Kritik psikoanalisis merupakan bentuk kritik yang menggunakan sejumlah teknik psikoanalisis dalam menafsirkan sastra. Dalam Peter Barry (2010), terdapat dua tokoh yang mengemukakan konsep kritik psikoanalisisnya, yakni Sigmun Freud dan Jacques Lacanan. Sigmun Freud dalam konsepnya memiliki model yang terdiri dari tiga bagian, yakni ego, super-ego, dan id.Â
Ketiga 'level' kepribadian ini secara berurutan sama dengan pikiran sadar, hati nurani, dan pikiran tak sadar. Selanjutnya Jacques Lacanan memiliki konsep the real, the imaginary, dan the simbolic order.Â
The real, yaitu pemikiran sadar oleh manusia dengan identitas aslinya, tidak menemukan suatu kurang apapun dalam dirinya. The Imaginary merupakan tahpa lanjutan dimana seseorang mulai mengenal kelebihan dan kekurangan dengan membandingkan dirinya kepada sesuatu yang dipersepsikan lebih baik.Â
Tahap terakhir yakni The Simbolic Order, dalam hal ini seseorang dengan perbuatannya berusaha mengubah dirinya menjadi sebuah entitas yang dia anggap memiliki sesuatu yang lebih baik dari dirinya.Â
Novel Kooong karya Iwan Simatupang ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1975. Novel ini menceritakan seseorang yang terkenal akan disegani warga desanya dengan kekayaannya, Pak Sastro.Â
Pak Sastro ini diceritakan seorang kaya raya yang kehilangan istri dan anaknya. Lalu suatu hari dia membeli burung perkutut yang tidak bisa Kooong seperti perkutut pada umumnya.Â
Perkututnya ini menemani hari hari kesepian Pak Sastro setelah ditinggalkan anak dan istrinya meninggal. Namun suatu hari, perkututnya pun 'meninggalkannya'. Pak Sastro merasa kembali ke dalam belenggu kesepian.Â
Pak Sastro memutuskan untuk mengembara mencari perkututnya, sampai akhirnya Pak Sastro merasakan kebebasan yang belum pernah dia rasakan. Di akhir cerita, Pak Sastro memutuskan untuk menikmati kebebasan yang dia dambakan dengan mengembara mencari perkututnya.
Dalam novel Kooong karya Iwan Simatupang ini, kritik psikoanalisis akan dibahas pada konsep kritik Lacan yakni the real, the imaginary, serta the simbolic order.Â
1. The Real
Pak Sastro yang melihat diri sendiri sebagai seorang kesepian karena ditinggal istri dan anaknya. Lalu dia juga kehilangan perkututnya yang dibeli di pasar yang mana perkutut tersebut tidak bisa kooong atau berbunyi seperti perkutut lainnya.Â
Pak Sastro melihat dirinya yang sangat kesepian, terbelenggu oleh perasaan gelap yang menyelimuti karena ditinggalkan, termasuk oleh burung perkututnya yang tiba-tiba hilang.
2. The Imaginary
Pak Sastro merasakan belenggu kesepian atas ditinggalkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya tersebut semakin merasa bahwa dia tidak bisa terus menerus dalam kegelapan itu yang membuatnya khawatir, cemas, bahkan berdampak pada warga desa tempat tinggalnya. Pak Sastro sadar ia menginginkan kebebasan daripada belenggu kesepian yang mengikatnya tersebut.
3. The Simbolic Order
Pak Sastro mengembara mencari perkututnya yang hilang. Pak Sastro meninggalkan semua hartanya, hanya membawa bekal sedikit untuk mencari perkututnya, bersikeras mengembara sampai bertemu dengan perkututnya. Namun, perkututnya pun tak kunjung ketemu, justru dia tidak ingin kembali lagi ke desanya ataupun memiliki kembali seluruh hartanya.Â
Pak Sastro yang mengembara merasakan kebebasan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Ia melanjutkan mengembara sampai akhir cerita hingga memutuskan untuk hidup 'bebas' dengan burung perkutut sebagai simbol dari kebebasan yang Pak Sastro inginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H