ke luar kota. Kesepian sering kali menghampirinya, namun ia tetap berusaha tegar. Roni merasakan simpati yang mendalam. Dia tahu bahwa kebaikan kecil yang ia lakukan hari ini mungkin tampak sederhana, tetapi dampaknya bisa sangat besar bagi orang lain.

"Bu, saya sangat senang bisa membantu. Semoga Ibu selalu sehat dan bahagia," kata Roni ketika berpamitan.

Ibu Wati tersenyum haru. "Terima kasih, Roni. Kamu adalah malaikat penolong hari ini. Semoga kebaikanmu dibalas berlipat ganda."

Roni pulang dengan perasaan bahagia yang berbeda. Sepanjang perjalanan, ia merenungkan betapa pentingnya untuk selalu siap menolong orang lain tanpa menunda-nunda. Kebaikan yang dilakukan tanpa ragu-ragu tidak hanya memberikan kebahagiaan bagi penerimanya, tetapi juga bagi pelakunya.

Keesokan harinya, Roni kembali menjalani rutinitasnya. Namun, pengalaman bersama Ibu Wati meninggalkan bekas mendalam di hatinya. Setiap kali ia melihat seseorang yang membutuhkan bantuan, ia teringat betapa berartinya kebaikan yang dilakukan segera tanpa menunda.

Beberapa minggu kemudian, saat Roni sedang berjalan-jalan di taman, ia melihat seorang anak kecil yang menangis karena kehilangan ibunya. Tanpa berpikir panjang, Roni mendekati anak itu dan menenangkannya. Ia menanyakan siapa nama ibunya dan mencoba mencari di sekitar taman. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya ia menemukan ibu si anak yang juga sedang panik mencarinya.

"Oh, terima kasih banyak, Mas. Saya sangat khawatir tadi," kata ibu anak itu dengan wajah lega.

Roni hanya tersenyum. "Tidak apa-apa, Bu. Senang bisa membantu."

Pengalaman ini semakin mengukuhkan keyakinan Roni bahwa kebaikan yang tidak ditunda akan selalu membawa dampak positif, baik besar maupun kecil. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk berbuat baik dan membuat dunia ini sedikit lebih cerah.

Di lain waktu, Roni juga mulai aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya. Dia bergabung dengan komunitas yang fokus pada pemberdayaan masyarakat. Roni membantu dalam berbagai kegiatan, mulai dari mengajar anak-anak hingga membantu mendistribusikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Semangatnya dalam berbuat baik tidak pernah pudar, malah semakin berkobar.

Roni menjadi dikenal sebagai sosok yang selalu siap membantu tanpa pamrih. Teman-temannya sering kali merasa terinspirasi oleh ketulusannya. Mereka melihat bahwa kebaikan yang tidak ditunda-tunda memiliki kekuatan untuk mengubah hidup banyak orang.

Suatu hari, Roni menerima undangan dari sekolah lama Ibu Wati. Ternyata, Ibu Wati telah menceritakan kebaikan Roni kepada kepala sekolahnya, dan mereka ingin memberi penghargaan kepada Roni atas kebaikan hatinya.

"Terima kasih, Roni, atas semua kebaikan yang telah kamu lakukan. Semoga semangatmu dalam berbuat baik bisa menginspirasi banyak orang," kata kepala sekolah saat memberikan penghargaan tersebut.

Roni merasa tersanjung dan berterima kasih. Dia tahu, penghargaan ini adalah simbol dari betapa kuatnya dampak kebaikan yang ia lakukan. Namun, lebih dari itu, Roni merasa bahwa kebahagiaan dan kedamaian yang ia rasakan setiap kali membantu orang lain adalah hadiah terbesar.

Hidup terus berjalan, dan Roni tetap berpegang pada prinsipnya untuk selalu berbuat baik tanpa menunda. Dia percaya bahwa di tengah dunia yang sibuk dan penuh tantangan ini, kebaikan sekecil apapun tidak boleh ditunda. Kebaikan adalah bahasa universal yang bisa dipahami oleh semua orang, dan Roni bertekad untuk terus menyebarkan pesan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun