Mohon tunggu...
radirgantara
radirgantara Mohon Tunggu... -

sehembus angin yg ingin menjadi badai. seekor domba yg ingin memandu jalan. ini permulaan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Potong Rambut Pria

26 September 2015   03:38 Diperbarui: 26 September 2015   03:38 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Aktivitas memotong rambut telah menjadi tradisi pada peradaban manusia. Adalah Robert Hinclife asal Inggris pada tahun 1761 menemukan alat cukur gunting. Namun konon, tradisi memotong rambut berasal dari daratan Tiongkok jauh sebelum Hincliffe menemukan gunting.

Dahulu tradisi potong rambut bagi pria merupakan kegiatan untuk membersihkan, lebih merapikan bagian yang berambut (rambut kepala, kumis, jenggot, dll). Kegiatan ini lebih digemari kaum wanita karena rambut adalah mahkota bagi mereka.

Namun pada era globalisasi pun fashionisasi ini, rambut juga mahkota bagi pria. Pria semakin memerhatikan penampilan mereka seakan tidak ingin kalah dengan wanita, bahkan terjadi kompetisi dengan penampilan pria-pria lain (red : saingan, gebetan mantan, dan penyamun lainnya).

Hal ini dapat kita lihat semakin merebaknya barbershop khususon pria.  maraknya kaum pomadis klimis, berkumis tipis, berpakaian necis menambah catatan pria fashionis.  Tak pelak, para pria harus merogoh kocek lebih dalam untuk merawat “mahkotanya”. Biaya pria saat ini hampir menyaingi wanita dalam hal penampilan rambut.

Tapi apakah perasaan pria setelah prosesi potong rambut adalah sama dengan perasaan wanita? Kita tahu bahwa wanita hampir selalu ‘puas’ setelah dari salon. Dapat dilihat dari posting foto mereka di berbagai media sosial. Tampak dari foto mereka dengan mimik sok sedih dan caption ‘bye bye my old hair.. L’ yang kita tahu bahwa mimik dan smiley dalam caption tersebut tidak benar-benar mewakili tujuan posting mereka sebenarnya. Pamer. Harapan pujian bertubi.

Bagaimana dengan pria? Perasaan mereka dapat dikategorikan menurut pengakuan beberapa koresponden.

 

Super Pede

Beberapa teman yang saya tanya menjawab ‘pede keles, emang ganteng dari lahir’. Begitulah beberapa jawaban yang saya dapatkan. Entah karena saya tanya kepada teman yang pedenya luar biasa atau memang potongan rambutnya tidak pernah mengecewakan.

Bukti ditambah dengan postingan rambut baru mereka. Kali ini tidak dengan mimik sedih seperti wanita. Kebanyakan dengan ekpsresi gembira serta bibir manyun mengatup. Coba bayangkan. Tidak sedikit foto selfie dengan tukang cukurnya bak hasil endorse stylis hairdo terkemuka.

 

Terpaksa Pede

Beruntunglah mereka yang merasa pede walaupun dengan terpaksa. Setidaknya pernah pede. Kerabat dan teman-teman saya sendiri mengaku mereka terpaksa pede, bahkan terpaksa pergi ke tukang cukur.

Penting bagi mereka mewujudkan keinginan orang lain untuk melihatnya lebih rapih dan tampan. Sungguh mulia. Contohnya orang tua dan pacar. Tidak hanya perintah untuk bercukur, namun model rambut pun si pria tidak mendapat kewenangan untuk menentukan.

Momen saat mereka terpaksa pede adalah setelah bercukur dan si pasangan mengemukakan pernyataan ‘tuh kan bagus, ganteng gini kan kamu yaank..’.

Dan momen mereka menyesal dengan tindakan mulianya adalah ketika temen-temennya bilang ‘bagusan rambut lu dulu deh, ini aneh..’

 

Pede jadi dendam

Berujung dendam dengan tukang cukur. Orang seperti ini merasa berhasil diperdaya tukang cukur.

Saat di eksekusi semua tampak baik-baik saja. Dan hasilnya woow tidak pernah sebagus ini. Rambut ditata sekeren mungkin, tambah pembasah dan spray, lalu saran dan sugesti-sugesti tukang cukur pun menghujani pikiran bawah sadar. Terlihat sempurna.

Namun berbeda ketika di rumah, ‘kok beda yaa’, ‘nggak bisa kayak tadi sih’, ‘waah kok bisa sih.’ Saat itu juga dendam pun tertanam kepada tukang cukur dan memutuskan tidak lagi ke tukang cukur yang sama.

 

Bagi para pembaca, termasuk yang mana nih?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun