Mohon tunggu...
Radityo Ardi
Radityo Ardi Mohon Tunggu... Lainnya - Cuma manusia biasa, banyak salahnya. Gimana donk?

Lewat 7 tahun lebih tinggal di Singapura. Banyak pelajaran, masih banyak juga yang harus dipelajari dari negeri yang disebut titik merah di peta oleh Habibie. Blog lainnya di https://mas-rdz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kuliah itu Enggak Penting!

25 Juli 2017   14:24 Diperbarui: 27 Juli 2017   07:35 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan (lisensi CC0 Public Domain)

Iya, memang enggak penting! Buat apa kuliah bayar mahal-mahal? Terutama buat yang dari luar Jawa kuliah di Jawa, cuma buat habisin duit puluhan hingga ratusan juta hanya untuk biaya kuliah di Jawa. Udah nyari duit di luar Jawa susah, ditambah lagi musti bayarin keperluan ini itu untuk kuliah, belum lagi keperluan buat mudik tahunan. Itu pengalaman nyata yang gue ambil dari orang-orang di dekat lingkaran gue.

Balada Cerita si Yanto

Ada cerita tentang si Yanto (bukan nama sebenarnya) yang berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja di sebuah kota di luar Jawa. Miskin enggak, kaya pun juga enggak. Yanto ketika masih SMA diminta keluarganya untuk kuliah di Jawa supaya bisa memperbaiki kualitas hidup keluarganya sementara adeknya juga masih bersekolah. 

Hingga suatu saat dia diterima di universitas swasta di Jawa. Gue nggak begitu kenal dengan si Yanto ini, tetapi dari cerita rekan-rekannya Yanto ini bisa dibilang cukup pintar. Terutama ketika masih semester-semester awal, IPKnya jauh melesat dibandingkan rekan-rekannya.

Menjelang semester-semester akhir, dia mulai dekat dengan seseorang dan kemudian pacaran. Masa dimana seharusnya mahasiswa makin giat belajar, justru dipakai untuk bermalas-malasan. Mulai jarang masuk kuliah, mengabaikan tugas-tugas, hingga bisa dibilang "absen" kuliah beberapa semester. 

Masa dimana teman-temannya sibuk menyiapkan skripsi dan ujian akhir, Yanto masih asyik pacaran dan mengabaikan kuliahnya. Berkali-kalipun diingatkan juga tak kunjung memperbaiki dirinya. Hingga akhirnya jawaban yang membuat gue dan temen-temen terhenyak kaget bukan kepalang, "Lah, gue nggak khawatir kok lulus sekarang apa nanti. Yang penting kan orang tua masih bayarin sampe lulus kuliah. Mau sampe 6-7 tahun baru lulus ya nggak apa-apa. Lagian gue kan bukan orang Jawa, jadi lulus kuliah di Jawa aja udah seneng.". Jlebbbb!

Dan akhirnya memang benar si Yanto kabarnya lulus di tahun ke 6, dengan 2 tahun lamanya membuang-buang waktu dan uang hanya untuk pacaran dan bermalas-malasan. Yanto akhirnya kembali ke kampung halamannya, menikah, dan bekerja seadanya.

Balada Cerita si Banu

Si Banu (bukan nama sebenarnya) lebih beruntung lagi. Banu tinggal di sebuah desa di luar Jawa, tetapi memang kebanyakan kampungnya dihuni mayoritas orang-orang Jawa. Pekerjaan di sana bukanlah pekerjaan impian. Namanya saja desa, umumnya bertani dan berkebun adalah pekerjaan paling umum. Hanya ada 2 macam pekerjaan impian di sana, yaitu PNS dan bekerja di pabrik perkebunan (umumnya pabrik pengolahan bahan makanan seperti gula, tepung, dan lain-lain). Dan bapaknya Banu ini buruh kasar di pabrik impian tersebut. Gajinya juga nggak besar-besar amat, tapi lebih dari cukup untuk membiayai makan dan kehidupan sehari-hari.

Karena memang di pabriknya ada program "balas-budi", anak-anak buruh di pabrik ini mendapat kesempatan untuk mengambil kuliah di Jawa secara gratis di universitas negeri nomer satu Indonesia, tapi bersyarat. Seluruh biaya mulai dari pendaftaran, diberangkatkan, hingga biaya bulanan kuliah, termasuk biaya mudik setahun sekali dan semua kebutuhannya akan dibiayai pabrik. Tapi pasti ada udang dibalik rempeyek, pabrik meminta syarat yang sebenarnya cukup mudah untuk dipenuhi.

Syaratnya mencakup dari syarat ketika menempuh kuliah, lulus, hingga penempatan kerja. Syarat pertama, pabrik yang menentukan pilihan jurusan yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan pabrik di masa mendatang. Jurusan kuliah juga bukan yang teknis dan sulit macam kedokteran, hanyalah yang dibutuhkan perusahaan saja. 

Syarat kedua, setelah lulus tentu diharuskan mengikuti penempatan kerja di pabrik dan seterusnya bekerja di situ minimal 3 tahun. Nah, di sini ada nilai plusnya dimana lulusan yang nilainya memenuhi syarat akan ditempatkan di dalam kantor, bukan kerja lapangan / buruh. Syarat ketiga, tentu akan ada review nilai IPK tiap semesternya dimana sang calon karyawan diharuskan mencapai nilai IPK tertentu untuk menjaga kepercayaan perusahaan, atau jika masih ingin tetap digratiskan biaya kuliahnya. Dan menurut gue, nilai IPK minimal ini sangat standar dan wajar.

Si Banu, kemudian berangkat ke Jawa melalui jalur darat, tentunya dengan fasilitas perusahaan. Menjalani kuliah satu masa dua masa, satu semester dua semester berlalu sudah. Mungkin juga kaget, mengalami culture-shock, uang saku bulanan Banu yang diberi perusahaan tidak cukup untuk dia. Jumlahnya yang dua-pertiga UMR kota tersebut masih kurang, dan di semester awal sudah menguras uang mencapai 8 digit sekali telan. Daftar belinya termasuk barang-barang mahal macam laptop high-end, sepeda, kuota internet termahal, handphone terbaru, untuk makan harian di resto, dan tak satupun digunakan untuk membeli buku!

Terus berjalan dengan gaya hidupnya yang flamboyan, sementara orang tuanya hidup pas-pasan di desa, sebenarnya cukup menyayat hati. Menjalani gaya hidup hedonis, membuat Banu merasa malas kuliah dan memilih untuk keluar disaat ada jam kuliah yang harus dia patuhi. Hingga akhirnya gaya hidupnya itu berdampak di IPKnya yang terus anjlok tajam, tentu bapaknya diinterogasi pihak perusahaan karena nilai-nilainya yang anjlok.

Pabrik tentu enggak mau rugi karena calon karyawannya "tersesat", bapaknya diinterogasi hingga akhirnya disetujui bahwa bantuan kuliah gratis tadi dikonversi menjadi hutang. Segala biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk Banu sejak pertama pendaftaran dihitung dan dikonversi menjadi hutang plus bunga. Satu syarat lagi ditambahkan, pabrik masih menanggung biaya kuliah hanya sampai tahun ke-empat. Lebih dari itu, ditanggung sendiri. Jika ditotal jumlahnya cukup fantastis, mencapai 9 digit!

Di semester akhir bapaknya tidak mampu lagi menanggung biaya untuk semester pendek untuk memperbaiki nilai-nilainya yang anjlok, sementara perusahaan tidak menanggung biaya semester pendek. Banu lulus di tahun ke-empat dengan IPK yang bahkan sangat jauh dibawah rata-rata provinsinya meskipun dia lulus dari universitas nomor satu di Indonesia.

Banu bagaimanapun juga sepertinya kini dia lepas beban, tapi kondisi di baliknya cukup ironis. Banu diharuskan bekerja di perusahaan itu untuk waktu tertentu, bukan pegawai kantoran, tapi buruh (honorer pula)! Dia juga diwajibkan untuk melunasi biaya kuliah yang dikeluarkan perusahaan. Gajinya juga bahkan separuh dari UMR provinsi turun sedikit.

Kuliah Nggak Penting!

Memang kuliah itu enggak penting kok! Habisin duit banyak, waktu terbuang, nggak ada gunanya. Menengok cerita si Banu yang habiskan uang 9 digit tapi ujungnya juga kerja buruh honorer (bukan karyawan tetap), buat apa kuliah? Lulus SMA juga bisa kok langsung kerja buruh di pabrik itu. Menengok cerita si Yanto, buat apa kuliah kalo cuma dihabiskan buat pacaran dan bermalas-malasan?

Tapi, kalo Kamu Serius...

Kalo kamu serius aja nih, kuliah itu justru banyak manfaatnya! Apalagi kalau kamu mau pasang target. Gak usah muluk-muluk, mau kuliah di universitas swasta atau negeri, nomer satu atau bukan, make the most of it!

Pasang target lulus 4 tahun dan IPK di atas 3.00 sudah cukup membanggakan sebenernya! Bahkan gue berikan tips-tips ini ke orang-orang di deket gue yang saat ini lagi menempuh kuliah.

  • Target lulus maksimal 4 tahun.
  • Target IPK di atas 3.00.
  • Monitor IPKmu tiap semester. Ketika sudah di-bawah 3.00, segera cari mata kuliah terjelek nilainya untuk ambil semester pendek (fungsinya segeralah memperbaiki nilai).
  • Semester 5 harus sudah mulai cari judul untuk skripsi, dan semester 6 mempersiapkan apa yang diperlukan untuk skripsi. Lalu ambil skripsi di semester 7 atau 8.
    Enggak usah cari judul fantastis tapi enggak tahu proses detailnya. Enggak usah cari judul terlalu umum / gampang juga, takutnya sudah banyak yang buat judul yang sama. Dan yang terutama, skripsi harus atas usaha sendiri!
  • Fokus... fokus..., dan fokus...! Jauhi ekstra-kurikuler macam BEM, musik, Pramuka, apapun itu!
    Ekstra-kurikuler memang menambah pengalaman, tapi enggak ada jaminan ekstra-kurikuler bisa membantu karier dan pekerjaan di masa depan kalo IPKmu juga dibawah standar. Kalo mau punya pengalaman bidang politik lewat BEM, kenapa gak kuliah politik aja sekalian? Kalo mau pengalaman musik, kenapa gak kuliah jurusan musik aja? Kan begitu analoginya.
  • Cintailah program / bidang studi yang kamu tekuni
    Tips-tips di atas bakalan gagal kalau kamu enggak cinta program studi yang kamu tekuni sekarang.

Terakhir yang harus diingat adalah kuliah itu investasi besar! Ketika kamu lulus kuliah dan IPKmu (misalkan) cuma nyampe 2.50 saja, angka itu bakalan dibawa seumur hidup, atau setidaknya sampe kamu bisa nabung uang cukup untuk kuliah lagi dengan biaya sendiri. 

Ketika orang mencari pekerjaan setelah lulus kuliah, yang dilihat pertama adalah IPKnya karena enggak ada pengalaman kerja. Nah, setelah bekerja beberapa tahun dan kemudian pindah pekerjaan, yang dilihat berikutnya adalah IPK + pengalaman kerja + sertifikasi (kalau ada).

Di atas tadi hanyalah contoh nyata apa yang terjadi kalo kamu enggak serius kuliah. Kalo enggak serius, ya buat apa kuliah? Enggak penting juga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun