"Negara Republik Indonesia ini bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu suku, bukan juga milik suatu adat istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke" -- Ir. Soekarno
Keberagaman. Sesuatu yang tidak bisa kita hindari, hanya kita maklumi. Keberagaman bisa menjadi kekuatan terbesar kita sekaligus kelemahan terbesar kita.Â
Keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia bukan hanya menjadi sebuah fakta sosial melainkan merupakan kekayaan yang harus dijaga serta dilestarikan oleh segenap warganya.Â
Keberagaman yang dimiliki Indonesia merupakan salah satu ciri khas yang sangat menonjol, di mana hal tersebut mencerminkan kekayaan budaya, suku, agama, kebiasaan, dan ras yang tiada duanya dengan negara lain di dunia.Â
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keragaman paling tinggi di dunia, dengan 17.001 pulau, 1.340 suku yang berbeda, lebih dari 300 suku bangsa, dan 715 bahasa yang saling hidup berdampingan setiap harinya.
Semuanya disatukan di bawah panji "Bhinneka Tunggal Ika" dan perasaan senasib yang sama di mana kemudian kesamaan tersebut menjadi dasar dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya menjadi pandangan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, melainkan suatu kode etik yang harus diikuti oleh seluruh anggota masyarakat sebagai landasan untuk menghargai perbedaan yang menjadi sumber kekuatan kita secara keseluruhan.Â
Pada hari Rabu, 30 Oktober 2024 Kolese Kanisius melakukan kegiatan "ekskursi" menuju berbagai pesantren di Pulau Jawa. KBBI mendefinisikan ekskursi sebagai "perjalanan untuk bersenang-senang, piknik, atau darmawisata."Â
Rombongan pelajar Kanisius, atau lebih sering dipanggil sebagai Kanisian, berbaris bagaikan prajurit-prajurit yang siap diutus ke medan pertempuran mempertahankan bangsa dan negara menuju bus-bus yang telah menunggu di lapangan parkir. Satu demi satu para Kanisian berangkat menuju pesantren sembari mengembang misi yang satu: mempelajari budaya dan cara hidup para santri dan santriwati di pesantren.Â
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam secara tradisional yang memiliki fungsi sebagai tempat belajar bagi santri, pelajar di pondok pesantren, di mana mereka tinggal dalam sistem asrama di bawah bimbingan seorang kiai.Â
Secara etimologis, istilah pesantren berasal dari kata "santri" yang berarti murid, dan awalan "pe" serta akhiran "-an" yang menunjukkan tempat tinggal santri. Pesantren tidak hanya mengadakan pembelajaran mengenai kitab suci agama Islam, melainkan juga pembelajaran sekolah setara SD, SMP, dan SMA sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan.Â
Pengalaman Menghargai Sesama
Sekelompok Kanisian mendapatkan tugas untuk mengunjungi Pesantren Al-Marjan di Lebak, Banten. Bagi para Kanisian, pengalaman tersebut bagaikan memasuki suatu dunia yang sangat berbeda, penuh dengan agama, kepercayaan, dan tradisi yang unik.Â
Pengalaman yang didapatkan oleh Kanisian sangat unik dan mengubah. Banyak hal dapat dipelajari dan dimaknai oleh Kanisian selama mereka berdinamika di Pesantren Al-Marjan. Dinamika yang terjadi di pesantren tersebut memberikan para Kanisian citra rasa bagaimana kehidupan di pesantren setiap harinya, termasuk kebiasaan, norma yang berlaku, pantangan-pantangan, dan bahkan komitmen dalam melaksanakan ibadah.Â
Berbagai kegiatan dilakukan antar Kanisian dan para santri selama 3 hari berturut-turut, mulai dari makan bersama, bermain bola, melakukan pengajuan, belajar bersama-sama, dan juga melakukan "sharing" mengenai kondisi kehidupan maupun kepercayaan yang dimiliki oleh masing-masing individu.Â
Seluruh dinamika tersebut dilakukan dalam nama toleransi, mengenai penghargaan yang diberikan oleh para Kanisian dalam mencicipi sepicik dari gaya kehidupan para santri. Keragaman yang dimiliki oleh para Kanisian dan para santri sangat tampak ketika dilakukan malam budaya dengan tujuan saling membagikan seni seperti musik pada sesama.Â
Walaupun perbedaan dan keragaman yang begitu tampak, terciptalah suatu titik temu diantara kedua budaya tersebut berupa perasaan saling menghargai. Tentu, setiap manusia memiliki perbedaan dengan yang lainnya. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi halangan maupun alasan untuk tidak merayakan persatuan yang terbentuk oleh karena dua kebudayaan tersebut yang saling bercampur.
Ekspedisi ke Suku Baduy
Perjalanan yang ditempuh oleh para Kanisian tidak hanya terdiri dari sosialisasi dengan mereka yang memiliki perbedaan dalam hal kepercayaan dan agama, melainkan juga menjumpai masyarakat dengan latar belakang etnis serta budaya yang berbeda.Â
Dalam konteks ini Suku Baduy yang mayoritas menetap di Provinsi Banten menjadi pilihan untuk dikunjungi para Kanisian. Kekayaan budaya dan kearifan lokal yang tinggi menjadi daya tarik yang tinggi bagi para pengunjung daerah tempat menetapnya suku Baduy tersebut.Â
Suku Baduy sendiri terdiri dari dua kelompok utama, yaitu suku Baduy Luar dan Baduy Dalam. Suku Baduy Dalam merupakan kelompok yang memegang teguh adat dan tradisi sehingga mereka menolak segala pengaruh dari budaya luar.Â
Sementara itu, Baduy Luar merupakan kelompok yang secara umum lebih terbuka terhadap pengaruh modern. Masyarakat Baduy sendiri menganut suatu kepercayaan unik yang dikenal sebagai Sunda Wiwitan yang menghormati nenek moyang dan kekuatan alam.Â
Dalam kesehariannya, masyarakat Baduy memanfaatkan alam di sekitar sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi. Mulai dari bangunannya, bahan yang dijadikan pakaian, dan makanan semua dimanfaatkan dari alam di sekitar mereka.Â
Satu komoditas yang menjadi kebanggaan suku Baduy adalah madu. Madu yang dijual oleh suku Baduy ada dua jenis, satu yang manis dan satu lagi yang sangat pahit. Madu manis dihasilkan oleh lebah dari spesies Apis dorsata, sementara madu pahit berasal dari sumber nektar yang berbeda tetapi berada di sarang yang sama.Â
Madu Penyembuh Penyakit
Berdasarkan penjelasan dari masyarakat setempat, madu hitam pahit Baduy adalah madu yang dihasilkan oleh lebah hutan Baduy dari nektar bunga-bunga liar di sekitar hutan Baduy, Banten.Â
Madu ini memiliki rasa pahit yang berasal dari kandungan zat alkaloid yang tinggi, dan memiliki banyak manfaat kesehatan. Salah satu manfaat kesehatan yang diberikan adalah sifat anti-inflamasi yang diberikan berkat konsumsi madu tersebut.Â
Kunjungan pada Suku Baduy membuka mata para Kanisian bahwa terdapat dunia yang lebih luas di luar zona nyaman mereka. Terdapat keindahan dan keunikan pada setiap suku bangsa di negara Indonesia, dan hal tersebut sangat ditunjukkan oleh masyarakat Baduy yang memiliki keunikan budayanya sendiri.Â
Sifat keterbukaan yang dimiliki oleh suku Baduy Luar terhadap pengaruh budaya lain merupakan hal yang sangat baik karena memungkinkan mereka yang berasal dari luar Suku Baduy untuk dapat mengapresiasikan kekayaan dan keunikan budaya yang dimiliki oleh suku Baduy.Â
Pertanyaan reflektif
Kondisi Indonesia yang sangat beragam memberikan kita semua sebagai satu Bangsa Indonesia sebuah pertanyaan besar, apa yang ingin kita lakukan dengan keberagaman yang kita miliki?Â
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tiada duanya dibandingkan dengan negara lain, sesuatu yang dapat dibanggakan. Akan tetapi, kekayaan budaya tersebut juga memberikan tantangan-tantangan yang serius pada keutuhan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.Â
Faktanya, keberagaman merupakan hal yang bisa menjadi potensi terbesar kita sebagai satu negara atau malah menjadi sumber kejatuhan kita. Indonesia yang memiliki letak geografis yang unik dengan 17.000 lebih pulau yang berbeda menyebabkan keragaman budaya, agama, suku bangsa sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari.Â
Bergantung sepenuhnya kepada kita bagaimana kita memperlakukan keberagaman tersebut, entah itu menerimanya sehingga kita menjadi kuat dan tersatukan atau menolaknya sehingga kita terpecah belah dan kemudian hancur karena tidak bisa mempersatukan pandangan kita pada satu visi yang lebih besar, yaitu kejayaan Bangsa Indonesia dan kemakmuran rakyatnya.Â
Kunjungan para Kanisian pada Pesantren Al-Marjan di Lebak dan Suku Baduy telah memberikan makna yang lebih baru tentang apa itu kesatuan dalam keberagaman. Harmoni yang ditunjukkan melalui toleransi, penerimaan, penghargaan, dan kebersamaan baik pada Pesantren Al-Marjan maupun kunjungan para Kanisian pada Suku Baduy adalah bentuk perwujudan konkrit ideologi Pancasila yang berasaskan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.Â
Sudah sepatutnya bahwa kita saling menghargai sebagai satu banga walaupun memiliki keberagaman yang tiada batasnya, sebab disitulah letak keindahan harmoni yang sesungguhnya.Â
Sumber rujukan:Â
https://binus.ac.id/character-building/2023/03/keberagaman-itu-kekayaan-indonesia/ (jumlah suku bangsa)
Syam, W.I. (2020). Kearifan Lokal Suku Baduy dalam Pemanfaatan Madu sebagai Hasil Hutan bukan Kayu di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H