Mohon tunggu...
Muhammad Rafa Alfatih
Muhammad Rafa Alfatih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik STIA LAN Jakarta

Mahasiswa Administrasi Pembangunan Negara. Aktif dalam organisasi BEM dan Mapala.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan PPN 12%: Pikulan Baru Masyarakat

24 Maret 2024   09:50 Diperbarui: 24 Maret 2024   10:54 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini terdengar kabar yang menyatakan bahwa pemerintah akan menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari 11 % menjadi 12%. Hal tersebut disinggung oleh Airlangga Hartanto selaku Menteri Koordinasi Perekonomian beberapa waktu lalu kepada media. 

Pemerintah beralasan menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% merupakan usaha reformasi perpajakan dan menggenjot penerimaan negara. Kebijakan ini ternyata sejalan dengan bunyi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yaitu paling lambat pada 1 Januari tarif PPN akan naik sebesar 12%.

Dampak PPN naik 12%

Kenaikan PPN pastinya akan mempengaruhi harga barang dan jasa yang terkena pajak. Konsumen harus membayar lebih banyak untuk suatu barang dan jasa yang mereka beli. 

Dampaknya Masyarakat akan menahan untuk membelanjakan barang yang mengakibatkan dunia usaha juga akan ikut kesulitan. Padahal menurut BPS (Badan Pusat Statistik), pada 2023 salah satu komponen pertumbuhan ekonomi tertinggi terletak pada pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 4,82%. Kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB nasional mencapai 53,18%. 

Kenaikan tarif PPN dari saat ini 11% menjadi 12% memang terkesan kecil karena hanya kenaikan sebesar 1%. Namun kenaikan tarif akan terasa ketika berdampak pada harga, terutama untuk barang bernilai tinggi. Kebijakan ini justru lebih merugikan pertumbuhan ekonomi. Jika konsumsi melambat, berbagai penerimaan pajak termasuk PPN justru akan terdampak.

Selain itu PPN 12% akan sangat mungkin menyebabkan inflasi menjadi lebih tinggi. Ahmad Heri Firdaus, Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment INDEF mengatakan bahwa inflasi yang terjadi pada tahun 2022 tidak terlepas dari kenaikan PPN yang semula 10% menjadi 11%. 

Inflasi tersebut naik sebesar 0,95% dan secara year on year mencapai 3,47%. Sektor makanan, minuman, tembakau, dan transportasi menyumbang kontribusi inflasi pada tahun 2022. 

Jika tahun depan PPN tetap naik menjadi 12% maka harga makanan dan minuman akan turut naik dan akan menjadi situasi serupa seperti pada tahun 2022. Lagi-lagi hal ini akan menekan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat menengah dan menengah ke bawah.

PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi di ASEAN

Lanjut, Ahmad Heri Firdaus juga mengatakan jika pajak pertambahan nilai (PPN) resmi dinaikkan menjadi 12%, Indonesia akan menyamai Filipina dan menjadi negara dengan PPN tertinggi di Asia Tenggara. Saat ini negara dengan PPN tertinggi di Asia Tenggara adalah Filipina dengan tarif 12%. 

Sementara negara lain seperti Kamboja sebesar 10%, Laos sebesar 10%, dan Vietnam menggunakan rencana sistem dua tingkat masing-masing sebesar 10% dan 5%. Malaysia kemudian menerapkan pajak barang dan jasa sebesar 6%.

Hal ini membuktikan bahwa jika dibandingkan dengan negara lain, Pemerintah Indonesia mencekik masyarakatnya lewat pajak. Pemerintah tidak kreatif dalam mengakali sumber penerimaan negara. 

Seharusnya pemerintah mengedepankan prinsip keberlanjutan, kesetaraan dan bagaimana fokus pada kelompok ekonomi rendah dan menengah. Kemudian perlu melakukan perhitungan yang cermat serta dampak jangka panjang dan pendek yang perlu dipertimbangkan.

Pemerintah Seharusnya Tarik Pajak Orang Kaya

Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center for Economic and Legal Studies (Celios), meminta pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025. 

Dia berpendapat pemerintah akan lebih baik memulai pajak kekayaan, pajak keuntungan tak terduga, dan menerapkan pajak karbon sebagai alternatif untuk menghapuskan PPN sebesar 12%. Ia mengatakan, menaikkan tarif PPN bukanlah solusi untuk meningkatkan penerimaan negara. Jika ingin menaikkan tarif pajak, perluas target pajak daripada menaikkan tarif pajak.

Pajak kekayaan yang menargetkan orang kaya juga dapat Mengurangi kesenjangan kekayaan. Mengingat total aset 50 orang terkaya di Indonesia berjumlah US$162 miliar (setara Rp2,311 triliun) pada tahun 2022, pajak kekayaan dapat menghasilkan pendapatan yang signifikan. Dengan tarif pajak 1% saja, pajak kekayaan 50 orang ini akan menyumbang Rp 23 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun