Bapak Presiden Prabowo Subianto yang terhormat,Â
Pertama-tama saya mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia Ke-8 Periode Tahun 2024-2029. Semoga kepemimpinan Bapak menjadi rahmat, berkah dan membawa kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
Melalui surat terbuka ini izinkan saya Raden Nuh salah seorang rakyat,  warga negara Indonesia yang selama lebih 30 tahun aktif turut serta memperjuangkan, membantu, membangun dan meningkatkan kualitas kehidupan rakyat dalam bidang sosial politik dan hukum menyampaikan aspirasi kepada Bapak Prabowo Presiden Republik Indonesia berkenaan dengan situasi dan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara  sekarang yang sangat memprihatinkan khususnya di bidang penegakan hukum.
Bapak Presiden Prabowo Subianto Yang Terhormat,Â
Selama sepuluh tahun terakhir ini penegakan hukum tidak berjalan di Indonesia. Keadilan langka, rakyat jadi korban diskriminasi aparat hukum,  demoralisasi di kalangan aparat hukum seperti kanker, telah menyebar ke mana-mana, rakyat pencari keadilan (justibelen) kehilangan harapan dan  frustrasi. Uang suap, koneksi dan kolusi adalah praktik yang selalu ditemui dalam setiap penanganan perkara. Hukum dan aparat hukum  membela pihak yang bersedia membayar uang suap lebih besar / lebih banyak. Keadilan hanya jadi ilusi rakyat pencari keadilan yang  tak mampu atau tidak mau membayar uang suap.
Kehancuran hukum di Indonesia sudah sangat parah. Selaku praktisi hukum, saya secara langsung menghadapi, mengalami dan menyaksikan sendiri tentang bobrok dan korupnya institusi dan aparat hukum Indonesia. Lembaga peradilan sebagai benteng dan tumpuan terakhir rakyat pencari keadilan tidak dapat diharapkan mewujudkan keadilan. Pengalaman saya selama 10 tahun terakhir beracara /berperkara di pengadilan, hampir semua hakim terindikasi menerima suap, menjadikan putusan sebagai komoditi yang diperjualbelikan: Â Tidak beri suap perkara dikalahkan, menang-kalah dalam berperkara tidak didasarkan pada norma-bukti atau fakta, hakim punya 1001 cara untuk memenangkan si pemberi suap atau menghukum bersalah terdakwa yang tidak berpunya atau tidak mau beri suap, berat-ringan vonis /putusan tergantung besar kecil uang suap yang diberikan.Â
Kolusi oknum penyidik, penuntut umum dan hakim menindas kebenaran dan melenyapkan keadilan. Langka, sulit ditemukan aparat penegak hukum yang jujur dan berintegritas di negeri ini. Perkara korupsi/ gratifikasi oknum Hakim dan Sekretaris Mahkamah Agung terkait pesanan putusan perkara  kasasi sebuah BUMN yang terjadi baru-baru ini hanya fenomena gunung es: terlihat hanya puncaknya, sedangkan akarnya menyebar luas ke mana. Puluhan bahkan ratusan praktik suap menyuap untuk pengaturan putusan MA tidak tersentuh sama sekali.
Kerusakan hukum di Indonesia makin parah karena lembaga pengawasan internal di institusi hukum dan lembaga pengawasan eksternal seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian tidak efektif, diskriminatif dan terkontaminasi suap atau kolusi. Apalagi DPR, selama 10 tahun terakhir fungsi pengawasan DPR tidak pernah berjalan. DPR lebih seperti perwakilan partai dan politisi ketimbang sebagai wakil rakyat.
Fungsi DPR sebagai penampung aspirasi, agregasi, komunikasi politik dan artikulasi  aspirasi hilang lenyap seperti dikebiri. DPR absen dalam penyelesaian masalah atau konflik. Penderitaan rakyat tidak jadi amanat melainkan dirasakan sebagai beban bagi DPR, tidak heran anggota DPR selalu menghindar bertemu rakyat kecuali sekali waktu dalam lima tahun saat mereka butuh suara rakyat dalam pemilu.,
Sekarang aparat hukum Indonesia lebih takut kepada media dari pada  berbuat dosa. Lebih takut pemberitaan koran dari pada tuhan. Lebih doyan terima  uang ketimbang menegakkan hukum dan keadilan. Satu dua pencari keadilan kadang kala beruntung karena perkaranya diliput luas media (viral) sehingga menjadi perhatian, singkatnya No Viral No Justice. Dapat dibayangkan ribuan rakyat pencari keadilan yang tidak beruntung karena tidak mendapat perhatian media, mereka tidak mendapatkan keadilan.
Â
Bapak Presiden Prabowo Yang Kami Cintai,Â
Indonesia tidak kekurangan undang-undang. Rakyat tidak butuh undang-undang baru agar aparat hukum dapat menegakkan hukum dan mewujudkan Keadilan. Â Yang mendesak dibutuhkan rakyat saat ini adalah perhatian serius dari Bapak Presiden Prabowo.
Bak kata pepatah, "Ikan busuk mulai dari kepala", Â demikian pula busuknya institusi hukum Indonesia dapat dipastikan berawal dan terbanyak terjadi di kalangan pucuk pimpinan institusi/ lembaga. Maka, mau tidak mau, suka tidak suka, dimohonkan perhatian Bapak Prabowo Presiden Republik Indonesia untuk menebas habis sampai bersih "kepala ikan-kepala ikan yang busuk ini".Â
Rakyat Indonesia yang memilih Bapak sebagai Presiden RI sejak dalam pilpres 2014 walau pun baru sekarang ditakdirkan menang oleh Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu, percaya sepenuhnya kepada Bapak Prabowo akan mampu dan mau bertindak tegas menyelamatkan negara dari ulah mafia hukum guna tegaknya hukum, terwujudnya keadilan dan  terpenuhinya harapan rakyat.
Demikian surat terbuka, aspirasi saya sebagai rakyat dan warga negara disampaikan.
Atas perhatian Bapak Presiden Prabowo saya sangat berterima kasih.
Selamat bekerja, selamat berjuang semoga Allah Tuhan Yang Maha Perkasa melindungi. Aamiin.
Jakarta, Mei 2024
Salam hormat,Â
Raden Nuh SH
Warga Tebet, Jakarta Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H