mahasiswa kedokteran bukan hanya soal mempelajari anatomi dan fisiologi, tetapi juga tentang menghadapi tekanan emosional dan mental yang intens. Di balik prestasi akademis dan panggilan untuk menyelamatkan nyawa, banyak mahasiswa kedokteran yang bergulat dengan tantangan kesehatan mental yang sering kali tersembunyi. Nama saya Radyyan Nailah Ahsana, seorang mahasiswi Kedokteran Semester 2 di Fakultas Kedokteran Universitas Airlanga, dan ini adalah opini saya terkait isu berikut.
Menjadi Mahasiswa kedokteran di seluruh dunia menghadapi tingkat stres, kecemasan, dan depresi yang signifikan. Sebuah studi global yang diterbitkan dalam JAMA pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa sekitar 27,2% mahasiswa kedokteran mengalami gejala depresi, dan 11,1% di antaranya mempertimbangkan untuk bunuh diri . Angka-angka ini menunjukkan bahwa kesehatan mental mahasiswa kedokteran adalah masalah serius yang memerlukan perhatian lebih.
Di Indonesia, situasinya tidak jauh berbeda. Penelitian dari Universitas Indonesia pada tahun 2019 menemukan bahwa 52,6% mahasiswa kedokteran mengalami tingkat stres yang signifikan, dengan 13,8% mengalami stres berat . Ini mencerminkan beban psikologis yang besar yang harus mereka tanggung selama menjalani pendidikan yang intensif.
Apa yang Membuat Mereka Tertekan?
1. Beban Akademis yang Berat
Mahasiswa kedokteran menghadapi kurikulum yang padat dengan jadwal yang ketat dan ekspektasi akademis yang tinggi. Mereka harus belajar dan menghafal sejumlah besar informasi dalam waktu singkat, serta menghadapi ujian yang menentukan masa depan mereka. Studi dari American Medical Association melaporkan bahwa 78% mahasiswa kedokteran merasa bahwa beban akademis mereka terlalu berat .
2. Tuntutan Klinis dan Tekanan Profesional
Selain tuntutan akademis, mahasiswa kedokteran juga harus beradaptasi dengan lingkungan klinis yang menegangkan. Mereka diharapkan berfungsi dalam kapasitas yang hampir setara dengan profesional medis yang berpengalaman, sambil masih berada dalam tahap belajar. Sebuah survei di Amerika Serikat menemukan bahwa 50% mahasiswa kedokteran merasa cemas tentang kinerja mereka selama rotasi klinis .
3. Kurangnya Waktu untuk Istirahat dan Keseimbangan Hidup
Mahasiswa kedokteran sering mengorbankan tidur, istirahat, dan waktu sosial demi belajar dan praktik klinis. Rata-rata, mereka tidur hanya 5-6 jam per malam, jauh di bawah rekomendasi 7-9 jam untuk orang dewasa . Kurangnya waktu istirahat ini bisa memicu kelelahan dan memperburuk kesehatan mental mereka.
Dampak Terhadap Kesehatan Mental
1. Depresi dan Kecemasan
Tekanan yang terus-menerus dapat menyebabkan depresi dan kecemasan. Mahasiswa kedokteran sering merasa terisolasi, terbebani, dan cemas tentang masa depan mereka. Tingkat depresi yang tinggi di antara mahasiswa kedokteran bukan hanya berdampak pada kehidupan mereka saat ini tetapi juga berpotensi mempengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi sebagai dokter yang efektif di masa depan.
2. Burnout
Burnout atau kelelahan emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh stres berlebihan adalah masalah umum di kalangan mahasiswa kedokteran. Burnout dapat mengurangi efisiensi dan kinerja klinis, serta meningkatkan risiko kesalahan medis. Survei oleh Mayo Clinic menunjukkan bahwa 49% mahasiswa kedokteran mengalami burnout selama masa studi mereka .
3. Keputusan Ekstrem
Stres yang berkelanjutan dapat membuat mahasiswa kedokteran mempertimbangkan untuk meninggalkan program mereka atau bahkan mengambil tindakan ekstrem seperti bunuh diri. Tingginya tingkat ide bunuh diri di kalangan mahasiswa kedokteran menyoroti urgensi untuk menangani kesehatan mental mereka dengan serius.
 Strategi dan Dukungan yang Bisa Diberi?
1. Dukungan Psikologis dan Konseling
Banyak universitas kini menyediakan layanan konseling dan dukungan psikologis khusus untuk mahasiswa kedokteran. Pendekatan ini termasuk terapi individual, kelompok dukungan, dan lokakarya tentang manajemen stres. Di Indonesia, beberapa fakultas kedokteran telah mulai mengintegrasikan program kesejahteraan mental ke dalam kurikulum mereka untuk membantu mahasiswa mengelola stres dengan lebih baik .
2. Pendidikan tentang Kesehatan Mental
Meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental dan mengurangi stigma seputar mencari bantuan sangat penting. Kampanye kesehatan mental dan pelatihan tentang cara mengenali tanda-tanda awal masalah mental dapat membantu mahasiswa merasa lebih nyaman untuk mencari dukungan.
3. Promosi Keseimbangan Hidup
Fakultas kedokteran dapat memainkan peran besar dalam mempromosikan keseimbangan hidup bagi mahasiswa mereka dengan memberikan fleksibilitas dalam jadwal dan mendorong istirahat yang cukup. Beberapa universitas telah menerapkan kebijakan yang memungkinkan mahasiswa untuk mengambil cuti akademik atau memperpanjang waktu studi mereka tanpa penalti akademis .
4. Peningkatan Kebijakan Lingkungan Akademis
Mengubah budaya kompetitif yang intens menjadi lingkungan yang lebih mendukung dan kolaboratif dapat membantu mengurangi tekanan pada mahasiswa. Program mentoring dan bimbingan yang kuat dapat memberikan dukungan yang diperlukan dan membangun rasa komunitas di antara mahasiswa.
Membangun Masa Depan yang Sehat untuk Calon Dokter
Masa depan perawatan kesehatan sangat bergantung pada kesejahteraan mereka yang mendalami ilmu kedokteran saat ini. Mengatasi tantangan kesehatan mental yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran bukan hanya tanggung jawab individu tetapi juga sistem pendidikan medis secara keseluruhan. Dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan mendukung, kita dapat membantu calon dokter mengatasi tekanan dan menjadi profesional yang kuat, sehat, dan penuh empati.
---
Referensi:
1. Rotenstein, L.S., Ramos, M.A., Torre, M., Segal, J.B., Peluso, M.J., Guille, C., Sen, S., Mata, D.A. (2016). Prevalence of Depression, Depressive Symptoms, and Suicidal Ideation Among Medical Students. JAMA, 316(21), 2214-2236. doi:10.1001/jama.2016.17324
2. Iskandar, R.A., Fauziah, R. (2019). Prevalensi Stres pada Mahasiswa Kedokteran di Universitas Indonesia. Jurnal Kesehatan, 9(2), 152-160.
3. Dyrbye, L.N., Thomas, M.R., Shanafelt, T.D. (2006). Systematic Review of Depression, Anxiety, and Other Indicators of Psychological Distress Among U.S. and Canadian Medical Students. Academic Medicine, 81(4), 354-373. doi:10.1097/00001888-200604000-00009
4. Shapiro, S.L., Shapiro, D.E., Schwartz, G.E. (2000). Stress Management in Medical Education: A Review of the Literature. Academic Medicine, 75(7), 748-759. doi:10.1097/00001888-200007000-00023
5. Hershner, S.D., Chervin, R.D. (2014). Causes and Consequences of Sleepiness Among College Students. Nature and Science of Sleep, 6, 73-84. doi:10.2147/NSS.S62907
6. Dyrbye, L.N., West, C.P., Satele, D., Boone, S., Tan, L., Sloan, J., Shanafelt, T.D. (2014). Burnout Among U.S. Medical Students, Residents, and Early Career Physicians Relative to the General U.S. Population. Academic Medicine, 89(3), 443-451. doi:10.1097/ACM.0000000000000134
7. Sari, R.P., Wahyudi, S. (2020). Manajemen Stres Mahasiswa Kedokteran: Studi di Universitas Brawijaya. Jurnal Kesehatan Mental Indonesia, 5(2), 123-134.
8. Holt, N.R., Chew-Graham, C.A., Hough, Y. (2015). An Evaluation of the Impact of the Mentoring Program on Medical Students' Well-Being and Academic Performance. Medical Teacher, 37(3), 273-279. doi:10.3109/0142159X.2014.947937
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H