Mohon tunggu...
Rafaveer
Rafaveer Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

S1 Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Analisis Epistemologis Kebijakan Pemerintah terhadap Transparansi Informasi Pandemi Covid-19 di Indonesia

2 April 2020   06:03 Diperbarui: 2 April 2020   06:16 4726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter, serta jenis pengetahuan. Secara sederhana, epistemologi adalah teori tentang pengetahuan. Epistemologi juga adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara kritis, normatif, dan evaluatif mengenai proses bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia.

Ada 3 metode untuk menjawab status epistemologis pada suatu kasus, yaitu empirisme, metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman; rasionalisme, berpendirian jika sumber atau induk pengetahuan berasal dari akal; fenomenalisme, membuat uraian tentang sebuah pengalaman.

Dalam membahas kebijakan Presiden Jokowi dalam penanganan wabah Covid-19 ini, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kebijakan publik. Menurut B. Guy Peters, kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah guna mengubah ekonomi dan masyarakat. Dalam kebijakan publik ini, berbagai proses bisa terjadi.

Dalam buku An Overview of Approaches to the Study of Public Policy, proses ini dapat diobservasi dari berbagai pendekatan teori, misalnya teori elite berkuasa, teori kelompok, teori sistem, teori institusional, serta teori pilihan rasional yang didasarkan pada analisis biaya-keuntungan.

Menanggapi kebijakan publik yang dilakukan pemerintahan Jokowi dalam menangani Covid-19, epistemologis mengkaji bagaimana proses pengambilan kebijakan tersebut dilakukan. Dalam filsafat intelijen, status epistemologis ini dikaji berdasarkan sudut pandang intelijen.

Salah satu kebijakan dari Presiden Jokowi untuk menangkal Covid-19 ini adalah dengan tidak membuka informasi soal penanganan Covid-19 kepada masyarakat dengan alasan untuk meminimalisir kepanikan.

Sebenarnya hal ini bukan tanpa sebab, secara fenomenalisme, hal ini telah terbukti dengan terjadinya panic buying ketika Indonesia akhirnya masuk dalam peta sebaran virus Corona.

Aktivitas pembelian sejumlah barang terutama alat kesehatan saat itu tiba-tiba melonjak diikuti dengan kenaikan harga. Fenomena panic buying ini dapat menimbulkan kerugian yang luas secara keuangan.

Kebijakan lain dari Pemerintahan Jokowi adalah dengan tidak menerapkan lockdown di Indonesia. Lockdown sendiri berarti mengunci semua akses keluar masuk di negara atau kawasan tersebut, masyarakat pun diatur sedemikian rupa agar tidak berkeliaran dan berkerumun di tempat umum.

Kebijakan ini telah ditetapkan di berbagai negara seperti Italia, China, dan Malaysia. Jokowi mengatakan bahwa karakter, budaya, serta kedisiplinan masing-masing negara berbeda, sehingga kebijakan yang dibutuhkan Indonesia pun berbeda. Indonesia sendiri memilih untuk menerapkan kebijakan social distancing dan work from home bagi beberapa instansi pemerintah maupun swasta.

Sebenarnya kebijakan yang dipilih Indonesia menjadi keputusan pemerintah, namun dengan tidak diterapkannya lockdown banyak pihak yang meragukan keseriusan pemerintah untuk mengamankan rakyatnya.

Pemerintah memikirkan dampak ekonomi dari lockdown itu sendiri, perekonomian Indonesia bergantung pada usaha yang akan terdampak secara besar apabila lockdown diterapkan, pendapatan masyarakat serta pasokan barang yang terhambat akan menimbulkan konflik baru.

Pada dasarnya, hal ini kembali lagi pada apa yang menjadi pendekatan pemerintah dalam merumuskan kebijakannya. Pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi disamping keamanan rakyat. Kita mengenal istilah for the greater good, ada yang harus dikesampingkan untuk mencapai kebaikan yang lebih baik.

Dari sudut pandang yang lain, intransparansi pemerintah dalam penanganan penyebaran Covid-19 ini bisa juga disebabkan karena kegagalan Pemerintah Indonesia dalam menyusun kebijakan untuk memerangi virus Corona ini sejak awal.

Pemerintah dianggap tidak memenuhi hak Kesehatan rakyat lantaran banyaknya korban jiwa dari pandemi ini yang sebenarnya bisa dicegah jika Indonesia memiliki kesadaran akan wabah ini dan bukannya mengkhawatirkan sector pariwisata dengan menyewa influencer atau memangkas harga tiket pesawat.

Hal ini kembali lagi pada apa yang menjadi pendekatan pemerintah untuk menentukan prioritasnya, pendekatan ini didapat bisa dari pengalaman masa lalu ataupun akal pikiran elite politik yang memutuskan kebijakan.

Sebenarnya, kegagalan dalam kebijakan publik merupakan hal yang memang ada dan apa yang terjadi sekarang merupakan hal yang harus diperbaiki. Mungkin, Intransparansi ditujukan untuk mencegah disinformasi beredar di masyarakat dan menimbulkan kepanikan yang akan menambah konflik baru.

Pada akhirnya, segala upaya yang dilakukan negara harus bermuara pada satu tujuan yaitu kepentingan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun