Korupsi atau rasuah ( bahasa latin: coruptio dari kata kerja korumpere yang bermakna busuk, rusak, mengoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik baik politisi maupun pegawai negri, Serta pihak lain yang terlibat dalam hal itu secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntunganq sepihak.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa korupsi merupakan suatu tindakan negatif yang biasanya di lakukan oleh para pejabat. Para pejabat yang dipilih oleh masyarakat dan demi "uang saku" mereka menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan.
Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukan, kerugiaan negara akibat KORUPSI mencapai Rp 26,83 triliun pada semester 1 2021. Jumlah ini meningkat 47,63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 18,17 triliun. Jumlah kasus korupsi yang berhasil ditemukan aparat penegak hukum (APH) pada periode tersebut adalah sebanyak 209 kasus dengan jumlah 482 tersangka yang diproses hukum.
Dapat dilihat bahwa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia pada tiap tahunnya meningkat hal ini di karenakan karena banyak pejabat negara yang lebih mementingkan kepentingan pribadi juga karena mereka tidak takut terhadap Sumpah kepada Tuhan di depan publik untuk bekerja dengan jujur dan adil.
Kasus korupsi yang semakin marak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik akan tetapi dapat divonis bahwa mereka merupakan orang-orang yang memiliki latar belakang karakter yang cacat.
Warso Sasongko dalam bukunya dengan judul: KORUPSI menjelaskan mengenai gambaran umum  tentang korupsi di Indonesia. Dalam bukunya, menjelaskan bahwa korupsi di indonesia di mulai sejak Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.Â
Pemerintah melakukan pemberatasan berdasarkan UU No.24 Prp 1960 dilakukannya "Operasi Budhi" dan pembentukan tim pemberantas korupsi berdasarkan keputusan Persiden No.228 tahun 1967 yang di pimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuah hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul UU No.3 tahun 1971 dengan "Operasi Tertib" yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operasi korupsi makin canggih dan rumit sehingga UU tersebut gagal dilaksanakan.
Warso Sasongko mengatakan bahwa upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudan cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Â
Kebijakan pemerintah dalam memberantas korupsi.
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi, telah dikeluarkan berbgai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada 9 Desember 2004, Presiden Susilo Budoyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantas Korupsi, yang mengikstruksikan secara khusus kepada Jalsa Agung dan Kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya-upaya penyedikan/penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara.
2. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/Anggota Polri dalam rangka penegak hukum.
3.Meningkatkan kerja sama antara Kejaksaan dengan Kepolisian RI, selain dengan BPKP, PPATK, dan Intitusi Negara yang terkait dengan upaya penegak hukum dan pengembalian kerugiaan keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Kebijakan selanjutnya ialah menetapkan rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) tahun 2004-2009. Langkah-langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada:
+Mendesain ulang pelayan publik
+Memperkuat transpirasi, pengawasan dan saksi pada kegiatan pemerintah yang berhubungan ekonomi dan sumber daya manusia.
+Meningkatkan pemberdayaan pangkat-pangkat pendukung dalam pencegah korupsi.
Tindakan korupsi merupakan suatu "budaya" yang turun temurun dari orde lama hingga sekarang.
Pemerintah telah melakukan berbagai cara dan mengeluarkan UU untuk memberhentikan tindakan korupsi yang berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman, melalui berbagai jalur.
Telah sekian banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberhentikan korupsi namun belum dan tidak berhasil sehingga pemerintah perlu mencari suatu mekanisme strategis yang lebih "praktis" untuk menghentikan KORUPSI.
Dapat dilihat bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia bukan karena manusia Indonesia tidak memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Para pelaku korupsi merupakan orang-orang yang berpendidikan akan tetapi memiliki "kelainan" karakter, mereka memiliki karakter yang buruk sehingga menjadi pencuri di rumah sendiri.
Sehingga pendidikan terhadap karakter seseorang terutama pada anak-anak remaja harus dimaksimalkan agar menjadi investasi bagi masa depan, investasi yang takut terhdap korupsi dan takut akan sumpah yang diucapkan.
Indonesia harus lebih perketat aturan dan sangsi bagi oknum yang melakukan korupsi dan juga setiap pejabat atau orang-orang yang memiliki celah untuk korupsi harusnya memiliki kesadaran dari dalam dan juga harus takut terhadap Tuhan melalui sumpah di disumpahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H