Mohon tunggu...
Raditya Fauzi
Raditya Fauzi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar, Pengacara (Penganguran Banyak Acara)

aku bluetooth? umur manusia sangatlah pendek, kecuali naik ke ranah "penempaan jiwa" (umurmu nambah 400 tahun wak). bangun-makan-nulis-tidur adalah rutinitas sehari-hariku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Kue Pia dari Cina ke Popularitas Global

30 Agustus 2024   13:34 Diperbarui: 3 September 2024   09:28 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://sewcazual.com/

Kue pia adalah kudapan tradisional yang digemari banyak orang. Terbuat dari adonan tepung yang diisi dengan berbagai macam isian, seperti kacang hijau, durian, atau cokelat. Rasanya yang manis dan teksturnya yang renyah membuat kue ini disukai banyak orang. Kue pia terkenal di berbagai daerah, terutama di Asia, karena citarasanya yang unik dan cocok untuk dinikmati kapan saja. 

Asal Usul Kue Pia

Nama "pia" berasal dari bahasa Hokkien yang artinya "kue" atau "pastry". Kata ini pertama kali dipakai untuk menyebut kue dengan kulit tipis dan isian di dalamnya. Istilah ini mulai populer di kalangan komunitas Tionghoa dan seiring waktu, "pia" menjadi nama umum untuk kue yang memiliki ciri khas tersebut.

Kue pia mulai dikenal di Tiongkok sekitar zaman Dinasti Ming. Pada saat itu, kue ini sering dipakai dalam berbagai ritual keagamaan dan perayaan. Kue pia, dengan bentuk bulatnya, melambangkan keberuntungan dan kesempurnaan.

 Kue ini menjadi bagian penting dari tradisi, sering digunakan sebagai persembahan atau hidangan istimewa dalam perayaan.

Penyebaran Kue Pia ke Berbagai Negara

Kue pia menyebar ke Asia Tenggara berkat perdagangan dan migrasi. Para pedagang Tionghoa yang datang ke Indonesia, Malaysia, dan Filipina membawa serta kue ini. 

Selama perjalanan dan interaksi dengan budaya lokal, kue pia mulai mengalami perubahan, menyesuaikan diri dengan bahan dan selera yang ada di masing-masing negara. Berbagai negara di Asia Tenggara punya variasi kue pia mereka sendiri. 

Di Indonesia, terutama di Yogyakarta, kita kenal dengan nama bakpia. Bakpia Pathok, yang terkenal di sini, punya isian kacang hijau yang manis dan kulit yang renyah. 

Sementara di Filipina, kue pia dikenal dengan nama hopia dan memiliki berbagai varian isian seperti kacang merah, ubi, hingga durian. Variasi ini menunjukkan bagaimana kue pia beradaptasi dengan rasa lokal di setiap tempat.

Evolusi dan Adaptasi Kue Pia

Seiring waktu, resep kue pia mengalami banyak perubahan. Dulu isian kue pia biasanya hanya kacang hijau atau kacang merah, kini banyak inovasi dengan isian seperti cokelat, keju, dan bahkan kopi. 

Teknik pembuatannya juga semakin modern, membuat kue pia lebih tahan lama dan praktis tanpa mengorbankan rasa aslinya.Di era sekarang, kue pia semakin dikenal luas berkat media sosial. 

Banyak toko kue pia yang berkreasi dengan kemasan yang menarik dan variasi rasa yang unik. Hal Ini membuat kue pia tetap relevan dan populer di kalangan generasi muda, sambil tetap mempertahankan kesan tradisional yang khas.

Kue Pia Sebagai Ikon Kuliner

Kue pia sudah jadi ikon kuliner di beberapa daerah, khususnya di Yogyakarta dengan Bakpia Pathok-nya. Kue ini sering muncul dalam perayaan dan menjadi oleh-oleh favorit bagi banyak orang.

Bentuknya yang kecil dan rasanya yang enak bikin kue pia jadi pilihan yang pas sebagai hadiah atau camilan. Kue pia juga memberi kontribusi besar dalam industri kuliner, baik lokal maupun global. 

Banyak restoran dan toko kue yang mengadaptasi kue pia dalam produk mereka, seperti pie atau pastry dengan sentuhan modern. Ini menunjukkan bahwa kue pia tidak hanya bertahan, tetapi juga beradaptasi dengan perubahan zaman dan selera.

Penutup

Kue pia, dengan segala sejarah dan perkembangannya, tetap menjadi bagian penting dari kuliner masa kini. Dari Tiongkok hingga berbagai negara di Asia Tenggara, kue ini menunjukkan betapa tradisi bisa beradaptasi dengan zaman dan tetap relevan. Kue pia bukan hanya camilan, tapi juga simbol dari kekayaan budaya yang terus berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun