Di sepanjang jalan pulang menuju kampungnya warga Madura meneriakkan yel-yel Madura menang, Melayu kalah, Melayu kerupuk 3-0 dan sebagainya. Penyerangan dan perkelahian terjadi sangat singkat hanya dalam tempo 15 menit Parit Setia menjadi berdarah. Suasana di kampong parit setia dan Desa lainnya Kecamatan Jawai menjadi hening, mencekam dan dihantui rasa cemas, takut, berbaur dengan rasa marah dan benci yang mendalam.
Kecamatan Jawai seakan berkabung tidak ada aktivitas dan keramaian malam dua hari lebaran yang biasanya selalu ramai. Desa Parit Setia dan sekitarnya seolah-olah menjadi mati. Peristiwa Parit Setia menjadi objek dan bahan omongan oleh seluruh warga Melayu yang berkunjung untuk berlebaran. Sementara itu, jenazah korban yang gugur pada hari suci disemayamkan di teras Masjid Parit Setia.
Keesokan harinya, tanggal 20 Januari tahun 1999 tepat pukul 09.00 jenazah Ayub, Mahli dan Wasli disholatkan dan dikuburkan oleh ratusan warga Parit Setia dan warga lainnya sekitar parit setia.
Situasi di Desa Parit Setia dan Kecamatan Jawai pada umumnya menjadi sunyi, sepi bagaikan kota mati, tidak ada bunyi petasan meskipun pada saat itu masih lebaran. Hampir satu bulan setelah kejadian Parit Setia berdarah, masyarakat dari luar Jawai datang silih berganti sekedar untuk ziarah ke kuburan korban pembunuhan oleh warga Madura, mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat pemerintahan baik daerah maupun pusat.Â
Perundingan antara warga Madura dan Melayu yang difasilitasi oleh pemerintahan Kecamatan dan Kabupaten senantiasa diupayakan, namun perjanjian damai dirusak kembali oleh warga Madura. Setelah pecah peristiwa di Desa Pusaka Tebas, kejadiaan itu seakan membangkitkan keberaniaan warga Melayu Jawai dan Sambas pada umumnya. Warga Melayu Jawai yang semulanya diam dan takut beralih menjadi garang, bengis dan bersemangat.
Semangat berani dan bersatunya antar warga Melayu juga didorong oleh kunjungan Raja Sambas ke setiap Kecamatan. Setelah kehadiran Raja Sambas, warga melayu seolah-olah memperoleh kekuatan dan energi baru tanpa ada yang memberi komando atau menjadi panglima perang mereka bangkit bersama. Hanya satu yang mereka lawan adalah sikap dan tabiat warga Madura yang mengakibatkan gugurnya orang Melayu Jawai pada saat Idulfitri. Pada saat itulah warga melayu bersiap-siap untuk pembalasan kepada warga Madura.
Dalam tempo satu bulan sebelum pecah perang terbuka, orang Melayu Sambas secara diam-diam menggalang kekuatan konsolidasi antara warga melayu kian meningkat termasuk dengan Dayak Subah dan daerah lainnya yang berdekatan dengan Sambas. Keterlibatan Dayak hanya sebatas memberikan dorongan moral dan magis seperti sakti, kebal, berani dan tahan berjalan jauh.
Nah itulah Sejarah Pilu Tugu Ketupat Berdarah Sambas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H