Pada 2002, saya bersentuhan dengan Jemaah Tablig. Khuruj pun saya sudah pernah. Hingga kini sejumlah teman pun masih aktif di kelompok ini.Â
Beberapa hari lalu seorang teman yang juga akademisi menulis tentang jemaah ini. Ia menulis sejumlah prinsip jemaah yang rutin membaca Kitab Fadhilah Amal karya Muhammad Zakariya al Kandhlawi itu. Satu di antaranya, tulis teman tadi, Jemaah Tablig menjaga jarak dengan politik dan debat kekuasaan.
"Jadi ketika terjadi debat soal penanggulangan Covid-19 ini, lebih baik berpasrah kepada Allah dan melanjutkan kerja-kerja agama daripada terlibat dalam hiruk pikuk duniawi tentang pandemi."
Begitu kata teman saya yang bukan Jemaah Tablig.
Dan saya berharap, teman saya yang Jemaah Tablig juga tak mengaitkan bahwa pemberitaan klaster Gowa juga bermuatan politik.
Tapi kawanku. Di luar itu, tentu kita tetap saudara. Perkara cara beragama yang berbeda, soal lain. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H