Mohon tunggu...
Radhitya Pratama
Radhitya Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Radhitya Angga Putra Pratama, seorang mahasiswa yang juga memiliki ketertarikan mendalam pada dunia gaming dan budaya pop Jepang. Melalui blog ini, saya berbagi pandangan, analisis, dan pengalaman seputar hobi serta kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Games Pilihan

Di Balik Secangkir Kopi, Konflik Rasial dan Refleksi Sosial di Game Coffee Talk

3 Januari 2025   16:58 Diperbarui: 3 Januari 2025   17:16 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Cover Game Coffee Talk Nitendo)

Coffee Talk adalah sebuah game dengan premis sederhana, pemain berperan sebagai barista di sebuah kedai kopi kecil. Namun, di balik kesederhanaan gameplay-nya, game ini menyuguhkan cerita yang kaya akan makna, menggali isu-isu sosial mendalam, termasuk konflik rasial yang tetap relevan hingga hari ini.

Dalam dunia fiksional Coffee Talk, manusia hidup berdampingan dengan berbagai makhluk mitologis seperti elf, orc, vampir, dan werewolf di Kota Seattle, Amerika Serikat. Meski terkesan utopis, kehidupan mereka jauh dari kata harmonis. Konflik antarras sering terjadi, melibatkan prasangka, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial yang mencerminkan masalah nyata yang dihadapi masyarakat kita.

Sebagai barista, pemain tidak hanya bertugas menyajikan minuman, tetapi juga mendengarkan cerita dan keluh kesah pelanggan. Salah satu tema menarik dalam game ini adalah kebijakan pemerintah kota yang menimbulkan polemik.

Misalnya, ras werewolf sering kali menghadapi kesulitan mendapatkan obat penenang akibat stigma sosial yang melekat pada mereka. Ketakutan akan diskriminasi membuat banyak dari mereka enggan mencari bantuan meskipun sangat membutuhkannya.

Surat kabar The Evening Whispers melaporkan protes terhadap perlakuan pemerintah terhadap imigran Atlantis, menyoroti kebijakan yang diskriminasi
Surat kabar The Evening Whispers melaporkan protes terhadap perlakuan pemerintah terhadap imigran Atlantis, menyoroti kebijakan yang diskriminasi

Selain itu, bangsa Atlantik (penghuni perairan dalam dunia Coffee Talk) menghadapi diskriminasi yang sistematis. Surat kabar The Evening Whispers melaporkan upaya pemerintah membatasi imigrasi bangsa Atlantik dengan alasan tidak jelas, mengakibatkan keterbatasan akses mereka terhadap pendidikan dan layanan dasar. Di habitat mereka, perairan tercemar limbah dari daratan, mencerminkan ketidakpedulian pemerintah terhadap kesejahteraan kaum minoritas tersebut.

Kebijakan Pemerintah dan Dinamika Sosial

Dalam lanjutan cerita di Coffee Talk Episode 2, pemerintah berupaya meningkatkan kesetaraan dengan menerbitkan UU Perlindungan Nama Baik, sebuah perjanjian global untuk mengakui hak-hak spesies non-Sapiens, yakni makhluk cerdas yang berjalan dengan dua kaki. Langkah ini memberikan secercah harapan bagi hubungan antarras.

Namun, penerapan kebijakan tersebut tidaklah mudah. Banyak spesies harus memenuhi persyaratan tertentu untuk diakui setara dengan enam ras utama. Misalnya, ras Satyr akibat tidak memiliki jenis perempuan harus menunggu lama sebelum akhirnya diakui secara internasional, sementara ras Banshee menghadapi tantangan besar karena jumlah populasinya yang kecil, membuat mereka kurang mendapatkan representasi.

Keajaiban Kedai Kopi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun