Setiap tahun, aktivitas impor terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di masyarakat. Fenomena ini pun berkaitan erat dengan kewajiban pembayaran pajak di negara ini. Berbeda dengan ekspor yang dikenakan tarif PPN 0% untuk mendukung pertumbuhan produk dalam negeri, impor dikenai berbagai pungutan dan pajak yang dikenal sebagai pajak dalam rangka impor (PDRI). Lantas, apa saja pungutan yang dikenakan pada kegiatan impor?
Kontribusi Pajak Impor bagi Indonesia
Impor merupakan kegiatan mengenalkan barang dari luar wilayah pabean, meliputi barang dan jasa yang tidak diproduksi dalam negeri. Kegiatan ini memiliki dampak positif dalam perdagangan internasional, karena tidak hanya memenuhi kebutuhan negara tetapi juga meningkatkan pendapatan negara.
Pendapatan negara dari impor diperoleh melalui pembayaran pajak atas setiap transaksi impor. Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara, di mana objek pajaknya mencakup Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Setiap impor dikenai pajak sesuai dengan tarif yang telah diatur dalam ketentuan perpajakan.
Selain meningkatkan rasio pajak, pajak impor juga bertujuan untuk melindungi produsen lokal dari persaingan dengan produk impor yang harganya lebih murah. Dengan adanya pajak impor, produk lokal menjadi lebih kompetitif sehingga industri dalam negeri dapat tumbuh.
Pemungutan pajak impor juga membantu pemerintah untuk mengendalikan barang-barang yang masuk ke dalam negeri. Hal ini penting untuk mencegah peredaran barang yang berpotensi merugikan masyarakat atau dapat disalahgunakan.
Pengenaan Pajak atas Kegiatan Impor
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada berbagai pungutan yang dikenakan atas aktivitas impor. Tidak hanya dikenakan bea masuk, barang-barang impor yang memasuki wilayah Indonesia juga akan dikenakan pajak lainnya, seperti PPN, PPnBM, dan PPh. Berikut adalah ketentuannya.
1. Pungutan Bea dan Cukai
Pemasukan barang dari luar wilayah pabean ke dalam wilayah pabean akan dikenakan bea masuk yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Impor, yang merupakan kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean, mengharuskan pembayaran bea masuk sebagai pungutan atas impor tersebut.
Bea masuk memiliki dua jenis tarif, yaitu tarif ad valorem dan tarif spesifik. Sebagian besar barang impor dikenakan tarif ad valorem, yang merupakan persentase tertentu dari nilai barang impor, dengan tarif tertinggi mencapai 40%. Sedangkan beberapa komoditas lainnya menggunakan tarif spesifik, yang dikenakan per satuan barang, misalnya per kilogram.
Untuk menghitung bea masuk dengan tarif ad valorem, tarif tersebut akan dikalikan dengan nilai pabean atau Cost, Insurance, and Freight (CIF). Nilai pabean ini terdiri dari harga barang (Free on Board/FoB), biaya asuransi (Insurance), dan biaya pengiriman (Freight), yang kemudian dikalikan dengan nilai dasar perhitungan bea masuk.
Selain bea masuk dasar, ada juga bea masuk tambahan (BMT) yang dikenakan untuk barang-barang tertentu atau kondisi impor khusus. BMT ini bersifat tambahan dan tidak menggantikan bea masuk dasar yang telah dipungut.
2. Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)
Pengenaan pajak impor berbeda dengan pungutan bea masuk yang memiliki dua macam tarif. Pajak dalam rangka impor (PDRI) hanya memiliki satu macam tarif, yaitu tarif persentase, dan dikenakan atas nilai impor, bukan nilai pabean. Nilai impor adalah nilai CIF ditambah dengan bea masuk. Jenis pajak ini terdiri dari PPN, PPnBM, dan PPh 22 impor.