Ternyata fenomena ini juga terjadi di berbagai serial televisi lainnya. Kebetulan saya juga sedang menunggu Game of Thrones musim berikutnya (anda juga ya?) dan The Walking Dead musim berikutnya pula. Kalau diperhatikan dengan baik, promosi LGBT dapat pula kita temukan di kedua serial televisi itu.Â
Kisah hubungan sejenis antara pangeran kerajaan dengan pacar laki-lakinya yang berbuah pada penuntutan oleh kelompok agamis berjubah dapat kita jumpai di Game of Thrones. Lain lagi di The Walking Dead. Bayangkan, kisah cinta yang heroik terjadi antar sesama jenis (sesama laki-laki maupun sesama perempuan) di tengah-tengah kejaran zombie. Mantap! Walau keduanya berakhir tragis dengan tewasnya pasangan salah satu tokohnya.
Melihat fenomena di atas, saya jadi bertanya-tanya. Apa perlunya promosi LGBT? Mengapa dilakukan secara masif bahkan merambah ke tontonan publik? Haruskah LGBT diperkenalkan secara luas dengan memanfaatkan media film atau serial televisi?
Untuk menjawabnya, mari kita lihat sekilas fenomena LGBT di Indonesia. Masih ingat tentang pesta seks kaum gay yang digerebek pada bulan Mei di kawasan Kelapa Gading? Apakah mereka ditangkap karena gay atau karena menggunakan obat-obat terlarang? Atau karena pesta seks-nya mungkin? Yang jelas, semua pelaku diciduk dan diamankan ke kantor polisi.Â
Beberapa foto saat penangkapan bahkan bisa beredar luas dimasyarakat sehingga wajah pelakunya diketahui oleh banyak orang. Okelah, anggap saja itu kesalahan mereka karena salah satu unsur kriminalnya jelas yaitu penggunaan obat-obatan terlarang. Kita tutup kasusnya sampai di situ.
Sekarang kita beranjak ke hal lain, bagaimana situasi LGBT di Indonesia? Apakah aman-aman saja atau bagaimana? Infografis yang ditampilkan di web Jakarta Post yang dilakukan risetnya oleh Arus Pelangi ternyata menampilkan data yang cukup menyedihkan. Sebanyak 89.3% LGBT di Indonesia ternyata mengalami kekerasan.Â
Baik itu kekerasan fisik, psikologis, seksual, ekonomi, bahkan kekerasan budaya. Kekerasan psikologis justru banyak dilakukan oleh keluarga dan waria ternyata adalah kelompok yang paling menderita oleh kekerasan seksual. Wow! Menyedihkan sekali kehidupan LGBT di Indonesia. Belum lagi kalau bicara masalah pengakuan identitas. Perempuan? Laki-laki? Atau..???
Penelitian lain, Sunardi, mencoba melihat fenomena gandrung lanang di Banyuwangi. Untuk fenomena yang satu ini saya belum mendapatkan hubungannya dengan LGBT. Yang saya tahu, dulu itu pemainnya semua laki-laki dan seseorang bernama Marsan konon katanya adalah penari gandrung lanang yang paling terkenal.Â
Cerita lainnya yang berujung papa adalah kisah penutupan salah satu pesantren waria yang diteliti Knight di Jogja bernama Pesantren Al-Fatah. Ini adalah pesantren yang katanya dikhususkan untuk waria. Di sini mereka bisa beribadah mendekatkan diri pada sang Khalik yang sebenarnya menerima mereka apa adanya.
Ada pula cerita sedih tentang hukuman seratus cambukan jika disertai bukti adanya hubungan sejenis dan 80 cambukan jika bukti yang ditemukan tidak kuat yang terjadi di salah satu daerah di ujung Barat Nusantara. Hanya beda 20 cambukan antara dugaan dan kenyataan. Belum lagi kisah penutupan media sosial Tumblr karena dianggap mengandung unsur pornografi dan promosi LGBT.Â