Ustadz tersenyum hangat, "Semoga kisah ini bisa menjadi teladan bagi kita semua, agar selalu ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebaikan. Mbah Muqoyyim mungkin telah tiada, namun semangatnya akan selalu hidup di hati kita."
Setelah selesai melaksakan sholat berjamaah. saya meninggalkan pesantren dengan hati yang penuh haru dan inspirasi. Perjuangan Mbah Muqoyyim adalah bukti nyata bahwa dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus, segala rintangan bisa dihadapi, dan kebaikan akan selalu menemukan jalannya.
Di kutip dari DetikJabar.com dan cerita ini telah di verifikasi kebenarannya oleh sang ustazd , Pondok Pesantren Buntet Cirebon merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pondok pesantren yang beralamat di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon itu mulai didirikan pada tahun 1750 oleh seorang ulama bernama Kiai Muqoyyim.
Kiai Muqoyyim atau yang juga dikenal dengan sebutan Mbah Muqoyyim, sebelumnya merupakan seorang tokoh Mufti di lingkungan Keraton Kanoman Cirebon.
Pemerhati sejarah pesantren-pesantren di Cirebon, Akhmad Rofahan menyebut, kisah berdirinya Pesantren Buntet berawal dari kekecewaan Mbah Muqoyyim atas keberpihakan keraton terhadap kolonial Belanda pada saat itu.
Berangkat dari kekecewaan tersebut, Mbah Muqoyyim pun akhirnya memutuskan keluar dari keraton dan memilih untuk menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pondok pesantren Buntet.
"Awalnya, Mbah Muqoyyim mendirikan pondok pesantren di kampung Kedung Malang, Desa Buntet, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Pondok pesantren yang didirikan oleh Mbah Muqoyyim kala itu hanya berupa bangunan sederhana yang dilengkapi musala dan beberapa kamar santri,"
Seiring berjalannya waktu setelah pondok pesantren tersebut dibangun, tidak sedikit masyarakat yang kemudian tertarik untuk belajar ilmu agama kepada Mbah Muqoyyim. Namun, perjuangan Mbah Muqoyyim dalam mendirikan pesantren dengan banyak pengikut rupanya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pihak Belanda.
Sebab, selain mengajarkan ilmu-ilmu agama, kebesaran nama ulama seperti Mbah Muqoyyim saat itu juga berpotensi bisa menggerakan para santri dan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Atas dasar itu, Belanda pun akhirnya bergerak untuk melakukan penyerangan ke pondok pesantren Buntet sekaligus berupaya menangkap Mbah Muqoyyim. Namun, informasi itu telah lebih dulu bocor hingga akhirnya Mbah Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri, begitu juga dengan santri-santrinya.
Hanya saja, akibat dari serangan Belanda, pondok pesantren Buntet yang telah didirikan oleh Mbah Muqoyyim porak-poranda. Saat itu, Mbah Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri ke desa Pesawahan, Kabupaten Cirebon.
Saat berada di desa Pesawahan, Mbah Muqoyyim sempat menetap di wilayah tersebut. Namun lagi-lagi, informasi tentang keberadaan Mbah Muqoyyim kembali diketahui oleh pihak Belanda. Upaya penyerangan pun terus dilakukan oleh Belanda ke pondok pesantren yang didirikan Mbah Muqoyyim di daerah Pesawahan.
Namun sesampainya di lokasi, Belanda tidak menemukan sang Ulama. Mbah Muqoyyim kembali berhasil menyelamatkan diri. Saat itu, Mbah Muqoyyim menyelamatkan diri dari serangan pasukan Belanda dengan cara pergi ke daerah Sindanglaut, Kabupaten Cirebon.