IHSG atau Indeks harga Saham Gabungan ialah total seluruh dari saham – saham aktif yang negarakita kita miliki. Saham adalah salah satu instrument pasar modal yang sangat umum disetiap negara, namun beberapa hari belakangan IHSG terjun bebas setelah The FED menggelar pertemuan Federal Open Market Committee bagaimana bisa ?
Pada tanggal 18 Desember lalu, The FED atau Federal Reserve mengadakan pertemuan Federal Open Market Committee yang membahas terkait suku bunga dengan beberapa faktor yang menjadi indicator ada pada Teori Makro Ekonomi seperti Output Negara, Persentase Pengangguran dan Inflasi.
Pada hari itu lalu Jerome Powell mengumumkan bahwa suku bunga acuan akan dipangkan sebesar 25 Bps (Base Points) yang dimana suku bunga awal adalah 4,50% - 4,75% menjadi 4,25% - 4,50% yang dimana pemangkasan ini seharusnya menjadi angin segar dari para investor, namun yang adalah sebaliknya saham dan segala instrumen investasi lainnya terjadi penekanan ke bawah sehingga market memerah.
IHSG berada di level tertingginya yaitu 7.110,31 lalu menurun sangat jauh sebesar 1,82% ke titik 6.978 dengan total sebanyak 542 saham memerah sehingga IHSG tertekan jauh, 91 saham menguat dan 154 saham diam tidak bergerak. Adapun investasi lainnya seperti kripto dengan acuan $BTC yang berada di harga $108.000 per BTC menjadi $92.000 - $94.000 dengan masih berada di tahap koreksi.
Mengutip Reuters, Kamis (19/12/2024), Indeks S&P 500 (.SPX) ditutup turun ke 178,45 poin atau 2,95% ke titik 5.872,16, sedangkan Nasdaq Composite (.IXIC) turun sebnayak 716,37 poin atau sebanyak 3,56% menjadi 19.392,69. Untuk Dow Jones indusrial Average (.DJI) turun sebesar 1.123,03 poin atau sebesar 2,58% ke titik 42.326,87.
Memerahnya IHSG dan Instrumen Investasi lainnya secara umum terjadi karena adanya kekecewaan pasar terhadap proyeksi kedepan yang tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh pasar yang dimana dapat di perkirakan bahwa akan ada banyak pemangkasan dari The FED sendiri pada tahun 2025 nanti, tapi pihak The Fed mengindikasikan bahwa mereka akan memotong bunga sebanyak 2 kali dalam satu tahun atau akan hanya memotong sebesar 50 Bps saja.
Jika kita melihat sekilas perbandingan antara ekspektasi penurunan suku bunga pada saat pemerintahan Biden dengan Trump, dapat terjawab bahwa kebijakan The FED banyak melakukan penurunan di masa Biden, bahkan penurunan suku bunga tersebut mencapat titik rendahnya di 0% - 0,25% karena Covid-19 yang terjadi pada tahun 2021 karena pemangkasan besar besaran hingga total 200 Bps pada tahun tersebut. Selama masa biden juga The FED pernah melakukan pemangkasan 3 kali berturut-turut sebesar 25 Bps di 2019 dan pada 2024 The FED memangkas 3 kali dengan total 75 Bps di tahun 2024.
Ekspektasi selama masa Trump nanti setiap tahun hanya akan 2 kali pemangkasan suku bunga dengan maksimal 50 Bps saja dengan total selama 5 tahun trump akan diangka 250 Bps pada keadaan tidak ada kenaikan suku bunga. Jika adanya kenaikan suku bunga antara 25-50 Bps saja maka angka 250 tersebut akan mengurang bahkan berpotensi akan nol jika suku bunga pada masa trump akan sangat agresif.
Jika secara singkat dibandingkan jumlah total pemangkasan suku bunga Biden adalah 450 Bps sementara pada masa Trump adalah 250 Bps, hasil terebut adalah keadaan saat tidak ada penambahan suku bunga sehingga pada masa biden banyaknya keuntungan yang di peroleh stakeholder dan untuk dimasa Trump kita hanya berharap saja agar suku bunga tidak naik secara agresif.
Untuk penyebab penurunan IHSG sendiri karena beberapa faktor salah satunya adalah mata uang rupiah yang depresiasi ke level Rp16.000 per dolar AS. Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan juga menuturkan kalau penekanan IHSG disebabkan karena melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Faktor lain IHSG menurun juga disebabkan oleh European Central bank dan Bank Sentral Swiss memangkan suku bunga mereka juga karena hal tersebut, terjadilah capital flow kepada AS sehingga nilai tukar Dolar terapresiasi.
Menurut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas, Capital Outflow juga terjadi karena adanya sentiment investor asing yang negatif terhadap keijakan pemerintah tentang PPN 12% pada tahun 2025 sehingga mempengaruhi pergerakan IHSG. Tak hanya investor asing, pasar dalam negeri pun dihadapkan dengan masalah yang sama sehingga dari perspektif sperusahaan ini akan berdampak pada beberapa kenaikan operasional secara general.
Melihat dampak yang terjadi karena adanya kekecewaan secara general yang mengakibatkan market memerah, untuk saat ini para investor melakukan beberapa strategi yang efektif untuk sementara waktu seperti trading dalam jangka pendek-menengah, karena timeframe jangka pendek masih memberikan beberapa keuntungan yang sedikit.
Dalam trading jangka pendek-sedang ini biasanya para stakeholder akan memilih timeframe antara 15 Minutes hingga 1 Hour untuk jangka pendek dan 1 Hour hingga 1 Day untuk jangka menengah.
Solusi kedua yang dapat dilakukan namun beresiko adalah bertahan pada market yang kita punya. Saham yang kita miliki akan naik dengan sendirinya ketika keadaan sudah membaik, bahkan akan memberikan ekspektasi keuntungan baru.
Solusi ketiga akan sangat memerlukan literasi keuangan yang tinggi yaitu dengan membeli saham-saham yang naik pada saat tekanan terjadi, total ada 94 saham yang naik dan memberikan keuntungan yang terbebas dari resiko. Pada Solusi ketiga ini biasanya kamu telah memahami keadaan saham dari data empiris dan kinerjanya sehingga adanya rasa keyakinan yang tinggi pada saat membeli saham ini kedepannya.
Solusi terakhir dapat dilakukan adalah menyimpan uang di bank dalam bentuk Deposito. Suku bunga 4,25% - 4,50% masih tergolong cukup besar jika kalian menerma sedikit penghasilan uang melalui suku bunga. Pada deposito biasanya orang – orang akan menerima lebih dari apa yang mereka simpan sebelumnya dan akan terus bertambah seiring waktu selama suku bunga berapa di angka yang diinginkan.
Dari apa yang terjadi pada tanggal 18/12/2024 lalu dapat disimpulkan bahwa FOMC The FED mengindikasikan bahwa mereka akan menurunkan suku bunga per tahun sebanyak 2 kali atau setara 50 Bps saja yang dimana hal ini membuat beberapa sentiment pasar kecewa terhadap proyeksi yang telah mereka gambarkan untuk masa jabatan Trump bahwa setiap investasi akan naik karena hasil kerja Trump terhadap ekonomi AS yang semakin membaik pada masa jabatannya di periode pertama.
Turunnya IHSG secara general karena adalanya faktor eksternal seperti FOMC dan Proyeksi yang gagal namun juga ada faktor internal karena nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Sehingga IHSG menurun sebanyak 1,8% dari posisi tertingginya.
#UangKita untuk Masa Depan Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H