Mohon tunggu...
Kihajar Priyandono
Kihajar Priyandono Mohon Tunggu... Guru - PELATIH KASTI

PRIYANDONO, lahir di Rembang (Jawa Tengah) 16 Oktober 1969. Setelah lulus dari SPGN Rembang tahun 1988 melanjutkan ke IKIP PGRI Surabaya (Sekarang UNIPA) jurusan pendidikan Sejarah. Lulus tahun 1993. Selama sebelas tahun mengabdi di Yayasan Pendidikan Islam Sunan Giri Menganti, Gresik. Setelah sepuluh kali mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) akhirnya pada tahun 2005 diterima sebagai PNS dan ditempatkan di SMPN 2 Balongpanggang. Sejak 24 Januari 2014 bapak tiga anak ini dimutasi ke SMAN 1 Gresik setelah sepuluh tahun mengajar di wilayah “perbatasan”. Hingga saat ini, Pak Pri, sapaan akrabnya, masih tetap eksis menulis. Sebagai penulis lepas karya-karyanya banyak menghiasi halaman majalah dan koran lokal maupun nasional. Di antaranya Jawa Pos, Surya, Radar Surabaya, Duta Masyarakat, Bhirawa, Kompas, Majalah MEDIA, Jurnal Namira, serta Jurnal Balitbang Depdiknas Jakarta, Media Guru. Bahkan juga menulis di Majalah Berbahasa Jawa; Jayabaya dan Penyebar Semangat. Hingga saat ini, suami Rusmini (40) telah menerbitkan 4 buku (Mendidik Tanpa Batas Ruang dan Waktu, Ringan tapi Berisi, Berbisnis dengan Tuhan, Guru Pengangkut Air). Di samping itu masih banyak buku yang ditulis secara berjamaah dengan penulis lainnya. Bukunya Berbisnis dengan Tuhan (Elexmedia Komputindo, 2018) telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu, diterbitkan oleh penerbit Malaisya Rimbunan Islamik Media SDN.BHD. Novelnya berjudul: Guru Pengangkut Air (Pagan Press Lamongan, 2018) mendapat Apresiasi dan Penghargaan dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat gelaran GTK Creative Camp (GCC) tahun 2021

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Gerakan Baca Satu Hari Satu Lembar hingga Festival Satu Kelas Satu Buku

25 Agustus 2021   19:59 Diperbarui: 25 Agustus 2021   20:12 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Membangun sebuah peradaban bangsa tidak bisa lagi mengandalkan kekayaan alam yang dimiliki. Sejarah mencatat, masyarakat mengawali membangun negerinya dengan peradaban buku atau penguasaan literasi yang berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya. 

Tetapi, realitas obyektif di kalangan masyarakat, termasuk siswa, membaca belum menjadi sebuah tradisi. Budaya oral yang merupakan warisan leluhur  lebih menonjol daripada budaya baca.

Budaya literasi yang di dalamnya terkandung aktivitas membaca dan menulis menjadi hal sangat penting.  Membaca dan menulis ibarat sekeping mata uang logam. Kedua sisinya sama sama pentingnya. Lewat membaca otak  akan terus bergerak dinamis dan terus mengasah kecerdasan kita. Dan dengan menulis, apa yang ada di dalam benak kita dapat diketahui orang lain serta berpotensi menjadi inspirasi bagi yang membacanya.
 
Begitu besarnya manfaat membaca, Jordan E. Ayan seperti dikutip Hernowo (2015:50) menyatakan membaca materi yang tidak berkaitan dengan tantangan kreatif sekalipun, mampu memberikan inspirasi atau ide khusus untuk membantu pekerjaan. 

Hanya dibutuhkan sepotong kisah, artikel, atau laporan untuk "digelorakan" dalam kesadaran jiwa terdalam dan Anda akan menghasilkan pengalaman.

Selanjutnya, agar aktivitas membaca yang kita lakukan dapat menghasilkan daya kreatif, seyogianya kita ikuti tips yang diberikan oleh Jordan. Pertama, berjanjialah untuk membaca secara kreatif setiap hari. 

Kedua, membaca secara "ngemil" (sedikit demi sedikit). Ketiga, bacalah sesuatu dari beragam sumber bacaan. Keempat, terapkan apa yang Anda baca dalam kehidupan sehari hari.

Membaca merupakan aktivitas biasa, namun hasilnya luar biasa. Untuk membentuk kebiasaan membaca (habit reading) perlu dilakukan terobosan inovatif.

Dulu, ketika masih menjadi bagian dari SMAN 1 Gresik, saya membuat Gerakan Baca Satu Hari Satu Lembar. Ketika membaca sudah menjadi tradisi, saya lanjutkan dengan Gerakan Nulis Buku. Kepala sekolah (Suswanto) kala itu, saya "todong" untuk mencarikan sponsor.

Selanjutnya, kami melakukan kerja sama dengan PT. Smelting dan Harian Pagi Radar Gresik. Kami sepakat membuat proyek menulis buku Dolanan Khas Gresik. 

PT. Smelting yang merupakan sebuah Perusahaan Modal Asing (PMA) melalui Corporate Social Responsibility (CSR) nya memberikan bantuan dana sebesar Rp. 120 Juta.

Peserta didik SMAN 1 Gresik yang tergabung dalam Komunitas Penulis Muda Smansa (Kompensa) menjadi garda depan dalam proyek ini. Mereka melakukan investigasi dan wawancara dengan berbagai sumber untuk memperoleh data terkait dolanan khas Gresik. 

Hasil tulisan mereka kemudian diserahkan kepada guru pembimbing dan pihak Radar Gresik untuk dilakukan editing. Hasilnya, Selasa (26/09) buku dolanan khas karya anak-anak SMAN 1 Gresik diluncurkan dan dibedah pada akhir September 2017.

Sebelumnya, dalam membangun budaya literasi sekolah, kami menggandeng Sirikit School Writing. Sebuah sekolah menulis yang berada di Surabaya. Diasuh oleh mantan wartawati Syirikit Syah. Waktu itu ujung tombaknya bukan Kompensa, melain tim duta baca. 

Bentuk kerja samanya adalah tim duta baca di-workshop untuk menulis cerpen. Hasil kerja sama ini tim duta baca SMAN 1 Gresik sukses menerbitkan antologi cerpen berjudul "Misteri Buku Berdebu"

Membaca dan menulis benar benar telah membudaya di SMANSAGRES kala itu. Setelah sukses menerbitkan buku Dolanan Arek Gresik dan Antologi Cerpen Misteri Buku Berdebu, kami merancang untuk menggelar Festival Satu Kelas Satu Buku. 

Kegiatan nini merupakan tindak lanjut dari saran dari Pak  Satria Dharma  yang kala itu diundang Suswanto untuk memberikan motivasi menulis kepada guru guru

Guna menyukseskan Festival Satu Kelas Satu Buku, kami bekerja sama dengan Jurnalis Pwigresik . Selain memberikan coaching clinic menulis, para wartawan senior itu juga menjadi mentor hingga buku terbit. Satu kelas satu mentor. Alhamdulillah dua tahun Festival berjalan lancar. 

Memasuki Festival tahun ketiga, saya tidak bisa membersamai anak-anak karena saya mendapat tugas baru sebagai pengawas sekolah. Meskipun saya masih tetap berkoordinasi dengan S. Jai. Cerpenis kami gandeng untuk mendampingi panitia.

Membaca dan menulis harus dijadikan tradisi keilmuan. Sesibuk apapun, sebaiknya  kita harus membiasakan menulis. Ada strategi untuk tetap bisa menulis di tengah kesibukan.

Much Khoiri  seperti dikutip dalam https://www.unesa.ac.id menyebutkan ada dua hal penting agar tetap produktif menulis dalam kesibukan, yaitu niat dan kesempatan. " 

Punya kesempatan tapi tidak punya niat ya tidak akan menghasilkan tulisan. Begitu juga punya niat tapi tidak punya kesempatan, ya tidak akan optimal," papar penulis buku best seller Rahasia Top Menulis.

Membangun budaya literasi menjadi sebuah keniscayaan. Mereka yang sudah terbiasa membaca dan menulis sebenarnya mereka telah melakukan tindakan yang sungguh luar biasa. 

Tanpa disadari tindakannya itu telah memberikan andil besar terhadap keberlangsungan peradaban bangsanya. Membiasakan membaca dan menulis berarti memupuk dan merawat sebuah peradaban. Wajah negeri ini ke depan  tergambar dalam kualitas literasi anak-anak saat ini. (*/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun