Ketidakpastian adalah musuh terbesar manusia. Untuk mengatasi itu, otak manusia akan membangun mekanisme untuk membuat hal yang tidak jelas menjadi jelas. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan cara apa pun, termasuk mengambil semua informasi di sekitarnya, tidak peduli benar atau salah ataupun rasional atau tidak, demi memberikan rasa aman dan nyaman.
Meski upaya sebagian orang mengaitkan komet ATLAS dengan pandemi Covid-19 bisa dipahami sebagai mekanisme bertahan hidup, di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19 sepatutnya kita mengedepankan langkah-langkah rasional untuk menanggulangi wabah secara terukur. Kepanikan berlebihan dalam mengambil keputusan akibat lemahnya rasionalitas justru bisa membawa manusia dalam penderitaan yang panjang.
Rasionalitas. Itu kata kuncinya. Di "Membangunkan Raksasa Tidur" Taufiq juga menyinggung soal rasionalitas. Kata dia, merenung atau tafakur adalah aktvitas otak yang memadukan otak rasional, otak emosional-intuitif dan otak spiritual. Perenungan inilah yang bisa mencerahkan otak.
Kembali ke Hari Buku Nasional dan alasan membeli buku tadi. Kiranya setelah ini saya harus punya alasan rasional tiap mengeluarkan rupiah untuk membeli buku. Ada dalil aqli-nya. Alasan yang dimulai dari aktivitas otak, berpikir, "buku apa yang saya butuhkan?"
Pikir itu pelita hati. Begitu para bijak bestari.
Dus, tetiba saya teringat kiriman gambar di WAG. Gambar koran nasional Rakyat Merdeka, edisi Senin kemarin. Tahukan mazhab Koran ini. Judulnya aduhai.
Berita utama di halaman mukanya begini:
Jokowi: Buku Apa yang Anda Baca Di Masa Pandemi Covid-19?
Buku Tabungan Pak, Sudah Menipis Nih...
Selamat Hari Buku Pak..