Mohon tunggu...
IRMAN NUR MAULUDIN
IRMAN NUR MAULUDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa KPI

Irman Nurm Mauludin, lahir di Sumedang 21 Mei 2003, sekarang menjadi mahasiswa di UINSE Cirebon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenang Perjuangan Mbah Muqoyyim dalam Mendirikan Buntet Pesantren Cirebon

18 Juni 2024   01:42 Diperbarui: 18 Juni 2024   01:44 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Belanda pun kembali menyerang Sindanglaut untuk mencari Mbah Muqoyyim. Tapi saat itu beliau sudah pergi," kata Rofahan.

Setelah kejadian itu, Mbah Muqoyyim mulai merasa jika keberadaannya di Cirebon sudah tidak aman. Ia pun lantas berinisiatif untuk keluar dari Cirebon dan berkelana ke sejumlah wilayah.

Meski menjadi target penangkapan Belanda, namun Mbah Muqoyyim tidak menghentikan perjuangannya dalam melakukan syiar Islam. Kegiatan itu tetap dilakukan Mbah Muqoyyim di setiap wilayah yang disinggahinya.

Salah satu wilayah yang disinggahi oleh Mbah Muqoyyim adalah daerah Beji, Pemalang, Jawa Tengah. Selama menetap di Pemalang, Mbah Muqoyyim tinggal di kediaman seorang ulama bernama Kiai Abdussalam. Di sana, Mbah Muqoyyim tinggal dan hidup sebagaimana santri lainnya yang tinggal di kediaman Kiai Abdussalam.

Singkat cerita, setelah Mbah Muqoyyim menetap di Pemalang, sebuah wabah penyakit melanda Cirebon. Wabah penyakit itu bahkan menyebabkan banyak orang meninggal dunia. Baik warga biasa, keluarga keraton, maupun pihak Belanda.

Situasi itu pun membuat banyak pihak merasa khawatir. Tidak sedikit 'orang pintar' yang kemudian didatangkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun dari sekian banyaknya orang sakti yang didatangkan, tidak ada satupun yang berhasil.

"Akhirnya muncul usulan untuk meminta bantuan Mbah Muqoyyim yang saat itu ada di Pemalang. Perwakilan keraton yang saat itu diutus langsung menghadap dan meminta bantuan Mbah Muqoyyim untuk mengusir wabah tersebut," terang Rofahan.

Mendapat permintaan tersebut, Mbah Muqoyyim sendiri lantas menyetujuinya. Ia lalu kembali ke Cirebon dan berusaha mengusir wabah tersebut. Atas kelebihan yang dimiliki Mbah Muqoyyim, wabah penyakit yang telah menelan banyak korban jiwa itu pun akhirnya berhasil dihilangkan.

"Saat pulang ke Cirebon, Mbah Muqoyyim pun berusaha membangun kembali pesantren Buntet yang sebelumnya telah dihancurkan oleh Belanda," kata Rofahan.

Lokasi pembangunan sedikit bergeser dari lokasi sebelumnya dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Mbah Muqoyyim membangun pesantren Buntet di sebuah daerah yang kelak dikenal dengan nama Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon.

Rofahan mengatakan, dalam membangun dan memimpin Pesantren Buntet, Mbah Muqoyyim menjalani tirakat dengan berpuasa selama 12 tahun. Tiga tahun pertama, Mbah Muqoyyim berpuasa untuk keberkahan tanah dan pesantren yang dibangun. Tiga tahun kedua, ia berpuasa untuk keselamatan anak cucunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun