Mohon tunggu...
Rafael Fautngilyanan
Rafael Fautngilyanan Mohon Tunggu... Guru - Author

News & Sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

10 Tahun Lumpuh Tak Berdaya, Sinta

25 Maret 2021   09:28 Diperbarui: 25 Maret 2021   09:57 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sinta, bocah berusia 10 tahun harus bertahan hidup melawan sakit, akibat lumpuh yang dialaminya sejak lahir. Ia harus berjuang sendiri untuk tetap hidup meskipun sudah ditinggalkan kedua orangtuanya sejak lahir. 

Sungguh tragis hidup dan masa depan Sinta. Seolah ia hidup dalam sebuah bayang-bayang famamorgana. Ia sendiri bahkan tidak bisa berbicara layaknya manusia normal. 

Sudah lumpuh, bisu lagi. Sudah lumpuh dan bisu, ditinggalkan orangtuanya juga. Ibaratnya jatuh ketimpah tangga berulang kali. Sungguh malang nasib bocah yang satu ini. 

Senin 22 Maret 2021, penulis berusaha untuk mengunjungi kediaman bocah ini. Setelah melewati beberapa lorong masuk di wilayah Kelurahan Puncak Cendrawasih, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong. Dijumpai Sinta yang sementara berbaring di salah satu kamar beralaskan tikar dan bantal.

Sinta tidak bisa menyapa tamu yang datang ke rumahnya. Hanya iriangan suara serak dari mulut dan alunan hetakan tangan sekali-kali, entah apa maksudnya. Satu kata yang bisa fasih dalam lafalannya yaitu 'Mama'.

 Ternyata, ia selalu berhalusinasi tentang adanya sosok ibu yang menemani dan mencintainya. Hingga, ia tak pernah bosan untuk mengucapkan kata itu. 

"Mama, mam, ma, ama" begitulah serangkaian kata 'mama' yang tak pernah jenuh diucapkan Sinta tiap saat.

Selang beberapa saat, bocah ini menjadi lapar dan harus mencicipi makanan yang sudah disediakan kakak sepupunya. Sepiring nasi yang hanya disirami dengan air hangat adalah suplemennya sehari-hari. Ikan dan sayur hanyalah sesekali. Selain itu, ia harus dibantu kakak sepupunya untuk menyuap makanan ke dalam mulutnya.

Sendok demi sendok, hingga ceceran nasi menempel di wajahnya. Tegukan air ke mulut yang ikut membasahi leher dan bajunya. Tidak hanya itu, aktivitas buang air besar atau kecil yang dilakukan di tempat tidurnya sendiri.

Ternyata, beberapa hal ini bukanlah sebuah hal baru. Ini adalah rutinitas Sinta yang tiap hari dilakukan selama 10 tahun ia hidup.

Tragis, sadis, ngeri, dan entahlah, siksaan model apa yang harus ditanggung bocah kecil tak berdosa ini. Ia ibaratnya telah menjalani sebuah hukuman sepanjang hidupnya. 

Awal ditinggal pergi ibu kandungnya sepuluh tahun lalu, si lugu Sinta hanya memiliki seorang nenek. Nenek yang merupakan Ibu kandung dari Ayah sinta. Ayahnya sendiri menghilang dan enggan melirik sejenak keadaannya. Sinta ternyata telah kehilangan kasih sayang sejak dirinya lahir. 

Bersama sang nenek tercinta, Sinta diasuh layaknya anak sendiri. Siang dan malam, susah dan senang mereka berdua bersama. Akhirnya Sinta menjadi familiar untuk memanggil neneknya dengan sebutan 'mama'.

2018 lalu, neneknya harus dipanggil Tuhan. Saat itu Sinta ditinggal sang nenek sejak berusia 7 tahun. Sang nenek yang setia memperhatikan makan minum dan aktivitas Sinta itu telah pergi untuk selama-lamanya. 

Kini, Sinta hidup sendirian. Ayah dan ibu kandungnya tidak pernah datang mengunjunginya. Beberapa keluarga seperti Paman, Tante, dan sanak saudara lainnya berusaha untuk memperhatikan bocah kecil ini. Namun, mereka juga dihadapkan dengan segala tuntutan tanggung jawab atas kehidupan keluarga mereka masing-masing.

Lantas, siapa yang harus merawat dan menjaga bocah kecil ini tiap hari ? Siapa yang bertanggung jawab atas asupan gizi/makanannya ? Siapa yang  bersedia membersihkan kotorannya tiap jam ?

Beberapa keluarganya ternyata memperhatikan, namun lagi-lagi aktivitas keluarga mereka masing-masing menghambat perhatian mereka terhadap Sinta. Kini, sinta hanya dirawat oleh Kakak sepupunya, Takur.

Takur, seorang diri merawat adik sepupunya itu. Meskipun ia hanya seorang tukang ojek dengan tanggungan Istri dan seorang anak. Takur harus berjuang membantu Sinta yang hanya terbaring dengan aktivitas seluas tikar.

Takur sendiri, merasa sangat iba. Meskipun bukan adik kandungnya sendiri, namun ia tetap setia mengganti dan membeli pempers untuk adiknya. Mempertanggung-jawabkan makan minum Sinta adiknya. Tak pernah merasa bosan meski mencari uang di musim pandemi begitu sulit.

Kini, siapa yang peduli terhadap bocah tak berdosa ini ?

Menurut laporan keluarganya, selama ini Sinta tidak pernah mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah. Beberapa kali, kelompok seperti The Horror Tim dan beberapa warga sorong sering berkunjung dengan membawa pempers serta kebutuhan sinta lainnya. Dari sini, Sinta bisa mendapatkan penanganan dokter meskipun hanya sekali. 

Melihat keadaannya yang sangat miris, tentunya menjadi sebuah kesedihan tersendiri bagi siapa saja yang hendak berbelas kasih kepada bocah yang satu ini. Sayangnya, Sinta masih tetap terbaring sendiri dengan dunia seluas tikar di kamarnya tanpa adanya kunjungan lagi.

Takur hanya bisa memperhatikan minum makan dan aktivitas Sinta yang serba terbatas. Ia hanya berharap uang dari hasil keringatnya sebagai tukang ojek. Namun takur juga harus memperhatikan kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. 

"Semoga dari berita ini, pemerintah dapat membantu adik saya, tidak banyak, biar pempersnya saja, biar mengurangi beban kami walaupun hanya sedikit," ungkap Takur.

Disisi lain, Sinta ternyata memiliki saudari kembar yang normal bernama Yosinta. Yosinta saat ini bersekolah di SD Inpres 66. Yosinta sehat dan normal. Namun, ia telah dipelihara kerabat lainnya.***

Rafael Fautngiljanan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun