Namun, meskipun ASEAN Way sering dipuji karena fleksibilitas dan inklusivitasnya, pendekatan ini kerap dikritik ketika menghadapi konflik yang membutuhkan respons cepat dan tegas.Â
Untuk memahami sejauh mana ASEAN Way efektif dalam menangani isu kawasan, dua studi kasus utama dapat dianalisis antara lain konflik Vietnam-Kamboja pada tahun 1987 sampai dengan 1991, serta sengketa Laut Cina Selatan dari 2012 hingga 2023.Â
memberikan gambaran konkret tentang kekuatan dan kelemahan ASEAN Way sebagai strategi diplomasi. Dalam konflik Vietnam-Kamboja, ASEAN Way menunjukkan keberhasilannya.
 Konflik ini bermula dari invasi Vietnam ke Kamboja pada akhir 1970-an untuk menggulingkan rezim Khmer Merah dan mendirikan pemerintahan boneka.Â
Bagi ASEAN, tindakan Vietnam dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas kawasan dan potensi ekspansi pengaruh Uni Soviet di Asia Tenggara.Â
Menghadapi situasi ini, ASEAN berhasil menggalang solidaritas regional dengan menyatukan suara negara-negara anggotanya untuk menentang tindakan Vietnam.Â
Diplomasi ASEAN pada saat itu berjalan dengan memanfaatkan forum internasional seperti PBB untuk memberikan tekanan terhadap Vietnam.Â
ASEAN juga menginisiasi dialog dengan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah Vietnam dan kelompok-kelompok di Kamboja, untuk mencari solusi damai contohnya adanya Jakarta Informal Meeting 1 dan 2 dimana merupakan langkah nyata dalam usaha penyelesaian konflik yang berlangsung.Â
Dalam proses ini, ASEAN melibatkan kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat dan Tiongkok untuk mendukung posisi mereka.
 Upaya diplomatik ini akhirnya membuahkan hasil dengan ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Paris pada tahun 1991, yang mengakhiri konflik dan membuka jalan bagi pemulihan Kamboja.Â