Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inses

4 Maret 2012   18:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:30 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Saya prihatin, cerita hidupnya penuh dengan kisah kelam. Dan sssstttt…..jangan tulis nama saya, cerita Sumini selalu berurusan dengan selangkangan,” bisik Pak RT memberi penjelasan tanpa aku ajukan pertanyaan.

Aku terenyuh  mendengar rentetan cerita tentang Sumini. Terlebih ketika ia sendiri yang menuturkan lakonnya.  Benar kata Pak RT, masalah yang membelit Sumini nyaris tak lepas dari urusan selangkangan.

Beberapa kali wanita berambut panjang itu menangis saat bercerita. Ia buka semua kisah kelamnya seolah kisah itu telah lama tertahan lantaran tak ada tempat berbagi.

Menghadapi situasi begini, pengalaman mengajarkanku bahwa menulis di atas lembaran kertas adalah bukan cara tepat lagi bijak. Mencatat keterangan narasumber memang mutlak agar informasi yang disampaikan tak salah. Namun, mencatat di atas kertas bukanlah cara satu-satunya.

Dus, jadilah aku merekam  drama getir itu dalam ingatan. Kecuali sesekali aku mencuri mencatat dengan pura-pura mengetik SMS.

Menjadi korban  pencabulan ketika berusia belasan, Sumini lantas meninggalkan desanya untuk menghindari malu. Ia ikut tetangganya dengan harapan memiliki rupiah sendiri yang bisa ia kirimkan ke orangtuanya. Klasik. Tapi itulah drama Sumini yang akhirnya terjebak di mulut buaya.

Tetangganya yang ia kira menjadi dewi penolong mempekerjakanya di warung remang-remang di jalan lintas sumatera.  Dan tak semua  orang yang hidup di jalanan adalah pria yang suka jajan atau hidung belang. Sumini remaja diselamatkan sopir yang usianya beberapa tahun lebih tua darinya.  Kelak, mereka menikah dan melahirkan Somad.

“Hidup saya mulai kembali hitam selepas ayah Somad berpulang karena kecelakaan. Somad tak merestui saya menikah dengan ayah tirinya. Hubungan kami tak akur.  Saya dengan ayah tiri Somad, termasuk saya dengan Somad, sampai tiba malam jahanam itu. Entah bagaimana  dan siapa yang memulainya.” Sumini terisak dan menghentikan ceritanya.

“Karena kepergok oleh  orangtua tirinya, akhirnya mereka berkelahi. Selanjutnya Ritas tewas diduga karena pukulan keras di dada. Kita masih menunggu hasil otopsi dari rumah sakit,” ujar Kapolsek Muara Bulian AKP Suryadi saat ku konfirmasi mengenai peristiwa langka itu.

*sudah lebih dulu dipublish di rachmawan.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun