Di tengah ketegangan tersebut, Coffee Talk hadir untuk menunjukkan bagaimana empati dan dialog dapat menjadi jembatan untuk mengatasi perbedaan. Sebagai barista, pemain menciptakan ruang aman bagi pelanggan untuk berbagi cerita tanpa takut dihakimi. Game ini mengajarkan bahwa memahami perspektif orang lain adalah langkah awal menuju hubungan yang lebih harmonis.
Misalnya, konflik antara pasangan elf dan succubus menggambarkan bagaimana stereotip dan prasangka dapat menjadi hambatan serius dalam hubungan. Keluarga elf menolak hubungan mereka karena merasa lebih unggul, sementara keluarga succubus menolak akibat arogansi yang kerap melekat pada kaum elf. Namun, melalui percakapan di kedai Coffee Talk, mereka menemukan keberanian untuk melampaui prasangka tersebut. Sang elf rela meninggalkan keabadiannya, dan succubus menerima komitmen serius pasangannya, menunjukkan bahwa dialog dan empati mampu mengatasi perbedaan yang tampak tak terjembatani.
Di balik kehangatan suasana kedai kopi, Coffee Talk menawarkan pandangan optimistis bahwa dunia yang lebih inklusif dimulai dari keberanian untuk mendengar, memahami, dan menerima perbedaan. Game ini bukan hanya sebuah hiburan, tetapi juga refleksi sosial yang relevan bagi siapa saja yang memainkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H