Lemari Tua
Pukul lima sore Nala mulai terbangun. Kondisinya kian membaik setelah delapan bulan di rumah sakit ini. Segala emosi dan perbuatannya sudah dapat terkontrol dengan baik.
"Nita tolong ambilin buku cerita barunya dong" pinta Nala dengan nada merengek.
"Ya" sahut Nita singkat seraya memberi buku itu.
Perkenalkan Nita adalah perawat yang menjaga Nala sedari awal masuk rumah sakit. Ia memang sangat menaruh banyak perhatian terhadap Nala, salah satu bentuk perhatiannya adalah dengan memberi buku cerita setiap bulannya. Dengan adanya buku cerita itu Nita berharap agar kenangan lama tak datang kembali mengganggunya.
Bulan ini Nita memberi buku cerita dengan judul "Makna Sebuah Sunset". Buku ini
Nita temukan di dekat sebuah lemari yang nampak jadul dan sudah usang dengan gembok
karatan sebagai pengamannya.
                                           ***
-Makna sebuah sunset--
Perlahan namun pasti aku mulai membaca buku ini dalam hati.
-Sendiri menatap ke langit di malam hari, terkadang dapat melepas segala masalah yang ada didalam diri. Baru sedikit kubaca buku itu namun, entah kenapa aku merasa bosan.
"Nita bukunya bosenin, ada yang lain engga?" teriak Nala.
"Baca dulu Nala, nikmatin" balas Nita dengan nada kesal.
Aku tertegun mendengar itu. Baiklah mari lepaskan egoku dan mulai membacanya kembali.
-Bintang terlihat redup, seakan kehilangan semangat hidupnya. Ia hanya berjuang
sendiri tanpa siapapun di sampingnya. Serasa ditinggalkan seorang diri, tanpa teman, sahabat, bahkan keluarga.-
Kisah.... Kisah ini.... Mengapa kisah ini nampak hampir mirip dengan
hidupku. Ah biarlah.... "Hanya kebetulan belaka" gumamku dalam hati.
-Sore itu menjelang malam, seorang lelaki nampak duduk di tepian pantai. Ia nampak memandangi langit sore itu dengan wajah penuh duka dan kesedihan. Air matanya mulai membanjiri pipinya yang sudah nampak lusuh. "Bunga yang baik
pastinya dipetik terlebih dahulu untuk dipersembahkan" ungkap lelaki itu menahan amarahnya. "Mengapa... Ketidakadilan ini membuatku ingin menghilang dari dunia ini" sambung lelaki itu sambil menendang gelombang kecil air di pinggir
pantai. Jika boleh Tuhan, kembalikanlah dia.-
Akhir dari buku ini membuat jantungku berdegup cepat. Entahlah, kisah ini membuatku terbawa suasana. Aku melempar buku itu ke arah tempat tidur. Perutku mulai keroncongan, suaranya makin lama makin keras. Perutku sudah berbunyi
sedari tadi. Namun buku itu, rasa penasaranku terhadap buku itu sangat tinggi.
"Nita, kamu dapat buku ini darimana sih?" teriak Nala penuh tanya. Suasana rumah sakit ini sepi, nampak hanya ada dirinya yang berada di rumah sakit ini. "Nita" panggil Nala kembali dengan penuh kebingungan. Hening, hanya ini yang aku
dapatkan.
                                           ***
-Pagi itu di sebuah warung makan aku melihat seorang gadis. "Cantik ya" gumamku dalam hati. Mata cokelat dengan rambut hitam legam dan dipadukan dengan dress sederhana yang terlihat seperti dibuat olehnya sendiri. Gadis itu
menghampiri diri seraya memberikan sarapan yang telah aku pesan. "Ini mas" ucapnya lembut dengan senyum kecil di wajahnya. "Terimakasih mbak" balasku. Gadis itu nampak tersipu malu saat dipanggil mbak. Lalu entah mengapa ia kembali ke mejaku kembali seraya berkata "Mala".-
                                           ***
"Nala, sudah mulai nih, tidur ya" suara Nita tiba-tiba terdengar membuatku
terkejut.
"Astaga, ngangetin banget sih Nita" ketusku dengan kesal.
"Maaf, aku baru kembali dari warung makan nih. Mau nasi bungkus gak?" ucap Nita minta maaf seraya merayuku dengan sebungkus nasi bungkus. Segera aku menghampiri Nita dengan penuh gembira seraya mengambil nasi bungkus itu.
Dingin, mengapa keganjilan demi keganjilan muncul kembali dalam hidupku.
"Nit..." panggil Nala.
Eh kemana Nita pergi, bukannya ia baru saja berada di depanku?
Tak ada yang membalas sapaanku. Ah, biarlah lagipula karena ia tidak ada aku dapat melanjutkan cerita buku itu. Keanehan semakin menjadi-jadi, sampul buku yang semulanya bersih sekarang menjadi hitam seperti habis terbakar. "Aneh"
gumamku seorang diri.
                                          ***
-Tiga bulan telah kulalui untuk menyempatkan diri hadir di warung makan itu untuk membeli sarapan dan menyapa Mala. "Ini Qad" ucap Mala seraya memberikan sarapan itu. "Makasi La" sahutku. Tiga bulan, waktu yang lumayan lama untuk saling bertegur sapa. Satu hari tanpanya duniaku menjadi hampa.-