Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenal Modus Praktik Mafia Peradilan

10 Juli 2023   20:30 Diperbarui: 10 Juli 2023   20:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda, keluarga, sanak saudara, tetangga atau teman barangkali saat memiliki perkara di pengadilan terutama selaku penggugat pernah jadi korban praktik mafia hukum atau mafia peradilan. Perkara Anda dikalahkan padahal Anda yakin berada di pihak yang benar, bukti-bukti cukup dan tidak ada hal-hal yang menurut Anda dapat dipergunakan pihak lawan untuk mengalahkan perkara Anda akan tetapi hasilnya ternyata Anda dikalahkan.

Anda dikalahkan maksudnya dapat berupa perkara Anda ditolak, tidak diterima atau dinyatakan gugur. Akibatnya, maksud hati mencari keadilan dan menerima pembayaran yang sesuai sebagai penggantian kerugian yang Anda alami namun hasil yang didapatkan kerugian Anda semakin besar karena bertambah uang, waktu, tenaga dan pikiran yang dihabiskan selama mengurus perkara di pengadilan sedangkan kerugian yang telah ada sebelumnya tidak Anda terima penggantiannya karena Anda dikalahkan.

Berperkara Mahal Biaya

Walau pun peradilan Indonesia menganut tri (3) asas: Mudah, Cepat dan Biaya ringan, akan tetapi kenyataannya berperkara di pengadilan itu relatif mahal terutama untuk biaya-biaya di luar biaya resmi yang harus dibayar para pencari keadilan kepada pengadilan.

Salah satu asas hukum perdata adalah berperkara itu berbayar. Tidak gratis. Biaya pendaftaran perkara yang menjadi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) relatif murah: Mulai dari Rp220 ribu untuk panjar perkara gugatan sederhana hingga Rp. 1 jutaan untuk panjar perkara gugatan biasa dengan jumlah pihak tergugat tidak lebih satu orang dan tergugat beralamat di kota/ kabupaten yang sama dengan penggugat.

Biaya pendaftaran perkara (panjar perkara) akan bertambah apabila pihak yang digugat (Tergugat) lebih dari satu orang dan alamat tempat tinggal tergugat/ turut tergugat tidak satu kota/  tidak satu kabupaten dengan tempat tinggal Penggugat.

Apakah ada biaya selain panjar biaya perkara?

Tentu saja ada. Apabila Anda tidak mendaftarkan dan tidak mengurus sendiri perkara di pengadilan dan memilih mempergunakan jasa advokat selaku kuasa Anda untuk hadir di dalam sidang sudah tentu ada biaya jasa advokat  atau lawyer fee yang harus dibayar.

Besar biaya jasa advokat bervariasi dari jutaan rupiah hingga miliar rupiah, tergantung jenis perkara dan besarnya nilai tuntutan ganti kerugian dalam surat gugatan. Itu belum termasuk upah keberhasilan atau success fee biasanya 10% - 30% ketika gugatan anda dikabulkan oleh Pengadilan.

Mafia Peradilan 

Kembali ke topik pembahasan mengenai modus praktik mafia peradilan. Mafia peradilan itu bagian kecil dari mafia hukum yang dari dulu sudah eksis di Indonesia dan semakin berjaya selama era reformasi atau sangat berkuasa selama dua puluh tahun terakhir di negara ini.

"Apabila hukum di suatu negara rusak maka rusaklah seluruh negara itu". 

Ungkapan di atas cukup populer di tengah masyarakat. Ungkapan itu tidaklah berlebihan, memang faktual karena  begitulah kenyataannya.

Tidak satu pun negara di dunia dapat berkembang maju dan makmur apabila hukum di negara itu rusak atau hancur. Semakin baik hukum di suatu negara maka akan semakin baik negara, rakyatnya pasti lebih aman, makmur, sentosa dan sejahtera ketimbang negara zonder penegakkan dan kepastian hukum.

Salah satu penyebab utama hukum tidak dapat ditegakkan, keadilan tidak terwujud dan tidak ada kepastian hukum adalah karena dominasi mafia hukum, yang di dalamnya termasuk mafia peradilan atau mafia hukum yang beroperasi di lingkungan peradilan di semua jenis peradilan dan di semua tingkat peradilan: dari pengadilan negeri hingga pengadilan agama, dari pengadilan tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung.

Apa itu modus? Modus adalah cara umum yang dipakai dalam menjalankan operasi mafia. Biasa juga disebut modus operandi (MO).

Modus praktik mafia peradilan dapat dipahami sebagai cara-cara yang dipergunakan oknum-oknum mafia peradilan dalam rangka mengatur putusan suatu perkara di pengadilan sesuai dengan keinginan si pemesan: pihak yang berperkara atau pihak yang berkepentingan dalam perkara yang sedang diperiksa di pengadilan.

Mafia peradilan itu sendiri adalah sebutan kepada oknum staf,  pejabat atau hakim di pengadilan yang menjadi pelaku pengaturan putusan suatu perkara atas dasar pemberian uang suap,  pemberian lain seperti janji promosi jabatab atau perintah yang datang dari pejabat lebih tinggi  baik secara langsung mau pun tidak langsung. Tidak boleh dilupakan peran advokat kuasa hukum atau oknum tertentu yang diberi tugas untuk mendekati oknum hakim atau aparat pengadilan untuk mengatur putusan sesuai keinginan pemesan.

Sesuai dengan namanya mafia peradilan, maka sudah tentu tidak terdiri dari satu orang melainkan melibatkan minimal empat pihak: hakim, panitera pengganti, staf pengadilan dan advokat.

Modus Praktik Mafia Peradilan

Untuk mengetahui apakah perkara Anda di pengadilan termasuk yang dijadikan komoditi bisnis mafia peradilan perhatikan hal-hal sebagai berikut ketika Anda sedang mengurus atau mengikuti persidangan suatu perkara perdata di pengadilan:

Sidang dimulai terlambat atau sangat terlambat

Dalam panggilan sidang (relaas) pengadilan tercantum jam sidang akan dimulai. Biasanya untuk perkara perdata umumnya dijadwalkan dimulai jam 09.00 WIB hingga jam 10.00 WIB. Informasi mengenai jam dimulai sidang dapat juga Anda lihat di SIPP (sistem informasi penelusuran perkara) di setiap pengadilan.

Sudah merupakan pengetahuan umum persidangan perkara perdata dimulai lebih dulu daripada perkara pidana kecuali untuk persidangan perkara pidana yang dikarenakan alasan tertentu dan mendesak harus disidangkan lebih dulu. Oleh karenanya, setiap persidangan perkara perdata di pengadilan dimulai di bawah jam 12.00 WIB.

Dalam suatu perkara perdata yang telah terkontaminasi tangan kotor mafia peradilan kebiasaan persidangan perkara perdata dimulai pada pagi hingga siang hari akan diundur dimulai persidangan perkaranya menjadi lebih lambat dimulai. Biasanya sidang perkara pesanan mafia peradilan ini baru dimulai di atas jam 14.00 WIB atau di atas jam 15.00 WIB.

Apabila persidangan perkara Anda di pengadilan selalu baru dimulai pada sore hari di atas jam 14.00 WIB tanpa ada penjelasan logis dan alasan yang sah sudah sepatutnya Anda waspada karena patut diduga perkara Anda telah diintervensi mafia peradilan. Artinya perkara Anda akan dikalahkan sesuai permintaan lawan Anda kepada mafia peradilan di pengadilan tersebut.

Persidangan dijadwalkan setiap dua atau tiga minggu

Berdasarkan ketentuan undang-undang (HIR/RBg dan PERMA) jarak waktu antara sidang yang satu dan sidang berikutnya paling lambat satu minggu.

Untuk perkara biasa yang tidak melibatkan banyak pihak telah ada ketentuan dari Mahkamah Agung perkara harus diputus dalam waktu 4-5 bulan agar sejalan dengan tri asas peradilan: cepat, mudah dan biaya ringan.

Apabila persidangan perkara Anda di pengadilan digelar  setiap dua atau tiga minggu terutama pada sidang-sidang awal maka patut diduga perkara tersebut sudah 'masuk angin', sudah ada campur tangan dan sudah masuk pesanan kepada mafia peradilan untuk mengatur putusan yang mengalahkan Anda.

Hakim yang mengadili perkara berbeda dengan hakim dalam penetapan Ketua Pengadilan.

Anda wajib tahu nama hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Andi di pengadilan. Setiap perkara akan diperiksa dan diadili oleh majelis hakim yang berjumlah tiga orang: ketua majelis dan dua anggota. Khusus perkara gugatan sederhana atau perkara permohonan (bukan gugatan) diperiksa dan diadili oleh hakim tunggal (satu orang).

Meski pun namanya mafia peradilan, para oknum hakim, panitera dan  pejabat pengadilan juga punya rasa takut kalau-kalau setelah perkara diputus, korban mafia peradilan tidak puas dengan putusan lalu melapor/ mengadukan perkaranya ke pihak terkait.

Pihak terkait yang memeriksa laporan pengaduan perilaku hakim yang menyimpang atau melanggar kode etik adalah Komisi Yudisial RI, Badan Pengawasan MA RI dan Ketua Pengadilan Tinggi selaku voorpost Mahkamah Agung RI.

Mungkin untuk membingungkan dan menyesatkan korban praktik mafia peradilan itulah sebabnya sering ditemukan hakim yang memeriksa perkara dalam ruang sidang berbeda namanya dengan hakim yang tercantum namanya di dalam putusan.

Untuk mencegah diri Anda jadi korban praktik mafia peradilan ada baiknya aktif mencari tahu nama majelis hakim yang namanya tercantum dalam penetapan ketua pengadilan lalu dicocokkan apakah hakim yang Anda temui di dalam ruang sidang perkara Anda: sama atau beda? Khususnya nama hakim ketua majelis.

Hal yang sama juga terjadi pada panitera pengganti (PP) yang bertugas dalam persidangan perkara. Apabila ada oknum PP yang hadir dalam sidang perkara padahal berdasarkan penetapan ketua pengadilan adalah PP yang lain, patut diduga perkara tersebut akan diputus sesuai pesanan pihak pemberi suap.

Surat kuasa tergugat tidak diperiksa di depan sidang

Sering terjadi dalam persidangan suatu perkara hakim pura-pura lupa memeriksa keabsahan dan kelengkapan surat kuasa tergugat di depan sidang.

Perkara yang sudah dikooptasi oleh mafia peradilan biasanya untuk kuasa dari pihak tergugat adalah advokat yang sudah jadi rekanan mafia peradilan.

Surat kuasa Tergugat yang tidak diperiksa oleh hakim di depan sidang biasanya terkait dengan ketidakhadiran Tergugat dalam sidang pertama dan sidang kedua.

Penerapan sidang secara elektronik membuka peluang lebih besar bagi para mafia peradilan dalam mengatur putusan suatu perkara sesuai permintaan si pemberi suap.

Jawaban dan atau duplik Tergugat dibuat oleh oknum pengadilan. 

Selama tahun 2023 saya menemukan jawaban, duplik dan kontra memori dari pihak Tergugat patut diduga dibuat oleh oknum pengadilan. Bagi advokat yang biasa beracara di pengadilan, tidak terlalu sulit menemukan praktik mafia peradilan seperti ini. Format, redaksi dan narasi suatu jawaban dan atau duplik yang dibuat oleh advokat kuasa Tergugat dengan yang dibuatkan konsepnya oleh oknum pengadilan mudah terlihat karena biasanya sangat berbeda.

Hakim aktif mencecar atau menyudutkan saksi atau sebaliknya mengarahkan jawaban saksi. 

Salah satu asas hukum perdata adalah hakim bersifat pasif. Hakim terikat dengan kebenaran formal dari suatu bukti tertulis.

Demikian juga pada saat pemeriksaan saksi dalam perkara perdata, saat pemeriksaan keterangan saksi, hakim yang seharusnya mengajukan pertanyaan untuk mendapat memperoleh keterangan saksi yang relevan dengan perkara akan tetapi hakim malah mencecar saksi dengan pertanyaan-pertanyaan di luar pengetahuan saksi, mengulang pertanyaan yang sudah dijawab saksi bahkan ada hakim yang aktif mengajukan banyak pertanyaan yang semuanya bersumber dari surat jawaban Tergugat. Dalam hal ini hakim menjalankan modus mafia peradilan dengan bersikap seolah-olah sebagai kuasa Tergugat.

SIPP Pengadilan tidak bisa diakses atau terdapat keterangan dalam SIPP tidak sesuai fakta

Salah satu tujuan Mahkamah Agung mewajibkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di setiap pengadilan adalah agar pihak yang berperkara dapat dengan mudah setiap saat mengetahui perjalanan dan perkembangan terakhir pemeriksaan perkara.

Kalau kita perhatikan SIPP Pengadilan di Indonesia sangat minim ditemukan pengadilan yang telah menerapkan SIPP dengan benar dan akurat. Sebagian besar SIPP tidak akurat, informasi yang ditampilkan hanya sebagian dan bahkan banyak SIPP pengadilan yang tidak bisa diakses.

SIPP Pengadilan adalah salah satu cara Mahkamah Agung RI mengurangi praktik mafia peradilan, akan tetapi dikarenakan tidak ada sanksi tegas dan keras dari MA RI atas pelanggaran yang terjadi dalam penerapan SIPP, mengakibatkan upaya MA RI membatasi ruang gerak mafia peradilan menjadi percuma alias sia-sia belaka.

Masih banyak lagi modus praktik mafia peradilan yang mudah ditemukan dalam persidangan suatu perkara di pengadilan. Berdasarkan pengalaman pribadi dari sepuluh perkara hanya 2-3 perkara yang steril dari intervensi mafia peradilan. Dari 10 pengadilan sayangnya hanya satu pengadilan yang benar-benar bebas dari cengkeraman kekuasaan mafia peradilan.

Mafia peradilan di semua jenis pengadilan dan di semua tingkat peradilan di Indonesia mustahil ditumpas habis, bahkan mustahil bisa dikurangi hingga separuhnya karena Komisi Yudisial RI, KPK RI dan Badan Pengawasan MA RI belum pernah serius memberantas praktik mafia peradilan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun