Mohon tunggu...
Raden Rachmadi
Raden Rachmadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, adventure

Hobby menulis dan adventure

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Catatan Corona untuk Guru dan Ortu

2 April 2020   19:45 Diperbarui: 2 April 2020   19:50 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: 

Raden Rachmadi 

(Orang tua murid Raden Zihni Zaafarani Rachmadi, Kelas 4A, SD Islam Terpadu Cendekia, Purwakarta, Jawa Barat) 

Virus corona atau covid-19, membuat seluruh warga dunia merumuskan kembali model interaksionisme sosilogis. Bahkan, guncangan itu, jika berlangsung dalam waktu yang panjang, akan merevolusi sistem sosial yang sudah ada sebelumnya. 

Dunia pendidikan, tak luput dari kekagetan itu. Bagaimana tidak, virus yang menyebar masif dan di luar kesadaran yang terjangkit, menyebabkan rutinitas ritual interaksi pedagogik terjeda. 

Otoritas pendidikan mengeluarkan kebijakan jeda itu selama dua pekan pertama, kedua, dan kini sudah ke tiga. Artinya, proses belajar-mengajar dengan secara klasikal terhenti nyaris dua bulan. Belum lagi memasuki Ramadhan, libur Hari Raya Idul Fitri, dan libur akhir semester. Artinya, sejak Pertengahan Maret hingga Juli nanti, target pemenuhan kompetensi kurikulum peserta didik, nyaris satu semester materi ajar, terancam raib. 

Gagap 

Situasi itu, tentu saja membuat gagap. bagi guru yang secara teknis dikejar target pemenuhan materi ajar kepada muridnya, tentu akan didera kesulitan. 

Kebijakan wajib belajar di rumah, tentu tak semudah yang dibayangkan. Bagaimana caranya menyampaikan, memantau, dan mengevaluasi pelajaran, jika si murid tak ada di depan mata kepalanya? 

Cara yang belakangan diambil oleh sekolah adalah dengan berunding bersama para orang tua murid. Justru di sinilah keruweta makin kusut. Sebagian orang tua, baik ayah maupun ibu si murid dalam kondisi bekerja. 

Hanya sedikit waktu di malam hari, ketika mereka pulang kerja, sempat mendampingi anak belajar. Andaipun ibunya hanya mengurus rumah tangga, tentu harus jadwal rutin mengurus rumah, harus "didamaikan" saat anak menjalani belajar di rumah. Belum lagi ketika orang tua dihadapkan dengan keperluan-keperluan domestik. 

Tentu saja ini menimbulkan kontraksi relasi dengan guru. Guru belum menemukan formulasi teknis belajar di rumah selama corona. Sementara orang tua merasa ada beban psikologis ketika harus mengajar anak di rumah. 

Pada situasi seperti ini, tentu saja tugas-tugas pelajaran yang diberikan oleh guru, akan dinilai beban bagi orang tua, meski sejatinya instrumen itu untuk alat pantauan dan evaluasi. 

Guru dan Orang Tua Kompaklah 

Situasi dikotomis itu, harus sesegera mungkin diakhiri. Dua stake holder pendidikan ini, harusnya memiliki common sense bahwa penyebab utama dari goncangan pendidikan ini adalah sebuah musibah (pandemik corona). Jangan sampai anak didik jadi korban tidak langsung dari pandemik corvid-19. Lantas, apa yang harus dilakukan? 

Tak ada jurus yang benar-benar jitu, saat goncangan tiba-tiba datang. Salah satu yang bisa diikhtiarkan adala pererat terus komunikasi antara guru dan orang tua demi kebaikan anak yang bersekolah. Carilah formulasi-formulasi kohesif untuk menghadapi situasi ini. 

Bagaimana caranya? Target teknis kegiatan belajar, target capaian kompetensi, dan capaian-capaian lain, harus dihitung ulang. Tentu saja, skema normal tidak akan sesuai dipakai dalam kondisi darurat seperti ini. 

Yang kedua, carilah angle-angle materi pelajaran yang benar-benar bisa ditemui dan dilakukan di dalam rumah oleh murid. Ketiga, partisipasi, tanggung jawab, dan kedisiplinan untuk tetap belajar di rumah, tentu harus menjadi value yang dihargai dalam situasi darurat seperti ini. 

Bagi orang tua, kerepotan karena anaknya dipaksa belajar di rumah, adalah keniscayaan yang tak terhindarkan. Untuk itu, perhatian lebih kepada anaknya yang tengah bersekolah di rumah tentu menjadi keharusan. Komunikasikan  secara baik kepada guru jika mengalami kesulitan-kesulitan teknis. 

Tentu saja, usulan teknis menyelesaikan tugas-tugas pelajaran, diusahakan seminim mungkin bukan untuk mengurangi tanggungjawabnya mendampingi anak belajar di rumah. 

Sekali lagi, semua itu harus dilandasi oleh common sense of crisis dan bergotong-royong agar spirit belajar anak didik tetap menggelora dalam situasi darurat seperti ini. 

Wassalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun