Sarana ekspresi/sarana yang digunakan adalah tingkah laku, gerak, bunyi dan suara, yang dilaksanakan secara terpadu. Bentuk pertunjukannya dilakukan tidak hanya melalui dialog dan tingkah laku, tetapi  juga melalui gerak/tarian dan lagu serta iringan musik, semuanya membentuk satu kesatuan.Â
Teater tradisional memahami koherensi komunitas etnis Indonesia dari wilayah etnis tertentu dan berbeda dengan ekspresi multimedia yang terintegrasi. Pernyataan tersebut mendukung bahwa Cupak Gerantang merupakan  teater tradisional yang bersumber dari sastra lisan, yaitu cerita rakyat yang berakar dan bersumber dari budaya tradisional masyarakat.
Kepopuleran cerita Cupak Gerantang di masyarakat Lombok mendorong terjadinya adaptasi naskah drama, yang memunculkan pengadeganan baru dari naskah aslinya.Â
Adaptasi tersebut biasanya dilakukan oleh sutradara pada saat pementasanya. Adaptasi naskah merupakan penciptaan tokoh, adegan, dan suasana atau kejadian. Adaptasi naskah yang terjadi tidak mengubah moral dari cerita, namun menambahkan beberapa unsur cerita baru yang dinilai dapat lebih membangun cerita tersebut.
Adaptasi naskah ini kemudian berkembang banyak dan berpengaruh juga terhadap cara pementasan drama Cupak Gerantang tersebut. Seperti pernyataan sebelumnya, pementasan Cupak Gerantang yang sebenarnya merupakan sebuah teater tradisional, kini lebih banyak yang dipentaskan dengan konsep multimedia ekspresi.Â
Menambahkan unsur-unsur lain seperti musik dan tarian, menjadikan drama Cupak Gerantang ini sebagai sebuah media hiburan yang dapat tetap diterima pesan moralnya oleh masyarakat.Â
Dengan demikian, terdapat dua versi drama Cupak Gerantang yang dikenal oleh masyarakat. Pertama adalah versi asli yang masih menggunakan bahasa Sasak penutur asli dan tidak ditambahkan unsur apapun. Kedua adalah versi adaptasi naskah yang sudah menggunakan campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Sasak dan ditambahkan unsur-unsur lain.Â
Saat ini, masyarakat lebih banyak mengenal drama Cupak Gerantang yang merupakan naskah adaptasi dibandingkan dengan naskah aslinya. Hal tersebut dikarenakan naskah adaptasi lebih sering dipentaskan. Naskah adaptasi lebih sering dipentaskan karena lebih mudah untuk dimengerti. Berbeda dengan naskah versi pertama yang murni seperti lakon kebanyakan, naskah kedua lebih seperti novel sehingga mudah untuk dipahami dan diambil moral nya oleh masyarakat.Â
Artikel ini menjelaskan tentang Cupak Gerantang versi suntingan karena keterbatasan sumber  naskah aslinya. Kisah Cupak Gerantang diawali dengan pengkhianatan salah seorang saudaranya, atau dikenal dalam masyarakat Lombok sebagai Semeto Pendait. Pengkhianatan itu karena perebutan kekayaan, tahta dan wanita.Â
Cupak dan Gerantang adalah sepasang kakak beradik dengan karakter dan keunikan masing-masing. Masing-masing memiliki karakter yang khas. Cupak sebagai seorang kakak perempuan dengan kepribadian yang gemuk dan tinggi. Ia dikenal  licik, rakus, pencemburu, suka berbohong dan mencuri. Wajahnya juga digambarkan sebagai orang yang jelek dan menakutkan.Â