Senja hari dalam udara melembab
Langit tembaga warnanya
Menyelimuti hangat kota Benteng
Aku Bersinggah di bibir sungai Cisadane
Bersebelahan dengan kekasih hati
Wajah dan senyumnya merona
Kutahu hatinya lebih kuat ketimbang tembaga
Perlahan Cisadane menghanyut
Airnya kehijauan di musim kemarau
Sampah - sampah masih seperti dulu
Menyembul diantara kecipak ikan sapu - sapu
Cisadane airnya sampai ke laut membawa sarat catatan sejarah
Penganiyaan atas suku saudara di ujung mercusuar politik masa silam
Dendangkan luka sementara abaikan bhineka tunggal ika
Dihadang pintu air sepuluh Cisadane tentang meriak
Meski limbah pabrik mengoyak sejuknya
Cisadane tetap gemburkan sawah tuk panen besok
Di ujung langit kilau tembaga semakin kuat
Cisadane gemetar menahan kokoh tanggul beton
Lepaskan selendang cokek
Gelontorkan aroma arak
Sampaikan ke kota naga
Gambang keromong jarang sudah bertaut
Kerukunan bermuara pada transaksi semata
Toleransi mendangkal di secarik ratifikasi
anak muda tidak mengerti apa - apa
tidak mendapatkan apa - apa
Langit mulai temaram
Senja kala menepis muram
Kekasih hatiku kukuh berjilbab biru
Menghampiriku dengan hati biru
Diantara suara azan bibir bagusnya berucap
Mas, kapan bisa nonton pecun di kali tangerang ?
Enawar
Tangerang, September 2011
Di samping kali Tangerang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H