Mohon tunggu...
Radfan Faisal
Radfan Faisal Mohon Tunggu... -

Wartawan, tinggal di Probolinggo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lorong Gelap Marwah Daud Ibrahim

11 Oktober 2016   15:22 Diperbarui: 17 Oktober 2016   19:13 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, ibu 2 anak ini tidak bergeming. Ia tak ikut-ikutan sultan-sultan dan raden-raden Taat Pribadi, yang menghilang begitu junjungannya dikeler aparat Polda Jatim. Seabrek aktivitasnya diluar padepokan ia tangguhkan, ‘hanya’ demi membela anak mantan Kapolsek Gending itu. Demi pria yang ia sebut ‘sahabat’ itu, ia rela dihujat dan dicaci maki penduduk negeri ini.

Karena keteguhannya itu, saya sampai terkesima. Terutama saat ia berbicara panjang lebar di acara Indonesian Lawyer Club (ILC), pada Rabu (4/10) malam. Saya tak menyoroti dari sisi ‘kecerobohannya’ memaknai spiritualitas Taat Pribadi, namun lebih pada retorikanya dalam memahamkan audiens terkait kiprah pria yang lebih akrab disapa Dimas Kanjeng itu.

Marwah mengakui jika kemampuan Taat Pirbadi diluar rasionalitas yang jadi kesepakatan bersama. Ia melihat dari sisi metafisika, dimana ia menyebut kemampuan Taat sebagai bagian transdimensi. Yang tidak semua orang bisa, bahkan oleh seorang sufi sekalipun. Ia menganggap, apa yang dilakukan Taat adalah periode ketika ilmu pengetahuan sudah mentok, dan tak akan ada pembaruan lagi. Saat itulah menurut Marwah, dunia akan kembali meninggalkan rasionalitas dunia modern.

Penulis yang pernah menyusun skripsi dengan pendekatan Postmodernisme, kemudian menyandarkan keyakinan Marwah seperti penjelasan Pauline Rosenau (1992). Menurut Pauline, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas. Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat dari sisi industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, atau kehidupan dalam jalur cepat.

Pemikiran postmodernis cenderung menggembor-gemborkan fenomena besar pramodern, Seperti emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal, kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, kosmologi, magis, mitos, sentimen keagamaan, dan pengalaman mistik.

Sementara menurut Michael Foucault, postmodernisme akan menghubungkan antara ilmu dan alasan. IImu akan mencari best answer. Namun, jawaban yang hadir dalam pandangan postmodernisme akan menolak generalisasi. Kebenaran, lebih mengandalkan pada kemampuan fiksi persuasif, relativitas, lokal, plural, tak menentu, dan penafsiran.

Itu sebabnya, Marwah tidak menyebut keyakinannya pada kemampuan Taat Pribadi sebagai kebenaran. “Saya tidak merasa paling benar, mari kita berproses untuk sama-sama mencari kebenaran itu. Saya juga tidak memaksakan keyakinan saya untuk juga diyakini orang lain. Jangan lihat persoalan ini hanya dari satu sudut pandang saja. Saya mencari kecocokan kemampuan ini dari bidang lain. Misalnya fisika kuantum atau disorientasi yang saya yakini,” begitu kata Marwah saat tampil di acara yang dipandu Karni Ilyas itu.

Karena itulah, pembelaannya pun tidak seperti pengikut lainnya, membabi-buta atau sekedar pokoknya. Ia mendefinisikan kesetiannya bukan dengan suka-suka, tapi dengan pendekatan ilmiah (tentu yang ia yakini sendiri). Mungkin karena dari sisi intelektualnya itulah (selain posisinya sebagai ketua yayasan), sebagian besar pengikut Taat Pribadi juga menghargai keberadaannya. Bahan, saat memberikan motivasi pada pengkut yang bertahan di padepokan, semuanya mengelu-elukannya, mencium tangannya, memeluknya, bahkan rela bertakbir untuknya.

Saya yakin, Marwah Daud Ibrahim sadar betul atas konsekuensi yang akan didapatkannya di kemudian hari. Perempuan yang pernah menjadi asisten peneliti Bank Dunia ini bukanlah seorang Ronin, yang kerap ikut arus kemanapun. Ia adalah samurai yang setia dengan segala tekad dan janji persahabatan. Ia menemani sang sahabat sekaligus menunjukkan konsistensinya untuk menghargai setiap kata yang pernah diucapkannya.

Dan ternyata, meski jalannya menurut hampir semua orang dinilai salah, Marwah tetap dihormati. Setidaknya itu keluar dari lisan mantan Ketum PBNU Hazyim Muzadi dan anggota DPR RI Akbar Faisal. “Kembalilah pada kami,” begitu kata keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun