Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lex Non Semper Remedium: Hukum Tidak Selalu Memberikan Perbaikan

4 Juli 2023   01:34 Diperbarui: 4 Juli 2023   01:38 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang kolega sebut saja namanya Robert asal Kanada pada akhir tahun 2019 pernah mengeluh kepada saya, "Raden, perusahaan saya sudah selama sepuluh tahun mencari keadilan di negara Anda, hasil yang diperoleh hanya kesia-siaan belaka. Uang habis, tenaga habis, waktu habis, sumber daya habis. Semuanya habis percuma.  Tanggal 1 November kemarin telah terbit putusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali oleh lawan kami. Saya lalu minta pengadilan untuk menjalankan eksekusi putusan, ternyata perusahaan lawan kami telah tutup, tidak lagi beroperasi. Kerugian perusahaan miliaran rupiah yang seharusnya dibayar oleh pihak lawan, lenyap begitu saja. Apa yang harus saya lakukan, ke mana saya harus mengadu?"

Saya terdiam tak mampu berkata-kata mendengar keluh kesah sahabat saya Robert. Perusahaannya tidak sendiri mengalami nasib sial seperti itu. Banyak pencari keadilan (justibelen) setelah berjuang sekian lama menempuh jalur hukum di pengadilan akhirnya bernasib sama dengan perusahaan Robert:  Percuma.  Perjuangan mencari keadilan,  menempuh jalur hukum, mengharapkan suatu hari keadilan akan terwujud,  akan tetapi yang  datang hanya kehampaan belaka.

Hukum tidak selalu memberi perbaikan, lex non semper remedium. Ini kebalikan ungkapan tentang hukum yang berbunyi,"Lex  semper dabit remedium, hukum selalu memberikan perbaikan". Bagi mahasiswa hukum atau praktisi hukum yang baru memulai karir sebagai advokat, polisi, jaksa atau hakim mungkin ungkapan lex semper dabit remedium  dianggap sebagai suatu yang nyata padahal ungkapan itu sejalan dengan waktu akan terbukti lebih merupakan ilusi dan fantasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia tercinta ini.

Teman saya Robert pantas merasa frustrasi, sepuluh tahun mengharap kerugiannya dibayar, yang didapat malah kerugian yang semakin besar. Tidak ada kepastian hukum, tidak ada  keadilan, yang pasti hanya kerugian dan kerugian belaka.

Lalu di mana salahnya?

Siapa yang salah?

Apa yang salah dengan negara Republik Indonesia ini?

Jangan suruh Robert untuk bertanya kepada rumput yang bergoyang!

Hukum dan Keadilan Harganya Mahal

Ketika Anda merasa dirugikan karena mitra atau debitur tidak menepati janji membayar utang kepada Anda, apa yang dapat Anda lakukan? Jika ada aset debitur sebagai jaminan pembayaran utang, maka Anda boleh bernafas 'sedikit' lega. Anda bisa ajukan penyitaan atas aset jaminan utang tersebut ke pengadilan, lalu berharap pengadilan segera melakukan lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Kalau nasib lagi baik, aset jaminan debitur dapat terjual dan uang hasil lelang aset diserahkan kepada Anda sebagai pembayaran utang si debitur.

Prosesnya mulai pengajuan permohonan eksekusi hingga uang hasil lelang diterima tidak sebentar. Lama. Berbulan-bulan. Biayanya? Pasti relatif  besar. Sekali lagi Anda hanya menghabiskan uang, waktu, tenaga dan sumber daya untuk memperoleh hak Anda yang pada akhirnya belum tentu dapat diperoleh.

Bagaimana dengan penyelesaian utang yang tidak ada jaminannya? Nasib Anda bisa jadi seperti si Robert teman saya. Menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan, setelah sepuluh tahun berjuang apa hasilnya? Arang habis besi binasa. Menuntut penggantian kambing, hasilnya malah kehilangan sapi.

Gugatan Sederhana Yang Tidak Sederhana

Bagaimana dengan penyelesaian utang piutang atau ganti kerugian yang nilainya relatif kecil? Sebut saja di bawah Rp500 juta. Menurut hukum di Republik ini Anda bisa mengajukan gugatan sederhana ke pengadilan. Karena nilainya kecil, pemeriksaan perkaranya oleh pengadilan dibuat sesederhana mungkin. Dipimpin hakim tunggal, pembuktiannya sederhana, selesai dalam 25 hari kerja, tidak ada upaya hukum banding atau kasasi. Yang tersedia hanya upaya keberatan dari pihak yang dikalahkan. Prosesnya menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4 Tahun 2019 cepat dan mudah. Kelihatannya ada harapan untuk memperoleh keadilan melalui gugatan sederhana. Saya sebut 'kelihatannya' karena berbeda dengan fakta atau kenyataan.

Pada saat awal PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana diterbitkan, para pencari keadilan menyambut antusias lembaga hukum ini. Berharap keadilan dapat terwujud seperti yang diidam-idamkan walau pun dalam skala mini karena jumlah ganti rugi dalam perkara sederhana yang dibatasi hanya maksimal Rp.500 juta. Akan tetapi, bak pungguk merindukan rembulan, ternyata lembaga gugatan sederhana perlahan namun pasti ditinggalkan para pencari keadilan karena ternyata lembaga ini pun tak luput dari tangan-tangan kotor para mafia peradilan. Dalam perkara gugatan sederhana pun, oknum-oknum pengadilan mulai panitera pengganti hingga panitera, hakim hingga ketua pengadilan masih sudi cawe-cawe dalam perkara (baca: terima suap untuk mengatur putusan).

Lalu, bagaimana dengan ungkapan "lex semper dabit remedium, hukum selaku memberikan perbaikan?" Lupakan saja, itu hanya sekedar ungkapan kosong belaka. Selama aparatur pengadilan masih seperti hari ini: tidak berintegritas, dan doyan suap,  maka  selaku pencari keadilan anda lebih tepat untuk selalu mengingat ungkapan "Lex non semper remedium, hukum tidak selalu memberi perbaikan!". 

Bukankah undang-undang jelas menyebutkan bahwa hakim dan pengadilan harus melakukan segala upaya secara maksimal guna mewjudkan keadilan bagi para pencari keadilan? Ketentuan undang-undang memang begitu, tapi faktanya adalah sebaliknya: para oknum pengadilan berjuamg maksimal mencari segala cara untuk memenuhi keinginan pihak yang memberi uang suap atau sogokan. 

Saya tidak bermaksud melemahkan semangat para pencari keadilan untuk menempuh upaya hukum melalui lembaga pengadilan. Maksud dan tujuan saya adalah memberi peringatan kepada aparat pengadilan di Indonesia agar selalu mengingat sumpah jabatannya, menghidupkan kembali hati nuraninya dan hidup di jalan yang benar sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penegak hukum bukan mafia hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun