Mohon tunggu...
Raesita Dien
Raesita Dien Mohon Tunggu... Penulis - @raesitadien

Penyuka produk seni terutama film, musik, dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

"Yang Tertinggal di Jakarta", Teater Monolog Titimangsa yang Nyaris Sempurna!

9 Agustus 2023   11:09 Diperbarui: 9 Agustus 2023   11:43 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teater pentas berjudul "Yang Tertinggal di Jakarta" merupakan persembahan dari Teater Titimangsa yang diunggah pada channel Budaya Saya dalam playlist DTS (Di Tepi Sejarah). Teater yang tayang pada 31 Agustus 2022 ini diproduseri oleh Happy Salma dan Yulia Evinabhara, disutradarai oleh Sri Qadariatin, dan dituliskan naskahnya oleh Felix Nesi.


Teater "Yang Tertinggal di Jakarta" berbentuk monolog, yaitu drama berisi satu orang yang bisa menjadi bentuk teater yang kuat.

Teater tersebut menceritakan sosok Emiria Soenassa---seorang pelukis perempuan pertama di Indonesia (1895-1964)---yang diperankan oleh Dira Soegandi. Emiria baru mulai melukis ketika usianya menginjak 45 tahun dan begitu produktif menghasilkan karya.

Teater ini memiliki judul menarik yang tentunya berhubungan dengan isi cerita. Pemilihan judul "Yang Tertinggal di Jakarta" menggambarkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh Emiria Soenassa usai meninggalkan kota Jakarta.

Dira Sugandi sebagai pelaku tunggal amat piawai membawakan cerita seorang diri melalui monolog. Dengan background-nya sebagai penyanyi, Dira membuat karakter Emiria Soenassa menjadi amat hidup lewat suara berat yang ia miliki.

Lukisan-lukisan Emiria dikenal merepresentasikan penolakan terhadap pandangan maskulin. Emiria tidak melukis perempuan sebagai gambaran atau obyek yang indah dan enak dipandang. Dia fokus kepada persoalan yang dihadapi perempuan sehari-hari, seperti himpitan akan budaya patriarki, keterasingan, hingga kemerdekaan atas tubuhnya sendiri.

Jika dilihat dari sumber yang menerangkan tentang bagaimana pemikiran sosok Emiria Soenassa, Dira Sugandi memberi penggambaran yang matang tentang cara pandang, keresahan, dan kebingungan yang dialami Emiria dengan gestur dan mimik muka, sekaligus memperjelas sisi kebanggaan tokoh Emiria akan dirinya sendiri. Hal ini sangat membantu penonton untuk memahami karakter serta konflik yang terjadi.

Dok. Budaya Saya
Dok. Budaya Saya

"Yang Tertinggal di Jakarta" berlatar ruangan kamar hotel di Singapura yang dikisahkan sering disinggahi oleh Emiria. Properti-properti ruangan terlihat sudah cukup memadai. Tata cahaya dibuat tidak begitu terang, lebih difokuskan untuk memperlihatkan karakter utama yang berjalan ke setiap sisi ruangan selama bermonolog.

Karena alur dalam pertunjukkan dipergunakan untuk mengembangkan tokoh, penonton diarahkan untuk memperhatikan setiap tindak-tanduk tokoh yang sedang bermain.

Dok. Budaya Saya
Dok. Budaya Saya

Dok. Budaya Saya
Dok. Budaya Saya

Dok. Budaya Saya
Dok. Budaya Saya

Sebenarnya, monolog yang dibawakan oleh Dira Sugandi sudah memenuhi fungsinya, terutama dalam memberikan kejelasan watak, kondisi psikologis dan sosial, serta perasaan tokoh sepanjang cerita.

Tetapi, sayang sekali ada secuil bagian yang kurang tepat ketika tokoh Emiria menggambarkan suasana Kota Jakarta pada tahun 1940-an. Dalam monolog, disebutkan kalau suasana Kota Jakarta saat itu diisi oleh gedung-gedung tinggi dan suara klakson mobil. Pada kenyataannya, suasana jalanan di Kota Jakarta pada periode tersebut cukup lengang. Adapun keramaian hanya disebabkan oleh suara trem uap, becak, dan delman.

Saya sendiri pun tidak dapat menerka apakah bagian tersebut dibuat oleh penulis naskah atau improvisasi yang dilakukan oleh Dira Sugandi.

Ada pula pada dialog di menit 29.15, yakni, "di Jakarta, kau bisa merasa tenang dan hatimu baik-baik saja, namun kadang hatimu ciut juga. Asing oleh gedung-gedung yang tinggi, orang-orang yang angkuh dan ingin saling mendahului" yang menurut saya lebih pas menggambarkan Kota Jakarta masa kini.

Tetapi, secara keseluruhan, teater "Yang Tertinggal di Jakarta" adalah salah satu teater monolog terbaik yang pernah saya tonton. Meski ada beberapa hal yang mengurangi kelogisan cerita, namun teater ini berhasil mengangkat kisah tokoh Emiria Soenassa yang mungkin sudah jarang diketahui oleh orang awam.

Monolog yang dikemas dengan baik, akting pemain yang cantik, set yang sempurna.

Well done, Teater Titimangsa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun