Mohon tunggu...
Rachmawati Ash
Rachmawati Ash Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, dan pegiat literasi

Hobi menulis, membaca dan menonton film romance. Kegiatan mengajar di SMA, menulis novel, cerpen, artikel dan bahan ajar. Mengisi materi literasi ke sekolah-sekolah di Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung-burung yang Terbang di Langit

16 Januari 2024   19:28 Diperbarui: 16 Januari 2024   19:53 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**

Ibuku yang baik hati, tentu tak tega melihatku terus begini. Ibu membukakan pintu untukku. Membiarkan aku duduk di kursi teras rumah, menghirup udara siang yang panas.

Aku merasa sedikit diberi kebebasan setelah berbulan-bulan dikurung di dalam rumah. Aku bersabar, mungkin hari ini aku diizinkan keluar rumah, ada harapan besok Ibu akan membiarkanku keluar halaman lewat pintu pagar. Dalam hati aku masih berharap, aku akan mendapat kesempatan menemui Sinta di rumahnya. Gadis pujaanku itu pasti masih setia menungguku di rumahnya.

Saat aku membayangkan kebebasanku esok hari, kulihat anak-anak berseragam sekolah melewati jalan depan rumahku. Aku berjalan menuju pintu pagar, memerhatikan anak-anak itu bercanda dengan riangnya. Anak-anak berbaju putih merah itu saling menunjuk ke arahku. Melemparkan kerikil atau ranting kayu sambil tertawa kegirangan. Sepertinya mereka senang sekali bertemu denganku. Aku hanya tersenyum-senyum melihat tingkah mereka. Dasar, anak-anak, lucu sekali kalian.

Aku merebahkan tubuh di halaman rumah, mencium satu per satu rumput di taman mungil milik ibuku. Setelah sekian lama dikurung di dalam rumah, aku jadi rindu aroma tanah dan rerumputan yang hijau. Aku tidak peduli orang-orang memerhatikanku, aku sedang bahagia menikmati kebebasanku.

Ibu menuntunku kembali ke dalam rumah. Aku pun kembali murung, duduk di kursi dekat jendela. Aku terkejut, burung-burung itu datang lagi. Mereka bergerombol terbang melewati halaman rumahku. Aku mulai merentangkan kedua tanganku, membayangkan terbang bersama mereka. Burung-burung itu mengajakku terbang mengelilingi pantai yang bersih. Aku merasakan angin sepoi-sepoi menerpa wajahku. Aku tertawa karena terlalu senang. Kemudian berputar-putar meluapkan kegembiraanku di tempat yang luas.

Ibu memanggilku dari bawah, aku masih tertawa karena bahagia.

"Lihat, Bu! Laut biru itu indah sekali, terlihat indah kalau dilihat dari atas sini." Aku masih terbang berputar-putar di udara. Ibu justru menangis melihatku terbang bebas. Aku merasa itu adalah luapan kegembiraan seorang Ibu melihat anaknya bahagia. Aku melanjutkan terbang, hinggap dari tempat satu ke tempat lainnya.

"Turun, Nak, kamu harus minum obatmu! Waktunya istirahat." Suara Ibu parau.

"Burung tidak minum obat, Bu." Aku kembali berputar-putar.

"Baiklah, burung turun dulu, kita makan bersama." Suara ibuku kali ini disertai tangis yang tersedu-sedu. Aku menukik turun ke lantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun