Mohon tunggu...
Rafendra Aditya
Rafendra Aditya Mohon Tunggu... Staf Biro Informasi dan Hukum Kemenko Kemaritiman -

Menulis membuatku merasakan hal-hal yang tak dapat kurasakan di dunia nyata. Menulis itu membangun rumah, dengan pondasi gagasan, material kata-kata dan atap khasanah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kehangatan dan Ketangguhan Kwetiau Shell Rawamangun

23 September 2016   20:23 Diperbarui: 23 September 2016   20:30 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beginilah ketika kwetiau bersahabat dengan pecipta rasa. dokpri

Selain bumbu yang masih tradisional, warung ini juga juara dengan sambalnya. Sebelum tren makanan pedas menjadi viral, siapa sangka ternyata telah banyak penggemar menu nasgor pedas dan mie pedas telah terpuaskan di sini. Pilihannya hanya 3: biasa, pedes atau sedeng? Begitu sang pemasak menanyakan ketika kita memesan. Sering kali para pelanggan harus bersin-bersin karena pedih di hidung akibat uap tumisan sambal. Bagi yang kurang suka atau level pedasnya biasa-biasa saja, jangan pernah menjawab pertanyaan tersebut dengan ‘Pedes’, apalagi ‘pedes banget!”

Memang hanya sebuah warung tenda dengan satu meja. Pedagang kecil pelanggar aturan pemda. Tapi jangan salah, sang pemasak mengaku menghabiskan rata-rata 80 porsi di hari biasa dan 100 porsi bahkan lebih di akhir pekan. Dengan mulai menggelar tenda pukul 5 sore hingga pukul 11 malam. Tak jarang belum sampai pukul 10 semua menu ludes alias sold out.

Ada yang berbeda ketika menikmati sajian restoran dengan kaki lima seperti ini. Pertama, kehangatan kaki lima terasa lebih alami dan manusiawi, bukan sebatas prosedur yang memaksa bahkan hanya untuk menarik senyum seutas. Ada interaksi antara pelanggan dan pelayan yang luwes.

Kedua, hanya di kaki lima kita turut menyaksikan bagaimana makanan kita dimasak. Tentu hal ini memang kebanyakan berseberangan dengan tampilan hidangan. Tidak cantik memang, tapi tentu yang dicari dalam makanan adalah rasa dan cerita, bukan sekedar tampilan.

Terakhir, memang hanyalah sebuah warung tenda. Dengan satu meja berlapis bekas banner saja. Tapi di sinilah selera dan berputarnya roda. Kita masih menunggu, para petinggi menatanya.

Salam Kuliner Kaki Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun