Stigma tentang pengadilan yang tertanam dalam pikiran banyak orang adalah ribet, mahal dan lama. Sebisa mungkin mayoritas rakyat Indonesia menghindar berurusan dengan pengadilan. Pengadilan berarti perkara, Â masalah, penyakit, biaya, pusing kepala dan aib.
Meluasnya stigma pengadilan yang berkonotasi negatif di benak rakyat Indonesia memang tidak bisa dihindari, stigma itu terbentuk dari banyak pemberitaan buruk berkaitan dengan pengadilan: Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap oknum hakim, panitera, panitera pengganti, hingga juru sita dan advokat yang berperan sebagai makelar suap atau sejenisnya. Setiap tahun ada saja oknum hakim dan pejabat pengadilan yang tertangkap tangan atau jadi tersangka karena pengembangan kasus oleh KPK. Terakhir, Hasbi Sekretaris Mahkamah Agung ditetapkan jadi tersangka suap dan kolusi pengaturan perkara.
Namun, di tengah kusut masai lembaga peradilan Indonesia ada oase yang dapat menyegarkan para pencari keadilan (justibelen). Sejak tahun 2015 Mahkamah Agung RI membuka pintu penyelesaian masalah (baca: perkara) dengan mudah, murah dan cepat melalui penyelesaian perkara gugatan sederhana. Disebut perkara gugatan sederhana karena pihak yang menjadi penggugat dan tergugat tidak lebih dari satu orang / satu pihak saja, kecuali orang / pihak yang berperkara punya kepentingan yang sama, tuntutan ganti rugi atau pembayaran utang tidak lebih dari Rp. 500 juta, penggugat dan tergugat harus berdomisili di wilayah hukum (yuridiksi) yang sama atau satu kota atau kabupaten yang sama.
25 Hari Selesai Perkara Diputus
Perkara gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal, Â harus dapat diselesaikan (diputus) dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari. Tidak lebih. Di samping itu Penggugat dan Tergugat wajib hadir dalam sidang selama pemeriksaan perkara berlangsung. Hakim dalam perkara gugatan sederhana dibenarkan untuk pro aktif guna mewujudkan perdamaian atau memperoleh fakta dan bukti yang dapat dijadikan hakim sebagai dasar dalam menjatuhkan putusan.
Perkara gugatan sederhana adalah solusi jitu dari Mahkamah Agung untuk mendorong rakyat para pencari keadilan tertarik  menggunakan pengadilan untuk menyelesaikan perselisihan, sengketa atau masalah.
Walau pun gugatan sederhana sudah lama diperkenalkan Mahkamah Agung melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No. 2 Tahun 2015 yang telah diubah dengan PERMA No. 4 Tahun 2019 tentang Gugatan Sederhana akan tetapi antusias rakyat pencari keadilan memanfaatkan lembaga peradilan sebagai solusi masih sangat minim. Penyebab utamanya adalah sosialisasi yang minim oleh Mahkamah Agung kepada seluruh rakyat Indonesia. Mayoritas rakyat tidak tahu  keberadaan dan kegunaan lembaga gugatan sederhana yang tersedia di setiap pengadilan negeri di seluruh Indonesia. Apabila MA RI sungguh-sungguh memperkenalkan dan memasyarakatkan lembaga gugatan sederhana, pasti sangat banyak pencari keadilan yang tertarik datang ke pengadilan untuk mencari penyelesaian masalahnya.
Berbeda dengan perkara gugatan biasa yang masih dirasakan sulit oleh banyak orang, prosedur dan cara mendaftar gugatan sederhana sangat mudah. Cukup dengan mengisi formulir pendaftaran, menuliskan nama dan alamat penggugat dan pihak yang hendak digugat, berikut nilai tuntutan (ganti rugi atau pelunasan utang) Â disertai alasan (misalnya: utang sudah menunggak setahun lamanya atau perbuatan Tergugat yang dianggap menimbulkan kerugian) dan dasar gugatan (misalnya: perjanjian utang piutang).
Biaya pendaftaran gugatan sederhana sangat murah yaitu sekitar Rp. 200 ribu hingga Rp. 300 ribu (tergantung jumlah pihak yang digugat / tergugat). Biaya ini merupakan biaya panjar (uang muka) namun tidak selisih besar dengan total biaya setelah persidangan selesai.
Jika warga yang mau mendaftarkan gugatan sederhana masih bingung, jangan khawatir petugas PTSP Pengadilan akan sigap membantu hingga semuanya selesai. Proses pendaftaran tidak lebih dari 30 menit. Setelah itu? Tinggal tunggu panggilan sidang.
Mudah murah cepat dan efektif, itulah tujuan dari lembaga gugatan sederhana yang sejak tahun 2015 tersedia di setiap pengadilan negeri di seluruh Indonesia. Melalui gugatan sederhana, Mahkamah Agung RI berupaya mendekati asas peradilan Indonesia: Mudah, sederhana dan biaya ringan. Tiga asas peradilan ini telah hampir hilang tak berbekas dari lingkungan peradilan dikarenakan kesenjangan besar antara asas peradilan dengan realitas peradilan yang sulit, lama, mahal.
Tergugat Wajib Hadir Dalam Sidang
Last but not least, setiap pencari keadilan yang memanfaatkan lembaga gugatan sederhana di pengadilan berkesempatan bertemu muka langsung dengan orang yang digugatnya. Tidak ada alasan bagi pihak yang digugat untuk tidak hadir dalam ruang sidang. Dalam gugatan sederhana, advokat kuasa hukum hanya mendampingi bukan mewakili para pihak. Penggugat dan Tergugat wajib hadir dalam sidang selama pemeriksaan perkara berlangsung. Jika Penggugat tidak hadir, maka perkara gugatan sederhana akan digugurkan, sebaliknya apabila Tergugat tidak hadir, maka ia dianggap melepaskan haknya untuk membela diri atau membantah dalil Penggugat. Konsekuensi bagi Tergugat yang tidak hadir, ia akan dikalahkan, dihukum untuk membayar ganti rugi atau pelunasan utangnya sebagaimana tuntutan Penggugat.Â
Bagaimana kalau Tergugat yang dikalahkan tidak bersedia menjalankan putusan pengadilan? Penggugat tinggal ajukan permohonan eksekusi putusan kepada pengadilan.
Sesuai ketentuan undang-undang, seluruh harta kekayaan kepunyaan debitur (si berutang) baik yang telah ada mau pun yang baru akan ada di masa mendatang menjadi jaminan atas pembayaran utang atau pemenuhan kewajibannya, termasuk kewajibannya selaku tergugat yang telah dihukum untuk membayar ganti rugi atau melunaskan utang kepada Penggugat.
Punya masalah? Ajukan gugatan sederhana ke pengadilan negeri terdekat.Â
Murah, mudah, cepat, tuntas !
Jakarta, Jumat
bertepatan cuti bersama di awal Juni 2023
Raden NuhÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H