Aku menggenggam kacang rebus itu erat, mencoba mengingat aroma rumah yang selalu menenangkan. "Perjalanan ini," pikirku, "adalah caraku kembali ke diriku sendiri."
Kereta berhenti di stasiun berikutnya. Orang-orang baru masuk, menggantikan mereka yang turun. Aku mendengar suara anak-anak kecil tertawa, mengingatkanku pada rasa murni kebahagiaan yang sering kali terlupakan. Dalam hiruk pikuk kereta ini, aku merasa ada ritme kehidupan yang menyatu, seakan-akan semua orang sedang memainkan perannya masing-masing dalam sebuah simfoni besar.
Aku melihat seorang pria muda dengan gitar di tangannya. Dia mulai memetik dawai, melantunkan lagu lembut yang menenangkan. Suaranya memenuhi gerbong, membawa kami semua ke dalam suasana yang lebih hangat. Aku tersenyum, merasa terhubung dengan semua orang di kereta ini, meskipun kami tidak saling mengenal.
Ketika kereta mendekati tujuan akhirnya, aku merasa enggan untuk turun. Rasanya perjalanan ini terlalu singkat, padahal begitu banyak yang telah aku renungkan. Tapi seperti halnya hidup, setiap perjalanan memiliki akhirnya, dan kita harus melanjutkan langkah kita.
Aku membereskan barang-barangku, menyelipkan buku catatan ke dalam tas. Sebelum melangkah keluar, aku melihat sekali lagi ke dalam gerbong. Wajah-wajah yang asing namun akrab, pemandangan yang akan aku kenang lama setelah aku turun dari kereta ini.
Di peron, aku berdiri sejenak, memandang kereta yang perlahan-lahan bergerak pergi. Aku tersenyum. Perjalanan ini, meski singkat, telah memberiku sesuatu yang berharga: kesadaran bahwa setiap langkah, setiap momen, adalah bagian penting dari cerita hidupku.
Dengan hati yang lebih ringan, aku melangkah keluar dari stasiun, siap untuk melanjutkan perjalanan berikutnya, apa pun yang menantiku di depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H