Mohon tunggu...
Rafa Putri
Rafa Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta program studi Manajemen Dakwah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Namaku Asya

1 Juli 2024   19:08 Diperbarui: 1 Juli 2024   19:10 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari demi hari aku menangis karna rindu ibu dan ayah, teman-teman baruku dijenguk seminggu sekali namun diriku sebulan sekali. Makanan yang sangat membosankan dan antrian yang Panjang menjadi hal yang sangat aku jengkelkan disana. Bukan hanya antri makan, tetapi antri mandi, dan antri jajan. Butuh proses untukku beradaptasi dengan semua itu. Tapi untungnya ada kakakku, apapun yang kurasa pasti kuceritakan padanya. Dan hal yang sangat membuatku ingin berhenti adalah pelajarannya. Ya, kukira walaupun dipondok aku tetap bisa mengembangkan matematikaku tapi ternyata tidak, aku harus mempelajari 20 mata Pelajaran dan dominan diisi oleh Pelajaran pondok.

 Kukira itu tidak akan mengganggu konsenku pada matematikaku, tapi ternyata nilaiku hancur karena tidak bisa mengarahkan semua fokusku pada matematika. Fokusku tertuju pada Pelajaran pondok, dengan Pelajaran yang dominan mengandalkan hafalan membuatku acuh tak acuh dengan matematika. Karena syarat kenaikan kelas adalah nilai pondok yang bagus, bukan nilai Pelajaran umum. Aku menduduki peringkat 6 dikelasku dan aku merasa senang karena aku ada diantara orang-orang pintar. Aku menduduki kelas paling unggul diangkatanku dari 8 kelas yang tersedia disana. Semakin lama prosesku semakin membaik disana, dan itu semua bisa terjadi karena do'a orangtua, kakakku yang sudah menemaniku dan mendengar seluruh keluh kesahku dan selalu ada untukku kapanpun dan dimanapun, dan terutama karena izin Tuhan.

Cobaan Kembali datang menghampiri keluargaku, covid menyerang warga Indonesia dan kami terkena dampaknya juga. Dampak akan surutnya pemasukan. Ditambah ayahku belum ada pekerjaan tetap dan uang dubbing pun tidak begitu mencukupi kebutuhan kami, masih banyak hal yang tidak teratasi. Bahkan usaat ibuku menginginkan bakso, ayahku tidak dapat membelikannya karena uang memang tidak ada. Aku mendengar hal itu sangat ingin menangis dan menyesal sudah masuk pesantren, karena uang biaya sekolahku dan kakakku disana seharusnya bisa untuk modal usaha yang lain atau untuk keperluan lain. Tapi ibu dan ayah selalu berkata padaku "Allah bakal ganti semuanya, dan kamu sama kaka lagi belajar agama Allah pasti denger do'a kalian. Percaya kalo suatu saat nanti semuanya bakal diganti sama Allah, dan percaya kalo rezeki udah diatur sama Allah".

Masa itu terasa berat terutama bagi ayahku sebagai kepala keluarga, beban yang ia tampung sangatlah banyak. Diam duduknya kacau pikirannya. Adikku belum membayar uang sekolah selama berbulan-bulan tapi Tuhan baik, adikku masih diizinkan untuk sekolah dan diberikan dispensasi oleh sekolah. Karena ayahku lebih mengutamakan sekolahku dan kakakku. Karena segala kegiatan kami ada disana terutama makan. Ayahku tidak ingin anak yang jauh dari jangkauannya tidak hidup dengan tenang. Kalian tau? kita hebat, tapi ayahku lebih hebat. Apapun yang terjadi ibu selalu melibatkannya dengan Tuhan. Selalu yakin akan adanya Tuhan, selalu yakin bahwasannya apapun yang terjadi didunia ini atas kehendak Tuhan, dan selalu yakin apapun yang terjadi pasti ada tujuannya, tapi hal itu tidak ada dipikiran kita karena itu semua sudah rencana sang pencipta.

Ayahku suka ragu akan hal itu, tapi ibu selalu meyakinkannya. Bahkan ayahku pernah berkata "Yang gak solat aja jadi orang kaya, kita yang solat gak kaya" aku hanya bisa Tarik nafas saja, karena aku tau ayahku sedang pusing dengan keadaan saat itu. Selama aku dan kaka dipesantren kami hanya bisa berdo'a semoga rezeki kami dimudahkan dan dilancarkan. Kalian tau? aku sempat tidak percaya akan satu hal yang terjadi, tetapi terjadi berulang-ulang kali. Ketika ibu membagi uang yang kita miliki kepada orang lain padahal uang kita hanya sedikit dan kebutuhan kami belum terpenuhi, Ayahku sering mengatakan  "Mana Allah mana? kita gapunya uang ni yaa Allah mana yaa Alah mana" ayah mengucapkan dengan nada bercanda tapi ibuku sensitif, "Istighfar yang, bakal diganti sama Allah, percaya sama Allah" jawab ibuku sambil menggelengkan kepalanya.

Kun fayakun jika Tuhan sudah berkehendak pasti ada jalannya, selalu ada rezeki yang datang setelah ibu berkata seperti itu, ayahku pun sampai kaget kenapa ada orang yang dengan cuma-cuma memberikan uangnya kepada kami. Memang takdir Tuhan tidak ada yang tau. Perjalanan aku dan kaka dipesantren lumayan Panjang, aku menghabiskan waktu 6 tahun sedangkan kakakku menghabiskan waktu 4 tahun. Karena kakakku masuk saat SMA. Awalnya membosankankan tapi lama-lama menyenangkan. Menyenangkan jika kita memiliki teman yang baik dan seru, kalo jaman sekarang disebut sefrekuensi.

Dari sana aku belajar menghargai orang lain, mendengarkan pendapat orang lain, menaati peraturan, menolong teman yang kesusahan bahkan sangat memikirkan dan peduli pada orang yang sedang ada dalam masalah. Kehidupan dipesantren sangat indah. Hidup Bersama dan saling melengkapi satu sama lain dengan yang tidak sedarah, tidak bersaudara bahkan tidak saling kenal awalnya. Kami hidup satu atap satu lingkup dan setiap detik bahkan menitnya kami bersama. Semua orang akan berfikir masuk peasntren adalah hal yang tidak menyenangkan tapi mereka salah, mungkin pandangannya akan berubah setelah mereka tau bagaimana kehidupan disana.

Tibalah aku menduduki kelas 2 SMA, sebutan disana adalah kelas 5 karena kelas 1 dimulai dari kelas 1 SMP. Pada waktu itu ekonomi keluarga membaik, sudah mulai membaik sejak aku kelas 4, karena ayahku diterima kerja dengan gaji diatas 6 juta. Disitu ayahku sudah bersyukur karena ayahku tidak yakin akan mendapat pekerjaan dan gaji diatas 5 juta dengan latar belakang lulusan SMA, dan gaji yang ayahku dapatkan sekarang lebih besar dua kali lipat dari gaji ayahku di Perusahaan sebelumnya. Kebayang bukan bekerja selama 25 tahun tapi gaji tidak ada penaikan sama sekali dan nominal nya sangat kecil untuk ukuran pegawai lama seperti ayahku? ya, gaji ayahku diperusahaan kemarin 3 juta. Tapi lagi-lagi Tuhan baik, Ternyata ayahku diterima karena ayahku punya pengalaman dan skill yang bagus, dibandingkan dengan lulusan-lulusan sarjana dikantor ayahku.

Pada saat itu adikku tidak memiliki handphone, sedangkan dia sudah menginjak kelas 1 SMP. Dan membutuhkan handphone sebagai alat bantunya untuk belajar dan mendapatkan informasi sekolah. Dan yang dia gunakan selama ini adalah handphoneku yang sudah tidak layak pakai dan sudah lemot bahkan sudah ada beberapa tombol yang tidak bisa digunakan. Dan ayahku tidak membelikannya handphone baru, ayahku bilang kalau adikku belum terlalu membutuhkannya dan tidak bilang apa-apa kepada ayahku. Aku yakin dalam hatinya pasti ingin punya handphone tapi adikku tidak berani mengatakannya karena takut permintaannya memberatkan ayahku. Dari situ aku mulai yakin kalau aku ingin membelikan handphone untuk adikku, aku ingin berjualan disana karena uang jajan bulanku tidak bisa kusisihkan karena akupun suka kekurangan karena kebutuhanku sangat banyak. 6 bulan usahaku akhirnya aku bisa mengumpulkan uang untuk adikku. Tetapi masih kurang setengah dari harga, awalnya aku meminta tolong kakakku untuk mencarikan handphone dengan budget yang kupunya.

 Tapi ayahku tau dan ayahku ingin membantuku, akhirnya aku dan ayahku patungan untuk membelikan adikku handphone. Sepertinya hati ayahku terenyuh ketika saat aku dan adikku melakukan panggilan video menggunakan handphone ayahku dia berkata bahwasannya dia diejek disekolah karena handphone yang dia gunakan sudah tidak layak pakai. Dia menyampaikan hal itu dengan tangis sesunggukan yang menyatakan bahwa dia benar-benar telah menahan diri sangat lama untuk membicarakan hal itu. Adikku sangat senang saat handphonenya datang, dia langsung tersenyum Bahagia dan memelukku juga ayahku dan ibuku. Tidak ada kakakku karena dia sedang berkuliah di Malang.

Memasuki kelas 3 disana, aku semakin pusing akan Pelajaran yang semakin rumit dan banyak, setiap tahunnya disana akan ada ujian kenaikan kelas yang dilakukan selama 30 hari, dan 1 hari nya ada 2 pelajaran. Sangat pusing bukan? Tapi akhirnya aku bisa melewatkan semuanya, dan aku bisa lulus dengan predikat jayyid jiddan, dengan rata-rata 8. Bahagia sekali ada dititik ini, dan Bahagia sekali karena gaji ayahku terus bertambah dan akhirnya hidup kami mulai tercukupi dan mulai normal, bahkan jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. "Asya Fatiha Putri dinyatakan diterima di universitas Brawijaya jurusan ekonomi dan bisnis S1" kalimat itu terpampang jelas dilayar laptopku. Bahagia sekali rasanya diterima berkuliah disana. Kini aku akan melanjutkan kisahku kesana dan berharap semua akan baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun