*Historiografi
Begalan merupakan salah satu ritual dalam bentuk kesenian yang memiliki makna slametan atau ruwat. Sebagaimana catatan Supriyadi,istilah Begalan dalam tradisi Wong Banyumas tidak merujuk pada makna perampasan barang-barang milik orang lain, apalagi mencelakakannya.Tetapi, justru menjaga dari gangguan roh-roh jahat.Â
Jadi Begalan adalah salah satu syarat atau krenah/pengruwat guna menghindari kekuatan-kekuatan gaib yang dapat mengganggu dan mengancam keselamatan terutama pada kedua mempelai pengantin.
Dalam pementasan seni Begalan, terdapat sisi yang menarik ketika ada dialog antara orang yang dibegal (pihak pria) dengan si Pembegal (pihak wanita).Â
Dalam dialog tersebut biasanya berisi kritikan dan nasehat bagi calon pengantin yang di sampaikan dengan bahasa yang humoris dan diiringi gending khas banyumas untuk menghibur penonton.
 Selain itu, juga terdapat tarian klasik yang gerakannya tidak beraturan, mereka hanya menyesuaikan gerak tari dengan suara gending saja.Dalam tradisi Begalan terdapat beberapa alat rumah tangga yang dibawa oleh pihak pria dalam upacara sebagai simbol kehidupan keluarga.
Diantaranya yaitu: pedang wlira (alat pemukul dari pohon pinang), brenong kepang (alat-alat) yang terdiri dari; wangkring atau mbatan (alat pikul), ian ilir (kipas anyaman), kukusan (penanak nasi dari bambu), kekeb (tutup kukusan), tali, centhong (sendok dari tempurung kelapa untuk menyendok nasi), irus (sendok dari tempurung kelapa untuk menyendok sayur), siwur (gayung dari tempurung kelapa), pari (padi), muthu-ciri (uleg-uleg-cobek),kendhil (periuk dari tanah). Alat-alat lain biasanya sebagai tambahan sesuai dengan juru begalnya.Â
Memang barang-barang yang disebut sebagai brenong kepang ini sangat erat dengan kehidupan manusia dibumi, terutama bagi pengantin yang akan menjalani kehidupan baru.Â
Pengertian perkawinan menurut adat adalah suatu hubungan suami istri yang bermaksud untuk mendapatkan keturunan di kemudian hari dan kelak akan meneruskan kekerabatan orang tuanya. Disamping itu ada kalanya suatu perkawinan merupakan sarana pendekatan dan perdamaian kerabat dan begitu pula perkawinan bersangkut paut dengan warisan, kedudukan dan harta perkawinan.Â
Menurut hukum adat, perkawinan merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, dan dapat juga merupakan urusan pribadi, bergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan.Â
Di dalam persekutuan hukum yang merupakan kesatuan-kesatuan susunan masyarakat, yaitu persekutuan desa dan wilayah, pernikahan warganya merupakan unsur penting didalam peralihan kepada inti sosial dari masyarakat untuk menikmati hak dan memikul kewajiban serta bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan masyarakat.Â