Jika dulu perangkat diberikan dengan cara kirim file melalui media sosial, saat ini mereka lebih tertarik jika diberikan barcode dan link akses menggunakan kode masuk. Cara ini terbukti lebih praktis apabila koneksi internet di sekolah memadai. Handphone yang mereka gunakan tidak lagi hanya sebatas mencari sumber referensi belajar, akan tetapi bisa digunakan untuk mendesain karya hasil diskusi seperti menggunakan canva dan sejenisnya. Selain itu, penguasaan teknologi peserta didik terlihat jelas dengan durasi waktu pengerjaan yakni 30 menit sudah bisa menghasilkan produk utuh dengan berbagai bentuk diantaranya berupa infografis, PPT, poster, dan video singkat. Terlihat pula bahwa peserta didik memiliki kemampuan dan kreativitas yang tinggi dalam dunia digital. Hal inilah yang perlu disadari guru bahwa peserta didik saat ini sangat melek teknologi.
Tidak cukup sampai disana, saya juga merasakan bahwa kreativitas peserta didik dapat dinilai saat presentasi kelompok dilakukan dan adanya diskusi tanya-jawab di kelas. Presentasi yang ditampilkan merupakan rangkuman penyatuan argumen-argumen individu dalam satu kelompok, isi penyampaian ini kemudian mendapat tanggapan dari kelompok lain. Momen menarik bagi saya yakni ketika sesi tanya-jawab dilaksanakan. Peserta didik tanpa sadar terpacu untuk terus memberikan argumen baik itu bantahan ataupun dukungan, semuanya berdasarkan pengalaman membaca dan pengetahuan awal yang sudah mereka miliki. Momen ketika salah satu kelompok ditanyai mengenai pendapatnya tentang hal apa yang mungkin mereka lakukan di masa depan.
“Mana tahu, kan? Besok, mobil listrik atau motor listrik itu bisa saja dihidupkan oleh beberapa buah baterai kecil (sambil mendeskripsikan baterai ukuran kecil dengan gesture tangannya) seperti yang kita kenali sekarang” ujar salah seorang peserta didik laki-laki dalam sebuah presentasi kelompoknya.
Pernyataan impian seorang peserta didik itu sontak mendapat respon tepuk tangan yang meriah dari seluruh peserta didik di kelas seakan menyuarakan bahwa itu adalah ide yang cemerlang meski saat ini sulit untuk merealisasikannya. Tugas guru adalah memberikan tanggapan dan saran yang kontruktif bagi mereka. Guru dapat meluruskan hal yang dirasa kurang tepat dan menguatkan hal yang sudah tepat dalam tahapan refleksi pembelajaran bersama peserta didik seperti saran untuk mencantumkan referensi sumber bacaan yang mereka gunakan. Kegiatan ini juga akan memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik tentang melatih cara berargumen, menerima dan mengkritisi argumen orang lain dengan baik.
Kegiatan yang saya lakukan hanyalah sebagian kecil dari cara yang dapat dilakukan dalam menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dalam mendidik peserta didik di era post-truth. Metode pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan karaktersitik peserta didik yang kita hadapi. Semoga artikel ini dapat memberikan gambaran solusi yang dapat dilakukan untuk sekolah memiliki kondisi serupa. Lebih jauh lagi, semoga solusi ini dapat dijadikan referensi bagi masyarakat ataupun sekolah untuk menghadapi era post-truth tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H