Puas mengitari Pulo Kemaro, silakan kembali naik ketek menuju Kampung Al Munawar! Kampung ini adalah kampung Arab tertua yang ada di Palembang. Yang istimewa dari kampung ini adalah rumah-rumah dengan arsitektur khas arab dengan kayu-kayu besar berumur ratusan tahun yang masih berdiri kokoh.
Pukul 14.00 -- 15.30 -- Klenteng Dewi Kwan Im 10 Ulu
Satu lagi bangunan khas Tionghoa yang masih dilestarikan hingga sekarang. Klenteng Kwan Im atau Klenteng Tri Dharma Chandra Nadi adalah sebuah bangunan peribadatan yang biasa digunakan untuk berdoa beragam agama dan kepercayaan. Klenteng ini tepat berada di pinggiran sungai Musi---tepatnya di perkampungan 10 ulu Palembang. Dengan jarak tempuh kurang lebih 5 menit dari Kampung Arab Al Munawar, rasanya sayang jika melewatkan klenteng tertua yang ada di Palembang ini.
Ingat, jika tidak memiliki keperluan kalian cukup mengambil gambar di pelatarannya saja, ya! Hanya itu? Nggak dong. Di belakang bangunan ini, ada penjual makanan khas Palembang yang jarang ditemukan: Teluk Ukan. Letaknya persis di belakang klenteng ini. Cocok kan buat makanan ringan ketika sore menjelang? Sempatkan untuk mencicipinya bersama ketan bakar, ya!
Tak jauh dari Kelnteng Dewi Kwam In, terdapat sebuah rumah seorang kapten yang melegenda di Palembang yaitu Tjoa Kie Tjuan yang memimpin sisi barat ulu sungai Musi pada tahun 1830 - 1855. Kampung Kapitan adalah kawasan cagar budaya yang terdiri atas dua rumah panggung tua yang diyakini sudah ada sejak zaman Dinasti Ming.
Salah satu yang paling menarik perhatian ada di rumah pertama. Ornamen eksotisme Tionghoa tersebar dengan aksen berwarna merah menyala yang memanjakan mata. Dari luar, kita bisa melihat bentuk rumah limas khas Palembang. Bagian tengahnya merupakan ruang terbuka yang biasa digunakan untuk menerima tamu. Dan di ujung dari rumah ini, terdapat altar terbuka untuk ziarah para leluhur. Bau dupa terkadang juga tercium ketika memasukinya.